
KOTA MALANG – malangpagi.com
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang menginisiasi rapat koordinasi secara virtual bersama Satgas Covid-19, untuk mengetahui keadaan Kota Malang saat pandemi, serta langkah strategis yang sudah ditempuh Pemerintah Kota Malang dalam penanggulangan dan penanganan Covid-19.
Satgas Covid-19 diwakili oleh Walikota Malang Sutiaji didampingi Wakil Walikota Sofyan Edi Jarwoko, Sekretaris Daerah Kota Malang Erik Setyo Santoso, dan Foum Komunikasi Perangkat Daerah (Forkompinda) beserta staf yang berada di Gedung Ngalam Command Center (NCC) Balaikota Malang. Sedangkan anggota legislatif mengikuti rakor di Ruang Rapat Paripurna lantai 3 Gedung DPRD. Kamis (29/7/202).
Ketua DPRD Kota Malang, I Made Rian Diana Kartika menjadi moderator dalam rakor ini. “Rapat koordinasi ini merupakan wadah untuk mengetahui bagaimana perkembangan Covid-19. Ketua Satgas bisa langsung memaparkan,” ujar Made sapaan akrabnya.
Rakor dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama adalah pemaparan dari Ketua Satgas Covid-19 Kota Malang, dan berikutnya adalah sesi tanya jawab.
“Dalam kesempatan ini saya selaku moderator berharap, rapat koordinasi ini adalah wadah untuk mencari solusi bukan menyalahkan apalagi menghujat,” tegas politisi PDI Perjuangan itu.
Untuk pemaparan yang seharusnya dijelaskan Ketua Satgas Covid-19 Kota Malang Sutiaji ,namun pada kesempatan ini diwakilkan kepada Sekretaris Daerah Kota Malang, Erik Setyo Santoso.
“Terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Dalam kesempatan ini kami akan memaparkan pandemi di Kota Malang mulai dari awal hingga saat ini,” ungkap Erik.
Dirinya memaparkan, kasus Covid-19 pertama kali ditemukan di Kota Malang pada 17 Maret 2020 dengan kasus pertama Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dinyatan positif.
Pemkot Malang pun bergerak cepat menanggapi hal ini. Hingga dilakukan langkah-langkah antisipatif dengan senantiasa mengikuti pedoman secara nasional.

Mantan Kepala Disnaker – PMPTSP itu menjelaskan, setiap langkah yang ditempuh didukung oleh dasar hukum, baik Peraturan Walikota (Perwal), Keputusan Walikota, hingga Surat Edaran Walikota.
“Untuk itulah kita mengenal istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), transisi dan new normal. Saat new normal, kita semua optimistis bahwa pandemi akan berakhir. Namun siapa sangka, gelombang Covid-19 kembali menghantam. Oleh karena itu diberlakukan aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Hingga kita mengenal istilah PPKM mikro, PPKM Darurat dan PPKM level 4 seperti yang kita jalani saat ini,” ujar pria kelahiran Kediri itu.
Menyikapi wabah korona di Kota Malang, Erik mengatakan bahwa pada April 2020 Kota Malang telah mengusulkan pengendalian ketat dengan pertimbangan kasus masih rendah, rasio tenaga kesehatan, dan fasilitas kesehatan masih mencukupi.
Selain itu, dunia usaha masih memiliki tabungan atau daya tahan untuk bertahan. Gerakan 3T yaitu tracing, testing dan treatment adalah langkah tepat. Akan tetapi usulan tersebut tertunda persetujuannya.
Erik mengungkapkan, hingga saat ini Pemerintah Kota Malang melakukan strategi penanganan Covid-19 dengan menerapkan strategi utama dan penyangga.
“Strategi utama yang ditempuh yakni menerapkan 3T, 5M yaitu protokol kesehatan yang memerlukan kedisiplinan semua pihak, serta pemberian vaksinasi, sarana prasana, dan sumber daya tenaga kesehatan,” papar Erik.
