KABUPATEN MALANG – malangpagi.com
Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) adalah sebuah lembaga sosial yang mewadahi kaum disabilitas untuk berkarya dan melakukan hal bermanfaat untuk sesama dan lingkungan.
Lembaga ini tidak saja melaksanakan kegiatan dalam hal ekonomi, namun tak jarang juga melakukan aktivitas penyelamatan lingkungan. Di antaranya mendaki gunung, penanaman pohon, pungut sampah di area gunung, dan perbukitan, serta melakukan jelajah situs-situs.
Dalam rangka penyelamatan lingkungan, LINKSOS bekerja sama dengan Pemerintah Desa Turirejo dan Kepala Resort Pemangku Hutan (KRPH) Wonorejo menggelar Sarasehan Rintisan Bumi Perkemahan Gunung Wedon, yang dilaksanakan di Balai Desa Turirejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Selasa (15/6/2021).
Hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Desa Turirejo dan tokoh masyarakat, KRPH Wonorejo, Ketua Kwarran Lawang, dan Wakil Ketua PMI Kecamatan Lawang.
“Sarasehan ini untuk menggandeng lintas sektor. Di antaranya Pramuka Kwarran Kecamatan Lawang dan PMI Kecamatan Lawang, untuk mengembangkan Bhumi Perkemahan Inklusi di Gunung Wedon yang berlokasi di desa tersebut,” jelas Ketua sekaligus Pembina LINKSOS, Kertaning Tyas.
Dirinya menjelaskan, kegiatan pengembangan Bhumi Perkemahan Inklusi merupakan bentuk kerja sama LINKSOS dengan pemerintahan desa setempat dan Perhutani, yang sudah terealisasi sejak Juli 2020. Kerja sama tersebut termuat dalam Surat Keterangan Domisili Kegiatan dari Pemerintah Desa Turirejo, dengan nomor 467/35.07.25.2009/2020.
“Inklusi sendiri memberikan makna mengakomodasi kebutuhan dan hak semua warga masyarakat, termasuk kelompok rentan. Di antaranya penyandang disabilitas, lansia, anak-anak, transpuan, dan sebagainya. Maka dalam pengembangannya perlu melibatkan lintas sektor dari seluruh lapisan masyarakat,” imbuh pria yang aktif di bidang kemanusian itu.
Ken, begitu Ia disapa, menceritakan bahwa awal mula kegiatan LINKSOS di Gunung Wedon adalah untuk meningkatkan imunitas di masa pandemi. Setelah meninjau lokasi dan kondisi gunung yang terletak di perbatasan Lawang dan Pasuruan itu, diketahui bahwa sebagian lerengnya gundul . Sehingga LINKSOS tergerak untuk melakukan penghijauan, bekerja sama dengan komunitas pendaki gunung dan jaringan perguruan tinggi.
Untuk fokus dalam hal penyelamatan dan kepedulian lingkungan, LINKSOS mengembangkan Sekolah Alam Gunung Wedon sebagai pusat pendidikan dan pelatihan difabel untuk mendaki gunung.
Hal membanggakan ditorehkan alumni dari sekolah ini, yang merupakan para difabel dan pendamping yang lolos pendidikan dan pendakian, telah berhasil mendaki gunung dan perbukitan. Di antaranya Gunung Butak, Gunung Kawi, dan Gunung Arjuno. Jumlah anggotanya saat ini sebanyak 16 orang.
Diselenggarakannya sarasehan adalah sebagai wadah untuk menyampaikan gagasan dalam upaya penyelamatan lingkungan, serta untuk mengajak masyarakat agar peduli terhadap lingkungan sekitar.
“Pada dasarnya, Perhutani mendukung kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan hutan. Terlebih yang dilakukan LINKSOS adalah kegiatan berkelanjutan,” ungkap Kepala Resort Pemangku Hutan, Supriyono.
Pihaknya menegaskan, dukungan akan diberikan sepenuhnya, dengan catatan seluruh kegiatan tidak mengubah fungsi hutan itu sendiri.
Selaras dengan itu, Ketua Kwarran Lawang, Gunarto juga mendukung program Rintisan Bhumi Perkemahan Inklusi dengan karya bakti Pramuka tingkat Penggalang yang bisa membantu penghijauan. Sedangkan untuk tingkat Siaga bisa melakukan kegiatan berkemah di lapangan desa, kemudian melakukan penjelajahan di Gunung Wedon.
Tak kalah pentingnya, Palang Merah Indonesia yang diwakili oleh Setyo Harjulun menyampaikan, pihaknya akan membantu pemetaan lokasi dan mitigasi kebencanaan, sekaligus memberikan edukasi. “Karena ini Bhumi Perkemahan Inklusi, maka mari kita buat jalur pendakian Gunung Wedon yang ramah difabel,” ajaknya.
Di kesempatan tersebut, Ezra, seorang penyandang disabilitas mental akibat epilepsi mengaku sedang menyiapkan jalur pendakian ramah difabel untuk mendukung rintisan Bhumi Perkemahan Inklusi, yang diberi nama Difpala.
“Difpala merupakan jalur pendakian khusus disabilitas. Kemiringannya landai namun terus menuju puncak, sehingga tidak berat dan sesuai untuk pendaki pemula difabel,” jelas pria yang mengaku epilepsinya jarang kambuh akibat sering naik gunung.
Sementara itu, Kertaning Tyas menjelaskan bahwa tantangan kegiatan penghijauan adalah kesadaran masyarakat sekitar gunung untuk turut serta menjaga bibit yang di tanam.
Oleh karena itu diperlukan strategi khusus agar masyarakat terlibat penuh dalam kegiatan ini. Baik warga Desa Turirejo khususnya, meluas sekecamatan Lawang, Kabupaten Malang, hingga nasional. Mengingat menjaga gunung sebagai tameng ekologi adalah tanggung jawab bersama.
“Salah satu strategi yang dimaksud adalah dengan melibatkan masyarakat melalui kegiatan kepramukaan,” tutupnya.
Reporter : Hariani
Editor : MA Setiawan