KOTA MALANG – malangpagi.com
Ketua Real Estate Indonesia (REI) Komisariat Malang Raya, Suwoko mengeluhkan sulitnya perizinan. terutama dalam menggunakan sistem OSS (Online Single Submission) yang membutuhkan waktu hingga setahun, karena entry data dan sistem yang dianggapnya ribet.
Pihaknya pun mengusulkan, kewenangan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) diserahkan kepada daerah, yaitu kepada kota atau kabupaten, agar penerbitannya dapat lebih cepat. Begitu pula dengan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) untuk dapat dievaluasi.
“Kami mengharapkan investor dapat disambut dengan baik di Kota Malang. Investor dipermudah dalam proses perizinan,” ucap Suwoko dalam acara Halalbihalal Persatuan Perusahaan REI Komisariat Malang Raya, Selasa (31/5/2022).
Pada perhelatan yang diselenggarakan di Grand Mercure Hotel and Convention Malang itu, Suwoko menyampaikan sejumlah kendala dalam PBG. Menurutnya, Pemerintah Daerah dapat mengambil sikap. Apakah masih bisa dikeluarkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) model lama yang manual?
“Karena saat kita menggunakan sistem OSS yang terpusat, itu cukup rumit. Kalau mengajukan puluhan mungkin mudah. Tapi kalau ribuan itu yang menjadi masalah,” keluh Suwoko.
“Pastinya sistem akan error. Kan tidak mungkin pihak bank akan menerima tanda terima saja dari kita. Harus real bahwa kita sudah melakukan proses perizinan,” imbuhnya.
Lebih lanjut Suwoko menjelaskan bahwa IMB adalah syarat untuk proses KPR (Kredit Perumahan Rakyat). Jika tidak ada, maka otomatis bank tidak akan menyetujui. Dirinya pun berharap, Pemerintah Daerah dapat lebih bijaksana dalam menghadapi investor.
“Tidak saklek dan aware. Jika PBG-nya ditangani daerah, maka itu juga akan menguntungkan. Karena PAD (Pendapatan Asli Daerah) tidak terganggu,” terangnya
Pihaknya juga memaparkan terkait LSD (Lahan Sawah Dilindungi), yang juga menjadi keluhan para pengembang. Pasalnya, meskipun lahan sudah ada izinnya, namun saat dilihat melalui satelit ternyata masih berupa lahan hijau.
“Kami tidak bisa bergerak. Meskipun ada kebijakan jika izin yang keluar sebelum 2022 tidak berlaku surut. Tapi kan juga tetap repot. Kami harus menjelaskan ke pemerintah terkait status perizinannya,” beber Suwoko.
Suwoko menegaskan bahwa dua hal tersebut menjadi masalah krusial. Padahal pihaknya optimistis dunia properti akan membaik, seiring melandainya angka paparan Covid-19.
“Kami optimistis karena untuk lokasi yang bagus sudah ada penjualan, meskipun tidak mencapai target. Saat pandemi, penjualan rumah mengalami penurunan. Untuk wilayah strategis antara 40 hingga 60 persen. Sedangkan untuk lokasi di pinggir Kota Malang hampir mencapai 80 hingga 90 persen,” jelasnya. Suwoko mengaku senantiasa berkomunikasi dengan Pemerintah Daerah untuk mencari solusi.
Menanggapi keluhan tersebut, Walikota Malang Sutiaji meminta maaf terkait pelayanan yang dirasa masih kurang optimal. “Sekarang ada Undang-Undang Cipta Kerja. Ke depan harus dipermudah. Tidak boleh dipersulit. Perdanya masih digodok. Kemarin kami masih berkirim surat, termasuk Perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) masih terkendala dengan LSD,” paparnya.
Sutiaji menerangkan, filosofi Undang-undang Cipta Kerja adalah memangkas birokrasi-birokrasi dengan satu pintu. “Satu pintu, tapi jendela-jendela dibuka dengan maksud tertentu tidak dibenarkan, dan kami akan menindak bagi yang ingin main-main,” tegas orang nomor satu di Kota Malang itu.
Terkait LSD, Sutiaji mengaku bahwa pihaknya telah menyodorkan 14 hektare tanah milik privat, dan empat hektare tanah milik Pemerintah Kota Malang, dikarenakan prototipe Kota Malang bukanlah kota penyuplai produksi beras.
“Tapi dari Kementerian nge-zoom melalui Google Map, pokok hijau dimaknai sawah. Maka muncul angka 1.026 hektare. Akhirnya kami minta verifikasi lagi, keluar menjadi 737 hektare. Lucunya, 737 hektare itu teridentifikasi di kawasan Kesatrian masuk area sawah, karena berwarna hijau,” bebernya.
Merasa tidak puas, Pemkot Malang lantas mengajukan surat lagi kepada Kementerian. “Termasuk lahan-lahan milik pengembang itu diklaim sebagai lahan sawah, padahal irigasinya tidak ada. Akhirnya muncul lagi LSD 417 hektare. Kami pun mengajukan klausul untuk dilakukan PSN (Proyek Strategis Nasional),” ungkap Sutiaji.
Dengan ikut menjadi PSN, Sutiaji menyebut akan ada proyek insentif dan disinsentif. Mungkin pajaknya dibebaskan, atau lahannya dibeli negara. “Kami keberatan kalau LSD segitu. Teman-teman REI tidak bisa bekerja karena dipergunakan untuk sawah. Golnya kami mempertahankan 14 atau 18 hektare, dan kami akan melindungi pengembang untuk berinvestasi di Kota Malang,” janjinya.
Dirinya juga mengatakan, masyarakat Kota Malang yang memiliki hunian tercatat sekitar 80 persen, maka kewajiban negara harus menyiapkan lahan permukiman melalui pengembang. Dirinya pun mengupayakan sistem akumulatif dengan sistem aglomerasi bersama Kota Batu, sehingga kebutuhan lahan permukiman dapat tercukupi.
“Jangan sampai Kota Malang dipaksa LSD-nya diperbanyak. PBG OSS itu sepertinya memudahkan tapi menyulitkan. Entry-nya banyak, sistemnya panjang kali lebar. Ini menghambat investasi,” ujar Sutiaji.
“Silakan kami ikut. Tapi apa artinya Peraturan Daerah dengan regulasinya jika ternyata mandul. Jangan sampai ada kesan mempersulit di Kota Malang,” tandasnya. (Har/MAS)