KOTA MALANG – malangpagi.com
Malang Plaza, salah satu pusat perbelanjaan tertua di Kota Malang ini tak luput dari dampak pandemi. Mal yang dulu pernah berjaya ini kini dihuni mayoritas stan yang kosong dan tak terpakai.
Untuk menghidupkan kembali mal yang berdiri sejak 1985 tersebut, Direktur Utama Malang Plaza, Laurencia Ike Anggriani mencoba berinovasi dengan mengusung konsep Art, Heritage, and Vintage Mall. “Konsep ini akan mengumpulkan seniman yang berjualan barang antik di satu tempat,” ungkap Ike kepada Malang Pagi, dalam acara Sharing Session dan Rencana Usaha Bersama, bertempat di lantai 2 Malang Plaza, Selasa (26/4/2022)
Menurut Ike, penjual barang antik selama ini masih tersebar, sehingga pembeli terkadang merasa kesulitan dalam mencari barang yang mereka inginkan. Maka dari itu, Malang Plaza mencoba hadir untuk mewadahi para pecinta seni, baik penjual barang antik, lukisan, keris, maupun uang kuno.
“Kebetulan di lantai 2 dan 3 Malang Plaza ada lahan kosong. Jika ditotal seluas 3.500 meter persegi. Saya rasa mampu memuat 200 orang. Nanti sistemnya menetap. Jadi para pedagang tidak menyewa stan, namun hanya membayar biaya listrik dan air. Terus terang, dalam hal ini kami tidak mengejar profit,” paparnya.
Ike menjelaskan, salah satu yang metarbelakangi munculnya konsep ini adalah lokasi Malang Plaza yang terletak di sekitar kawasan cagar budaya. Apalagi kawsan Kayutangan, yang berada tak jauh dari situ, telah ditetapkan sebagai ibukota Malang Heritage.
“Jadi kami ingin mengenalkan Malang Plaza dengan wajah lain. Yaitu sebagai mal pertama dan satu-satunya di Kota Malang yang mengangkat tema heritage. Di samping itu, kami berharap Malang Plaza juga menjadi tempat seniman menelurkan ide-ide mereka. Karena Kota Malang itu kan gudangnya seniman bertalenta,” terangnya.
Dirinya pun mengungkapkan, Walikota Malang Sutiaji menyambut baik pembukaan Malang Plaza sebagai sebuah Mal Heritage, yang rencananya akan dibuka pada 1 Juni mendatang, bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila.
“Dengan dibukanya Malang Plaza yang mengusung konsep Art, Heritage, and Vintage Mall, kami harapkan akan kembali menjadi ikon Kota Malang. Sebagaimana berkaca di tahun 2000an, di mana Malang Plaza menjadi sentra handphone Kota Malang,” tutur Ike.
Lebih lanjut, Ike pun menyampaikan bahwa pihaknya juga akan menerapkan sistem penjualan secara online, agar barang-barang seni yang dijual dapat dikenal pasar hingga ke luar Kota Malang.
Pendapat senada disampaikan Wahyu Eko Setiawan, yang turut menjadi inisiator kegiatan ini. Dirinya juga menegaskan bahwa penjualan barang tidak hanya display di lapak saja. “Nanti akan ada satu tim yang membantu pemasaran di dunia maya. Jika penjualan secara online laku, maka akan dipotong untuk packing dan biaya lainnya,” jelas WES, sapaan karibnya.
Dirinya menyampaikan, stan-stan yang disediakan oleh pihak Malang Plaza tidak boleh dimonopoli oleh pribadi tertentu, sekalipun memiliki modal. “Jadi harus adil dan ada kategori. Sehingga semua teman-teman dapat terwadahi,” tandas WES. (Har/MAS)