Dirinya menambahkan, untuk strategi penyangga yang digulirkan adalah pemberian bantuan sosial serta melakukan sosialisasi penegakan disiplin, yang dilaksanakan melalui pendekatan secara humanis dan persuasif namun tetap tegas.

Pria yang gemar berolahraga itu menyampaikan, Pemkot Malang telah menggelontorkan anggaran dalam penanganan dan penanggulangan Covid-19 sebesar 110 miliar 627 juta 257 ribu 502 rupiah, dan sudah direalisasikan sebesar 52 miliar 697 juta 303 ribu 411 rupiah, alias sudah diserap sebesar 47 persen.
Realisasi anggaran tersebut di-brekdown untuk bidang kesehatan sebesar 88 miliar 310 juta 620 ribu 402 rupiah, yang sudah direalisasikan sebesar 44 miliar 503 juta 512 ribu 107 rupiah, atau 50,39 persen.
Untuk jaring pengaman sosial dianggarkan sebanyak 13 miliar 520 juta 125 ribu rupiah, yang telah direalisasikan sebesar 5 miliar 214 juta 458 ribu rupiah, atau terserap sebanyak 38,57 persen.
“Dan untuk penanganan dampak ekonomi disediakan anggaran sebanyak 8 miliar 796 juta 512 ribu 100 rupiah, dan sudah direalisasikan sebesar 2 miliar 979 juta 333 ribu 304 rupiah, atau sebanyak 33,87 persen,” urai Erik.
“Untuk Belanja Tidak Terduga (BTT), Pemerintah Kota Malang sudah mengalokasikan sebesar 56 miliar 484 juta 1.504 rupiah, dan sudah direalisasikan sebanyak 34 miliar 35 juta 779 ribu 65 rupiah, atau sebesar 60,26 persen,” imbuhya.
Erik yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan itu mengungkapkan, jumlah dan status Bed Occopancy Rate (BOR) di Kota Malang sudah terisi lebih dari 80 persen. Dengan rincian ruang ICU kapasitas 45 ruang sudah terisi 44 ruang, dan sisa 1 ruangan dengan jumlah kapasitas BOR 97 persen.
“Untuk ruang isolasi masih tersisa 107 ruang dengan kapasitas 995 ruang dan sudah terisi 888 ruang. Namun untuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) Covid kapasitas hanya 66 ruang dan sudah terisi 71 ruang. Itu artinya ada kekurangan 5 ruang, sehingga BOR mencapai 107 persen. Data ini terupdate per 28 Juli 202,” ujar Erik.
Fenomena BOR yang mengalami kenaikan menggambarkan bahwa fakta di lapangan masyarakat Kota Malang yang terpapar cukup tinggi. Sehingga harus diambil langkah konkret untuk meminimalisir penyebaran virus korona ini, dan untuk menentukan kebijakan dalam menanggulangi dampak Covid-19.
“Untuk itulah dalam PPKM level 4, Pemerintah Kota Malang melakukan terobosan dengan penguatan PPKM Mikro di lingkungan Rukun Warga (RW). Meliputi ketangguhan kesehatan, ketangguhan pangan, ketangguhan komunikasi, dan ketangguhan psikologi dengan menyasar langsung pada tingkat bawah, yaitu skala Rukun Tetangga (RT) dan RW,” beber Erik.
Di samping itu, komunikasi terus dikuatkan berbagai media untuk membangun literasi bersama dalam penanganan Covid-19. Baik media sosial, konvensional, cetak, elekronik, dan tatap muka.
Peranan tokoh agama, tokoh masyarakat, influencer atau pegiat media sangat diperlukan, untuk meluruskan hoaks dan isu yang memecah belah.
“Tidak kalah pentingnya, apresiasi kepada seluruh pihak yang telah membantu mengomunikasikan kebijakan pemerintah,” pungkas Erik (Har/MAS)