SAMPANG – malangpagi.com
Kemunculan program pengembangan Desa Wisata mendorong Pemerintah Desa (Pemdes) di seluruh Indonesia untuk terus berinovasi mengembangkan destinasi wisata di desanya.
Salah satunya dilakukan Pemdes Labuhan, Kecamatan Sreseh, Kabupaten Sampang yang mengembangkan konsep Wisata Edukasi Hutan Mangrove, untuk memperkenalkan keindahan desa serta budaya masyarakat setempat.
Menurut perancang sekaligus pengembang Wisata Edukasi Mangrove, Deasy Yumna Sari, keberadaan obyek wisata ini sekaligus mengajak masyarakat untuk sadar wisata, dan nantinya akan merasakan manfaatnya bagi ekonomi desa.
“Konsep Wisata Edukasi Mangrove bertujuan untuk mengenalkan informasi sejarah, budaya, termasuk potensi desa,” ungkapnya kepada Malang Pagi, Kamis (12/8/2021).
Deasy menjelaskan, tidak banyak orang yang mengetahui fungsi pohon bakau (Rhizophora Mucronata) dan manfaatnya bagi kehidupan manusia, khususnya masyarakat di pesisir pantai.
“Selain sebagai pemecah ombak, Mangrove juga berfungsi untuk menahan air laut ketika pasang. Jadi kita harus menjaga kelestarian hutan Mangrove ini,” jelasnya.
Dirinya menyebutkan, obyek wisata yang diberi nama Wisata Bakau Labuhan Manis (WBLM) tersebut nantinya akan diberdayakan sebagai sarana mempromosikan produk hasil olahan Mangrove khas Desa Labuhan. Di antaranya kopi dan produk kecantikan berbahan dasar bakau.
“Minat kunjungan wisatawan selalu ada. Momentum tersebut bisa dijadikan peluang untuk memperkenalkan produk dan potensi desa ke masyarakat luar,” paparnya.
Deasy memaparkan, kemajuan sektor pariwisata di satu wilayah sangat tergantung dari kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang siap dan terlatih.
“Peningkatan SDM juga perlu dilakukan, agar tercipta pelayanan wisata yang dapat memberikan kepercayaan sekaligus kesan baik bagi wisatawan asing atau lokal,” terangnya.
Wisata Edukasi Mangrove mengusung konsep local living tourism, yang mengangkat kegiatan wisata berdasarkan kehidupan sehari-hari masyarakat lokal.
Pengalaman Deasy sebagai seorang tour guide internasional dan domestik selama 16 tahun lebih, membuatnya mengerti bagaimana wisatawan asing ingin mendapatkan pengalaman wisata yang tidak mereka rasakan di negara asal.
“Mengajak turis mancanegara memandikan sapi atau ngarit lebih berkesan bagi mereka dari pada datang ke tempat-tempat mewah. Jadi apapun yang ada di desa bisa jadi obyek wisata. Tidak harus membangun sesuatu yang besar, melainkan membangun rasa cinta kepada desanya. Itu lebih penting,” pungkasnya. (Wid/MAS)