KOTA MALANG – malang pagi.com
Wakil Walikota Malang, Sofyan Edi Jarwoko menyampaikan bahwa belanja daerah Kota Malang mampu direalisasikan sekitar 87 persen, dari total belanja yang dianggarkan pada APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Kota Malang di tahun 2021.
“Belanja daerah yang dianggarkan sebesar Rp2.561.660.537.962, dan terealisasi sebesar Rp2.225.952.718.513,56 atau sebesar 86,89 persen,” papar pria yang biasa disapa Bung Edi itu, dalam Rapat Paripurna beragendakan Penyampaian Penjelasan Walikota atas Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2021, Kamis (9/6/2022)
Politisi dari Partai Golkar tersebut menyebut, belanja daerah meliputi belanja operasi yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja hibah, dan bantuan sosial. “Untuk belanja modal yang dianggarkan sebesar Rp329.382.614.000, mampu terealisasi sebesar Rp295.092.608.923,53, atau sebesar 89,59 persen,” jelasnya
Begitu pula Belanja Tak Terduga (BTT) yang tidak dapat direalisasikan sesuai target. “BTT yang dianggarkan sebesar Rp81.384.922.982, hanya mampu terealisasi sebesar Rp45.554.645.072,57, atau sebesar 55,97 persen,” beber pejabat asli arek Malang itu.
Di sisi lain, Bung Edi juga menyampaikan bahwa pendapatan daerah melampaui target, yaitu sebesar 107,42 persen. “Untuk pendapatan daerah ditargetkan sebesar Rp2.003.773.466.717. Terealisasi sebesar Rp2.152.355.838.252,87. Sehingga terdapat pelampauan target sebesar Rp148.582.371.535,87, atau pendapatan daerah mencapai 107,42 persen,” jelas politisi yang aktif menggelorakan penanaman pohon pule itu.
Bung Edi menyebut, pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan asli daerah yang sah.
“Pendapatan asli daerah yang sah ditargetkan sebesar Rp81.307.331.108. Terealisasi sebesar Rp106.770.013.611,28, atau sebesar 131,32 persen. Sehingga terjadi pelampauan target senilai Rp25.462.682.503,28,” urai Bung Edi.
Lebih lanjut, untuk pendapatan daerah juga diperoleh dari pendapatan transfer yang meliputi dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil Sumber Daya Alam, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana penyesuaian, pendapatan hasil bagi pajak dari provinsi dan pendapatan bagi hasil lainnya dari provinsi, serta pendapatan yang sah berupa pendapatan lainnya.
Dalam kesempatan tersebut, Bung Edi memaparkan bahwa pelaporan realisasi anggaran, baik dari sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan untuk periode tahun anggaran 2021 telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia Provinsi Jawa Timur, dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Laporan ini sudah tahap final, dan telah dilakukan pemeriksaan atau audit oleh BPK RI Provinsi Jawa Timur. Setelah disampaikan dalam Rapat Paripurna, harapannya anggota legislatif dapat membahas mekanisme yang ada, apakah diperdalam di komisi atau panitia anggaran,” tutur Bung Edi
“Kami sebagai eksekutif, tentunya mengikuti melalui Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), dan kami menyesuaikan dengan jadwal-jadwal yang ada di DPRD,” imbuhnya.
Pihaknya menegaskan, laporan keuangan Pemerintah Kota Malang disusun untuk menyediakan informasi yang relevan, mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh Pemkot Malang selama satu periode pelaporan, dengan membandingkan realisasi pendapatan dan belanja dengan anggaran yang ditetapkan.
Ditemui usai Rapat Paripurna, Ketua DPRD Kota Malang, I Made Rian Diana Kartika mengatakan bahwa seharusnya serapan belanja di atas 90 persen. “Dari laporan yang disampaikan tadi, serapan belanja masih kurang. Itu akan kami dalami melalui kerja teknis, dan nanti akan meminta narasumber pembuat LKPJ dan temuan BPK Jawa Timur. Sehingga DPRD lebih memfungsikan diri sebagai pengawasan,” ujar Made.
Politikus asal Bali itu berjanji akan memanggil OPD-OPD (Organisasi Perangkat Daerah), terutama yang kurang serapannya. “Akan kami tanya kendalanya di mana. Ini menjadi penting, karena kami akan membahas KUA (Kebijakan Umum Anggaran) PPAS (Prioritas Plafon Anggaran Sementara) 2023, agar tidak terulang kejadian yang sama,” terangnya.
Pihaknya juga tidak menginginkan adanya copy paste anggaran dan tingginya SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan). “Harus diketahui sumber masalahnya. Apakah permasalahan SILPA karena gagal lelang, atau sumber masalah dari mana. Harus jelas. Kalau tidak dapat dianggarkan atau dilaksanakan, kenapa harus dianggarkan,” tukas Made.
Menurutnya, SILPA masuk kategori efisiensi jika nilainya antara lima hingga 10 persen dari total anggaran yang ditargetkan. “Jika SILPA mencapai di atas ratusan miliar, kami anggap itu tidak optimal,” pungkasnya. (Har/MAS)