
Opini : Audi Aura Lazuardi Ananta – malangpagi.com
Berita pencurian hampir setiap hari muncul di televisi, selain berita mengenai masa pandemi. Tindakan tersebut sangat meresahkan. Masyarakat pun semakin was-was menjaga harta mereka. Meleng sedikit, pasti sudah diembat pencuri.
Bahkan daerah perumahan yang dilengkapi Satpam tetap tidak terhindar dari pencurian. Tindak kriminalitas tersebut tetap akan terjadi, selagi pelaku memiliki kesempatan untuk melakukannya
Namun apa sebenarnya yang melatarbelakangi terjadinya tindak pencurian tersebut? Mungkin sebagian besar akan menjawab karena mereka memiliki sifat jahat ingin memiliki barang orang lain. Tetapi, pernahkah berpikir mengapa si pencuri ingin memiliki barang orang lain?
Menurut teori Common Man Theft Syndrome, latar belakang seseorang mencuri adalah karena faktor kebutuhan. Maksudnya, pencurian dilakukan karena dilandasi dari butuhnya seseorang untuk keperluan dirinya.
Keperluan ini biasanya mendesak, sehingga seseorang berpikir bahwa mencuri adalah hal paling mudah dilakukan dan mendapatkan apa yang dibutuhkan dengan cepat.
Pengeluaran Lebih Besar dari Pemasukan
Banyak kebutuhan yang terus bertambah di masa pandemi, terutama biaya kesehatan. Masyarakat akan membeli berbagai produk kesehatan untuk menjaga tubuh agar tetap sehat. Sedangkan harga produk kesehatan tersebut tentunya tidak murah. Bahkan harganya dapat berkali lipat lebih mahal saat banyak orang yang membutuhkannya.
Selain itu, harga pangan saat pandemi juga turut melonjak. Hal tersebut terjadi karena adanya masalah pendistribusian yang terganggu karena imbas dari Covid-19. Distribusi yang tidak lancar kontan membuat harga saat tiba di konsumen menjadi lebih mahal.
Adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga mengharuskan masyarakat untuk bekerja di rumah, atau Work From Home (WFH). Di mana kegiatan akhirnya dilakukan serba online, dan tentunya membutuhkan kuota internet yang lebih banyak dari sebelumnya.
Kondisi ini juga berlaku kepada anak-anak sekolah. Orangtua akan lebih mengalami banyak mengalami pengeluaran untuk membeli smartphone sekaligus kuota internet.
Sementara bagi orangtua yang pekerjaannya bergantung pada sektor informal, atau yang di PHK saat masa pandemi, kondisi tersebut tentu menjadi musibah sangat besar.
Pandemi ini tak dipungkiri membuat sejumlah pekerjaan mengalami kondisi keuangan buruk, sehingga terjadi pemotongan gaji bahkan pemutusan hubungan kerja. Diterapkannya PPKM di berbagai kota untuk menekan penyebaran Covid-19 pun justru membuat banyak sektor industri mengalami penurunan pendapatan tajam.
Dari penjelasan di atas, jelas sudah bahwa terjadi pengeluaran yang lebih besar daripada pemasukan di masyarakat. Mereka akan berusaha memenuhi kebutuhan untuk bertahan hidup di tengah pandemi dengan berbagai usaha.
Sehingga mereka yang merasa sangat membutuhkan uang akan nekat mencuri selagi ada kesempatan. Bagi mereka, mencuri mungkin tidak melewati proses berpikir panjang. Karena hal terpenting adalah memenuhi kebutuhan ekonomi.
Faktor Ekonomi Bukan Satu-satunya
Selain faktor ekonomi, ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang terpaksa melakukan pencurian. Faktor gaya hidup konsumtif salah satunya. Di mana terdapat kecenderungan ingin merasakan hidup bersenang-senang dengan membeli barang secara berlebihan.
Masa pandemi tak luput juga membuat banyak kegiatan dapat dilakukan serba online, termasuk belanja. Seseorang berpotensi menjadi konsumtif dengan kemudahan yang ditawarkan layanan belanja online.
Fenomena ini tidak menutup kemungkinan seseorang dengan gaya hidup konsumtif akan semakin membabi buta membeli barang yang mereka inginkan. Namun perekonomian di luar kemampuan mungkin akan memaksa mereka memenuhi segala keinginan tersebut.
Sehingga pada akhirnya seseorang dapat melakukan apa saja. Seperti pencurian berkedok utang. Dan kemudian kabur, menikmati hasil curian untuk bersenang-senang dan berbelanja sesuka hati.
Korupsi juga merupakan satu bentuk pencurian. Pandemi terbukti tidak membuat tindakan korupsi berhenti, bahkan semakin merajalela. Faktornya adalah keserakahan. Setinggi apapun pendapatan, jika seseorang memiliki sifat serakah, maka semua tak akan pernah cukup.
Perlu digarisbawahi, tidak semua pencurian dilakukan atas dasar untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan gaya hidup. Salah satu faktor yang menarik dibahas adalah kleptomania.
Perilaku mencuri ini didasari oleh gangguan kejiwaan, bukan serta merta karena kondisi perekonomian. Bagi seorang penderita kleptomania, mencuri tidak dilakukan karena membutuhkan barang tersebut, melainkan karena ketidakmampuan menahan diri untuk mencuri.
Seorang penderita kleptomania bisa saja sebenarnya mampu membeli sendiri barang-barang yang mereka curi tesebut. Malah terkadang barang yang mereka curi tidak berharga sama sekali. Namun bagi mereka, mencuri adalah sebuah aktivitas yang menyenangkan, memuaskan, dan melegakan. Mereka dapat mencuri di mana dan kapan saja, saat tidak dapat menahan diri untuk melakukannya.
Dari sekian banyak kejadian yang diakibatkan karena pandemi, mencuri jelas bukan hal tepat untuk dilakukan. Jika sampai tertangkap, masalah yang terjadi malah akan semakin bertambah.
Kita yang memiliki kehidupan lebih dari cukup mungkin harus lebih peka pada lingkungan sekitar. Barangkali ada tetangga, teman, atau kerabat yang sedang membutuhkan di masa pandemi ini. Semoga pandemi segera berakhir dan semua orang dapat kembali beraktivitas seperti sedia kala.
–––
*Penulis Mahasiswa Sosiologi FISIP, Universitas Muhammadiyah Malang.