BALI – malangpagi.com
Berdasarkan temuan Polda Bali awal Oktober lalu, mengenai beras aspal [asli tapi palsu] merek Putri Sejati yang beredar di wilayah Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kota Denpasar, dan sekitarnya, Anton Hartono selaku Wakapimkorpus LPK-LI (Lembaga Perlindungan Konsumen – Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) memenuhi panggilan Polda Bali pada Selasa (19/10/21), untuk pemeriksaan sebagai pelapor mengenai maraknya peredaran beras aspal dan keluhan masyarakat Bali sebagai konsumen.
Subdit 1 Ditreskrimsus Polda Bali memanggil Anton Hartono yang telah melaporkan oknum pengusaha nakal, yang diindikasi mengopolos ulang beras merek Putri Sejati ke beberapa grosir skala besar maupun kecil, serta menjual barang kemas ulang yang diedarkan di beberapa wilayah di Provinsi Bali.
Atas dasar temuan tersebut, sebagai produsen yang merasa dirugikan, Anton yang sekaligus menjadi penasihat hukum perusahaan Putri Sejati selaku pemegang hak paten merek, telah menjalani pemeriksaan awal guna pengembangan penyelidikan.
Anton datang ke Polda Bali didampingi perwakilan perusahaan Putri Sejati, dan menjalani pemeriksaan sejak pukul 13.00 WIT sampai 16.00 WIT.
“Pangsa pasar merek ini adalah daerah Bali, telah menjadi merek favorit masyarakat Bali sejak 1996 silam. Namun sejak maraknya peredaran produk KW atau palsu, merek beras Putri Sejati dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dengan mengemas kembali dalam karung-karung bekas, yang dibeli dari pengepul seharga 2.500 sampai 3.000 rupiah,” ungkap Anton.
Pengemasan tersebut sangat mirip dengan merek asli, bahkan masyarakat sulit membedakan mana yang asli dan mana yang palsu. “Konsumen diklaim mengalami kerugian tiga kali lipat, karena harga jualnya hampir sama dengan yang asli. Untuk itu, kami melakukan sosialisasi dan pendataan kepada grosir, agen, dan toko, bahkan kepada konsumen langsung,” sambungnya.
“Bukti-bukti di lapangan bermuara kepada terduga pelaku AGS atau UD HR, yang ditengarai menjadi produsen ilegal. Kami anggap melanggar pasal 258 KUHP berat, karena tidak sesuai pada kemasan ukuran takaran timbangan, dan melanggar UU Nomor 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 62 ayat 1, serta UU Nomor 18 tahun 2012 pasal 139 tentang Pangan, yaitu mengemas kembali kemasan akhir,” beber Anton.
Selain itu, terduga pelaku juga dianggap melanggar pasal berlapis dari UU Nomor 15 tahun 2001 tentang merek pasal 90, pasal 91, pasal 92, pasal 93, pasal 94, yang masa tahanannya lima tahun penjara dan denda sebanyak dua miliar rupiah.
“Para penjual telah kami buatkan surat pernyataan, agar tidak menjual produk KW lagi. Kami beri somasi, jika masih menjual produk KW maka kami akan lakukan upaya hukum terhadap para pelanggar,” tegas Anton.
Di tempat terpisah, Kasubdit 1 Ditreskrimsus Polda Bali, AKBP Teguh Priyo Wasono menyampaikan bahwa proses pelaporan terkait perlindungan konsumen komoditi pangan beras akan dikoordinasikan dengan instansi terkait, baik pemerintahan maupun lembaga lainnya.
“Untuk kepentingan penyelidikan maupun penyidikan, jenis pelanggarannya, dan jika ditemukan fakta-fakta pembuktian ada unsur pidananya, maka akan kami proses secara hukum, dengan dasar undang-undang perlindungan konsumen, dan unsur pidana lainnya,” paparnya.
“Kami akan mengembangkan bila ditemukan bukti bahwa barang tersebut palsu, maka akan kami lakukan penyelidikan terkait asal barang itu dan akan kami lakukan proses hukum selanjutnya,” tegas AKBP Teguh.
Sedangkan terkait LPK-LI, pihaknya menegaskan untuk mendukung sepenuhnya dan terus memonitor selama kegiatan tersebut positif nagi kepentingan masyarakat.
Setelah dilakukan inspeksi mendadak (sidak), Toko Mulia Anugrah di Mahendradata Denpasar yang sudah pernah digerebek Subdit 1 Unit 3 Krimsus Polda Bali bersama tim LPK-LI dua bulan lalu, didapati menjual produk beras Putri Sejati palsu yang tidak sesuai isinya. Temuan tersebut pun dijadikan barang bukti dalam sidak tersebut.
Pemilik toko, Agus Adi Nugroho berkomitmen dan membuat secarik surat pernyataan, yang isinya menyebut bahwa pihaknya tidak akan menjual lagi produk Putri Sejati palsu atau KW lagi.
Dari sejumlah sosialisasi dan sidak, para penjual berkomitmen dan membuat surat pernyataan, karena mereka sebagai penjual atau agen mengaku tidak mengetahui jika produk yang mereka jual adalah barang palsu. (TnT/MAS)