KOTA MALANG – malangpagi.com
Rumitnya mengurus perizinan pendirian usaha baru, akibat aturan yang diterapkan pemerintah pusat, disinyalir menjadi penyebab hilangnya sejumlah potensi investasi di Kota Malang.
Seperti yang diungkapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang, Arief Tri Sastyawan, seorang pengusaha hotel akhirnya menarik diri untuk berinvestasi di Kota Malang, setelah mengetahui proses perizinan yang memakan waktu lama.
“Pengusaha hotel tersebut telah menyiapkan investasi besar sejumlah Rp500 miliar untuk pembangunan hotel bintang lima di Kota Malang. Keputusan mundur ini disayangkan oleh kami,” kata Arief kepada Malang Pagi, Sabtu (9/12/2023).
Tanpa menyebut nama pihak yang dimaksud, Arief menyebut pengusaha tersebut akhirnya memilih untuk mundur karena peraturan yang dianggap rumit. “Kami berharap agar peraturan tidak menjadi hambatan bagi investasi. Untuk pembangunan hotel bintang lima, nilai investasinya minimal Rp500 miliar,” ujarnya.
Arief menjelaskan, umumnya pengusaha mengeluhkan lamanya proses perizinan dan kompleksitasnya. “Meskipun kini sistem perizinan berusaha telah terintegrasi secara elektronik, atau Online Single Submission (OSS), namun itu dianggap tidak memberikan kemudahan, malah memperpanjang waktu perizinan,” jelasnya.
Menurutnya, perbedaannya dengan beberapa tahun lalu adalah bahwa proses perizinan sekarang melibatkan pemerintah dari tingkat provinsi hingga pusat, tidak hanya di tingkat daerah seperti sebelumnya.
Sebelumnya, perizinan dapat diselesaikan dalam tiga bulan. Namun kini dapat memakan waktu hingga satu tahun, karena banyaknya perizinan yang harus diproses di pusat. “Pengusaha merasa enggan berinvestasi di daerah karena panjangnya proses birokrasi perizinan. Hal ini disebabkan banyaknya perizinan yang kini ditarik ke pusat, termasuk amdal, izin lingkungan, Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG), dan Surat Izin Pemanfaatan Air Tanah (SIPA),” beber Arief.
“Ini menjadi kendala. Jika Sistem Satu Pintu (SS) dapat menjadi dasar perizinan, hal itu sudah dapat dilaksanakan. Namun, ketika menggunakan OSS dengan menunjuk Nomor Induk Berusaha (NIB) atau Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), akan muncul persyaratan seperti rekomendasi perizinan dari pihak pusat, kementerian, atau provinsi. Ini yang menjadi hambatan,” sebutnya.
Pihaknya berharap, pemerintah segera menanggapi keprihatinan pemerintah daerah, mengingat banyak pengusaha lokal yang tertarik berinvestasi namun terhalang oleh kompleksitas perizinan. “Jika keputusan tetap berada di pusat, kami meminta transparansi terkait durasi dan biaya yang jelas. Hal ini penting untuk menjaga kelangsungan usaha pengusaha lokal di Kota Malang yang ingin berinvestasi,” pungkasnya. (MK/MAS)