KOTA MALANG – malangpagi.com
Pesta demokrasi sudah berada di depan mata. Mesin politik pun mulai memanas hingga muncul pro dan kontra sistem Pemilu (Pemilihan Umum) 2024 yang mengajukan permohonan proporsional terbuka atau tertutup.
Politisi PDI Perjuangan sekaligus Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana Kartika, mengaku siap melaksanakan Pemilu baik terbuka maupun tertutup. “Kami siap Pemilu dua-duanya. Karena di perekrutan kami ada aturan. Peraturan Partai Nomor 25 A ada role model penyusunan yang internal tidak boleh dinomorduakan, karena ada support di sana,” ungkap Made, saat menjadi narasumber dalam acara Silaturahmi dan Diskusi Publik Peran Media dalam Politik Jelang 2024. Acara ini digelar oleh Ngalam Media Center di Hotel Grand Mercure Mirama Kota Malang, Minggu (16/4/2023).
Lebih lanjut Made menjelaskan, dalam tubuh PDI Perjuangan, Ketua DPC memiliki skor 100, PAC 50, dan ranting 25. Sedangkan eksternal nol. “Pasti di nomor 1–5 itu internal. Kalau sistem tertutup, kemungkinan yang terjadi adalah pengunduran diri caleg eksternal dan munculnya caleg internal yang sudah kami siapkan, dari proses kaderisasi yang kami lakukan,” terangnya.
“Bagaimana PDI Perjuangan sebagai partai pelopor diikuti oleh partai-partai lain dalam menyiapkan. Jadi kami harapkan Kawah Candradimuka pemimpin itu ya di partai politik,” lanjut Made.
Politisi asal Bali itu meyakini, jika Pemilu digelar dengan sistem tertutup, maka kualitasnya akan lebih jelas dan semua happy. “Contoh, Lowokwaru calegnya sembilan. Kemudian yang jadi ada tiga. Maka yang tiga itu wajib ngopeni yang enam, karena berjuang bersama,” beber Made.
Menurut Made, sistem Pemilu tertutup akan mewujudkan kebersamaannya dan gotong royong. “Saya berdoa dan mohon doa restu, semoga Pemilu dengan sistem tertutup,” harapnya.
Sementara itu, Wakil Walikota Malang Sofyan Edi Jarwoko menjelaskan sistem Pemilu di Indonesia yang pernah dijalankan itu semuanya proporsional. “Artinya, peserta Pemilu itu ya parpol. Bedanya adalah proporsional tertutup itu artinya parpol sebagai peserta Pemilu, kemudian ada nomor caleg,” terangnya.
“Siapapun yang jadi nanti, sesuai dengan perolehan yang nyoblos lambang partai itu. Sehingga partai memiliki kekuatan menyusun potensi-potensi caleg sesuai kualifikasi dan kualitasnya. Itu proporsional tertutup,” papar Bung Edi, sapaan karib Wawali.
Sedangkan proporsional terbuka adalah mengarah pada satu nama caleg. “Jadi Pemilu dibagi menjadi beberapa daerah pemilihan. Kemudian tidak tergantung nomor itu. Tetapi partai dan caleg-calegnya ditotal dapat berapa dan caleg mendapatkan suara terbanyak dari partai itu,” jelasnya.
“Jadi keputusan yang pertama adalah partai itu dapat berapa kursi. Lalu kedua, keputusannya siapa yang jadi. Itu KPU semua yang memproses,” lanjut politisi Partai Golkar itu.
Menanggapi wacana sistem Pemilu secara hybrid, Edi merasa hal tersebut masih memerlukan diskusi panjang, karena berpikir masalah sistem Pemilu. “Semua memiliki plus minus. Karena kita sedang berproses untuk berdemokrasi. Dan kami siap keputusan Mahkamah Konstitusi memutuskan sistem Pemilu yang mana,” pungkasnya. (Har/MAS)