KOTA BATU – malangpagi.com
Memelihara hewan memiliki banyak manfaat. Hewan peliharaan yang memiliki penampilan lucu dan menggemaskan dapat menjadi teman di rumah, serta menjadi pelepas penat setelah seharian bekerja. Maka dari itu, tak sedikit yang memutuskan untuk memelihara hewan peliharaan, seperti kucing, anjing, burung, ikan, serta kelinci.
Khusus kelinci, hewan ini memiliki beragam bentuk, ukuran, warna, dan kepribadian yang unik. Sehingga menciptakan sensasi tersendiri dibanding memelihara hewan lainnya.
American Rabbit Breeders Association (ARBA) secara resmi telah mengakui setidaknya 50 jenis kelinci yang lucu dan unik, dan pastinya cocok untuk dipelihara. Baik sekadar untuk hewan rumahan, maupun untuk diikutsertakan dalam kontes.
Seperti yang di akoni Eko Sabdiyanto (40), seorang breeder atau peternak kelinci yang berlokasi di Jalan Kelud, Gang Punden, Kelurahan Sisir, Kecamatan Batu, Kota Batu. Founder KWB Rabbitry Indonesia itu mengakui, jika dirinya sejak kecil memiliki hobi memelihara kelinci.
Menurutnya, beternak kelinci tidak dapat dipandang sebelah mata. Hobi ini dapat menjadi sebuah bisnis potensial, apalagi jika peternak tahu bagaimana cara memasarkannya melalui media sosial.
Sejak 2016, Dian, sapaan akrabnya, mengaku sudah melayani pemesanan hampir ke seluruh Indonesia, dan kini merambah ekspor ke luar negeri, meskipun masih dalam skala kecil.
“Alhamdulilah, setelah kirim ke sejumlah kota, provinsi, dan pulau di Indonesia, kini saya di percaya breeder luar negeri untuk kirim ke Singapura, Thailand, dan Malaysia,” ungkap Dian, Kamis (18/11/2021).
Pria yang juga berprofesi sebagai seorang jurnalis di Kota Batu ini menguraikan bahwa sebenarnya merawat kelinci tidaklah sulit.
“Saya fokus pada satu jenis saja, yakni Holland Lop, sejak 2014 hingga sekarang. Perawatannya cukup mudah. Setiap hari hanya perlu memberi makan, minum, dan membersihkan kandang,” jelasnya.
Meskipun pandemi tak dibantah berpengaruh terhadap penjualan kelincinya, namun karena hobi, Dian tetap bertahan melakukan budidaya kelinci bertelinga turun itu.
Adapun spesies kelinci yang Ia budidayakan berasal dari bibit yang diimpor langsung dari sejumlah negara, seperti Eropa dan Amerika Serikat.
“Awalnya tertarik dengan jenis Holland Lop sewaktu melakukan liputan kontes kelinci. Akhirnya kenal dengan juri dan breder-breeder senior. Kemudian saya putuskan untuk membeli sepasang, seharga Rp10 juta kualitas show berpedigree, dan kemudian mengembangbiakkan hingga saat ini,” tuturnya.
Menurut Dian, harga kisaran untuk seekor anakan kelinci Holland Lop kualitas show yang siap jual dibanderol kisaran 2,5 juta rupiah. “Kualitas kelinci dibagi dalam tiga kategori. Pertama kualitas pet, kedua kualitas brood, dan ketiga kualitas show atau kualitas terbaik, yang diperuntukkan untuk kontes di seluruh Indonesia dan di luar negeri,” bebernya.
Meskipun begitu, jebolan diploma tiga pariwisata itu enggan menyebutkan berapa pendapatannya setiap bulan jika ada kelincinya yang laku terjual.
“Kalau itu rahasia ya. Karena tidak etis jika disebutkan. Sebab, tergantung juga dengan breedernya. Karena tak dipungkiri banyak oknum breeder di Kota Batu yang mengawin silangkan kelincinya,” ungkapnya.
“Contohnya saja jenis Holland Lop dikawinkan dengan jenis Fuzzy Lop. Dengan harapan anakannya keluar varian jenis Holland Lop, agar dapat menjualnya dengan harga tinggi. Hal itu tidak boleh, karena menipu pembeli terutama awam yang tidak paham dengan jenis kelinci,” tegas Dian.
Diungkapkan Dian, Malaysia merupakan pemesan utama dengan jumlah paling besar. Menurutnya, segmentasi pasar ke negara tersebut berawal dari upaya pemasaran sejumlah peternak melalui media sosial Facebook dan Instagram.
Dian mampu bertahan dan dipercaya untuk mengekspor kelinci ke negara jiran itu. Lantaran dianggap mampu menjamin kualitas dan kesehatan kelincinya. selain itu, dirinya juga punya modal kemampuan berbahasa Inggris.
“Secara dulu kuliahnya kan di pariwisata. Jadi sewaktu kuliah kami memang dituntut untuk menguasai beberapa bahasa asing, salah satunya tentunya bahasa Inggris. Dan kebetulan juga ada calon pembeli dari Amerika yang sementara tinggal di Bali. Jadi sempat tanya-tanya tentang harga dan kualitasnya,” paparnya.
“Saya termasuk breeder yang paling belakang main ekspor ke luar negeri. Itu pun tidak lewat Facebook, melainkan lewat Instagram. Alhamdulillah, karena hasil breedingan saya dipercaya dan tidak ada komplain, saya akhirnya juga dikenal breeder lama lewat Instagram dan Facebook,” ucap Dian.
“Jadi sampai sekarang masih jalan terus sambil membagi waktu. Karena di lain sisi saya juga seorang wartawan, yang dituntut untuk liputan setiap hari,” tutupnya. (Dodik/MAS)