KOTA MALANG – malangpagi.com
Susahnya mengantongi izin usaha di Kota Malang menjadi sorotan sejumlah Fraksi DPRD Kota Malang, salah satunya diungkapkan Ferry Kurniawan dari Fraksi PDI Perjuangan. Hal tersebut Ia sampaikan dalam Rapat Paripurna beragendakan Penyampaian Pandangan Umum Fraksi Terhadap Ranperda Kota Malang tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Senin (07/11/2022).
“Bagaimana nantinya Pemerintah Kota Malang mengatasi kasus tumpang tindih wewenang dan kebijakan, berkaitan dengan susahnya mengantongi izin usaha di Kota Malang?,” tanya Ferry.
Dirinya berharap, prosedur yang mempersulit pelayanan terhadap masyarakat terkait mengurus izin usaha dapat dipangkas. “Tentunya dengan membangun kultur dan etos kerja yang lebih professional, serta meninggalkan budaya kerja bidang pelayanan rigid,” jelasnya.
Senada dengan Fraksi PDIP, Fraksi PKS yang diwakili oleh
Akhdiyat Syabril Ulum menyampaikan bahwa Pelayanan Terpadu Satu Pintu diharapkan dapat memberikan kemudahan, serta meringankan masyarakat dalam hal mengurus perizinan. “Aplikasi apa saja yang dimiliki dan akan digunakan oleh Pemerintah Kota Malang dalam pelayanan perizinan?,” tanyanya.
Fraksi PKS juga mendesak Pemerintah Kota Malang untuk melakukan terobosan, guna meningkatkan awareness terhadap pentingnya perizinan seperti Nomor Induk Berusaha (NIB), termasuk mekanisme perizinan bagi para pelaku UMKM.
“Mengingat Pelayanan Publik yang dimaksud dalam Pasal 12, termasuk di dalamnya berkaitan dengan sosialisasi mekanisme PTSP melalui sistem Online Single Submission (OSS). Namun, semenjak sistem OSS dioperasikan, kami melihat masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang mekanisme perizinan, terutama bagi para pelaku UMKM,” tukas Ulum.
Selanjutnya, Fraksi Gerindra yang diwakili Lelly Theresiyawati tak ketinggalan menyoroti kualitas pelayanan perizinan. Menurutnya, sebagai organisasi publik yang bertujuan menciptakan pemerintahan yang baik, seharusnya Pemkot Malang membentuk pelayanan yang cepat, ramah, mudah, akuntabel, dan transparan.
“Kenyataannya, dalam pemberian pelayanan perizinan penanaman modal ini masih bersifat pasif dan menunggu. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya keluhan dari masyarakat, yaitu berbelit-belit dan tidak jelas kepastian waktu penyelesaiannya,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Fraksi Golkar yang diwakili oleh Retno Sumarah menyoroti proses mengurus perizinan lewat OSS Berbasis Risiko. Dirinya mengungkapkan banyaknya kendala yang ditemukan dan cukup beragam, di antaranya penentuan risiko dalam OSS Berbasis Risiko.
“Proses izin usaha ini ditentukan berdasarkan risiko. Semakin tinggi risiko, maka semakin kompleks proses perizinan. Namun persoalannya, banyak penentuan risiko yang dianggap tidak sesuai dengan jenis usaha. Apakah dalam Perda PTSP ini sudah mengatur terkait dengan kendala tersebut?,” tandasnya. (YD/MAS)