KOTA MALANG – malangpagi.com
Baru-baru ini Walikota Malang Sutiaji melontarkan statemen yang dimuat di salah satu media, meminta Aremania berdemonstrasi ke Tuhan dengan cara menggelar doa bersama, terkait penyelesaian Tragedi Kanjuruhan yang hingga kini masih belum menentu.
Statemen yang dianggal nyeleneh tersebut sontak membuat sejumlah pihak bereaksi. Salah satunya datang dari MPC Pemuda Pancasila Kota Malang.
Pernyataan orang nomor satu di Kota Malang tersebut diucapkan usai memberikan pandangan dalam Forum Group Discussion (FGD) terkait perkembangan dinamika sosial bersama Forkopimda Kota Malang, di Mini Block Office Pemkot Malang, Jumat (2/12/22).
Ketua MPC Pemuda Pemuda Pancasila Kota Malang Agus Sunar Dewabrata dan sekretaris Yiyesta Ndaru Abadi menegaskan bahwa MPC PP Kota Malang melalui personel Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) bertekad untuk terus mengawal upaya Aremania menuntut hak dan keadilan terkait penanganan tragedi Kanjuruhan.
“Indonesia ini negara hukum. Dalam konteks ini, ketika dirasa ada ketidakadilan, maka hak setiap warga negara, termasuk Aremania, untuk mempertanyakannya. Lewat medium apapun yang konstitusional, termasuk demonstrasi atau unjuk rasa, dalam tataran kebebasan berpendapat,” tutur Agus Sunar Dewabrata, menanggapi statemen Walikota Malang tersebut, Sabtu (3/12/2022).
Pria yang akrab di sapa Kaji Nanang itu mengaku pihaknya memaklumi statemen yang disampaikan Walikota Malang. “Kemungkinan maksud Walikota itu baik, tapi kesannya multitafsir. Menindaklanjuti statemen tersebut, dalam waktu dekat MPC PP Kota Malang akan mengadakan audiensi, tabayun, untuk meminta klarifikasi atas maksud sebenarnya dari statemen yang dilontarkan Walikota,” sebutnya.
“Aksi unjuk rasa yang dilakukan Aremania belakangan ini sebenarnya juga bagian dari doa dalam pengertian ikhtiar. Berdoa jelas hal yang sangat melekat pada setiap insan Aremania, kerena semua beragama,” imbuh Kaji Nanang.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, dalam Islam ada istilah habluminallah (hubungan dengan Allah) dan habluminannas (hubungan sesama manusia). “Aksi unjuk rasa itu konteksnya habluminannas, hukum itu juga habluminannas,” tegasnya.
“Sekali lagi, Indonesia ini negara hukum. Maka siapapun yang bersalah harus bertanggungjawab secara hukum. Pengusutan hingga pengadilan yang adil itu juga bagian dari ikhtiar,” jelas Kaji Nanang.
Dirinya juga meminta semua pihak agar bertanya kepada hati nurani masing-masing. Mengapa Aremania harus terus berunjuk rasa?
“Jawabannya jelas, karena mereka belum menemukan keadilan. Ingat, seratus lebih nyawa manusia melayang. Selain itu, Aremania juga bergerak sendiri tanpa kawalan ‘orangtua,’ dalam hal ini Walikota, DPRD, dan lainnya, yang seharusnya bertindak sebagai bapak,” timpal Sekretaris MPC Pemuda Pancasila Kota Malang, Yiyesta Ndaru Abadi.
Dirinya juga mengingatkan rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) atas Tragedi Kanjuruhan yang dipimpin Menko Polhukam, Mahfud MD. Yang menurutnya juga belum dijalankan secara optimal. Sehingga memicu aksi berkelanjutan Aremania.
Seperti diketahui, poin pertama rekomendasi TGIPF menyebutkan bahwa peristiwa di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang, 1 Oktober 2022, terjadi karena PSSI dan para pemangku kepentingan liga sepakbola tidak profesional, tidak memahami tugas dan peran masing-masing, cenderung mengabaikan berbagai peraturan dan standar yang sudah dibuat sebelumnya, serta saling melempar tanggungjawab pada pihak lain.
Sikap dan praktik itu -masih menurujuk rekomendasi TGIPF- merupakan akar masalah yang sudah berlangsung lama, bertahun-tahun, dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola. Sehingga dibutuhkan langkah-langkah perbaikan secara drastis namun terukur, untuk membangun peradaban baru dunia sepakbola nasional.
Poin lainnya menyebutkan, secara normatif memang pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI. Namun di negara yang memiliki dasar moral dan etik serta budaya adiluhung, sudah sepatutnya ketua umum PSSI dan seluruh jajaran komite eksekutif mengundurkan diri, sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.
“Poin lain yang juga penting, yakni agar pemangku kepentingan PSSI melakukan percepatan kongres atau menggelar Kongres Luar Biasa (KLB), untuk menghasilkan kepemimpinan dan kepengurusan PSSI yang berintegritas, profesional, bertanggung jawab, dan bebas dari konflik kepentingan. Ini pun hingga kini juga belum dijalankan,” urai Yesta.
Jadi, dalam konteks itulah Aremania terus mempertanyakannya melalui aksi demo. “Demo itu kan juga doa, setiap gerak Langkah dan ucapan adalah doa,” katanya lagi.
Sedangkan dari aspek pengawalan hukum, BPPH MPC PP Kota Malang intensif melakukannya. Itu juga bagian dari ikhtiar, melalui tagar #UsutTuntas. (DK99/MAS)