
KABUPATEN MALANG – malangpagi.com
Salah satu penanda kemajuan kebudayaan di zaman Megalitikum adalah penggunaan perhiasan berupa manik-manik. “Manik-manik itu bagian dari masa prasejarah. Pada zaman itu pula, manusia sudah menggunakan batu sebagai alat barter dan penunjuk status sosial,” ungkap pemandu Museum Ganesya (Gelar Indonesia Budaya), Ampri Bayu Saputra kepada Malang Pagi, Sabtu (21/5/2022).
Sebagai penunjuk kasta pada masa ini, ditengarai dengan semakin banyak seseorang memakai manik-manik, maka semakin tinggi pula strata sosialnya. “Manik-manik juga digunakan sebagai bekal kubur. Di mana ada keyakinan dari orang prasejarah, bahwa manik-manik memiliki fungsi religius. Jika dikenakan pada orang yang meninggal, maka dipercaya orang tersebut akan langgeng di alam surga,” jelasnya.
Ampri memaparkan, manik-manik yang dipakai manusia pada era Megalitikum menjadi penanda bahwa orang sudah menjadikan batu sebagai sesuatu yang berharga. “Hal menarik lainnya dari manik-manik, adalah mereka dapat menentukan batas usia seseorang,” terangnya.
Menurut kajian Indonesia Heritage, manik-manik menunjukkan simbolisasi umur seseorang dengan pengklasifikasian berdasarkan warna. “Untuk usia 15 hingga 25 tahun mengenakan manik-manik bewarna merah hitam. Untuk umur 25 hingga 30 tahun memakai manik-manik berwarna merah keunguan. Dan bagi mereka yang berusia 30 ke atas menggunakan manik-manik berwarna kuning,” urai Ampri.
Tidak hanya itu, keunikan manik-manik juga dapat dilihat dari proses pembuatannya, mulai yang sederhana hingga memiliki tingkat kerumitan tinggi. “Seperti manik-manik karang muda ini. Proses pembuatan cukup biasa. Orang prasejarah mengumpulkan karang yang masih muda, selanjutnya dipecah dan disusun dari yang terkecil hingga yang terbesar. Kemudian dilubangi dengan alat tajam yang terbuat dari batu atau tulang,” jelas Ampri.
“Manik-manik monokrom ini memiliki bentuk tidak teratur. Dan pada masa lampau dianjurkan untuk dikenakan oleh dukun guna menyembuhkan penyakit,” lanjutnya.
Ampri menyebut, manusia prasejarah juga telah mengkonfigurasi bahan pembuatan manik-manik dari bahan campuran, yang terbuat dari sulfur alam seperti belerang, lumpur, dan tanah. “Bahan-bahan tersebut dicampur dan diramu, kemudian dicetak menjadi manik-manik. Seperti manik-manik kuning sulfur ini, yang biasanya digunakan sebagai pelengkap upacara dan acap kali dipakai untuk menghalau penyakit,” bebernya.
“Tidak hanya itu, manik-manik kaca cermin juga mengalami proses pembuatan yang cukup pelik. Manik-manik jenis ini selalu berwarna monokrom, serta umumnya berusia tua dan penggunaannya hampir selalu bersamaan dengan upacara atau ritual tertentu,” tutur Ampri.
Tingkat kerumitan pembuatan inilah, lanjut Ampri, yang menjadikan manik-manik sebagai penanda tingkat sosial bagi si pemakai. Semakin tinggi tingkat kesulitannya, maka dapat dipastikan orang tersebut memiliki strata sosial yang tinggi pula.
Menurut Ampri, fungsi pokok yang terdapat pada manik-manik inilah yang menjadi penanda peradaban manusia. Melalui ragam warna, hasil, asal manik-manik, dan proses pembuatannya. “Ini menjadi salah satu bukti bahwa peradaban manusia pada masa Megalitikum sudah maju,” tegasnya.
Ampri mengatakan, konsepsi sosial pada masa prasejarah sudah terbentuk dan tidak sesederhana nilai dari sebuah manik-manik, baik berupa kalung maupun gelang. Tetapi manusia di zaman itu sudah menciptakan pranata melalui tanda, warnam dan kontinuitas.
“Intinya, masyarakat prasejarah sudah canggih dan heterogen. Bagaimana proses orang dahulu menciptakan tanda dengan sangat luar biasa. Menghargai alam dengan sangat baik dalam konteks kehidupan masyarakat dengan sangat baik,” jelasnya.
Cukup banyak koleksi manik-manik yang terpajang di Museum Ganesya ini. Di antaranya terdapat manik-manik polikrom Indo-Pasifik, manik-manik batu hablur biru, manik-manik kaca antik buram, manik-manik kaca merah hati, manik-manik tembikar, manik-manik kaca cereme Indo-Pasifik, dan manik-manik batu kornelian Jawa Timur.
Tidak hanya itu, museum budaya terbesar di Malang Raya yang berlokasi di Jalan Graha Kencana Raya, Karanglo Singosari Kabupaten Malang tersebut juga menyuguhkan koleksi lainnya. Mulai dari zaman Kerajaan Singosari, Majapahit, peradaban Islam, hingga cerita Panji. Bahkan, terdapat pula koleksi asli boneka Si Unyil lengkap dengan storytelling dan dipandu guide mumpuni. (Har/MAS)