KOTA MALANG – malangpagi.com
Tak kurang 103 grup jaranan se-Malang Raya meramaikan Gelar Agung Jaranan yang dihelat di sepanjang Jalan Tugu Kota Malang, Minggu (11/12/2022).
Ketua Jaranan Malang Raya, Ratmoko menyampaikan, Gelar Agung Jaranan digelar sebagai upaya menyatukan tiga pemerintahan daerah di Malang Raya. “Dari ketiga pemerintah daerah tersebut (Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu) belum ada kerjasama. Maka dari itu kami berupaya untuk mengembalikan Malang Raya sebagai satu kesatuan. Baik secara geografis, historis, maupun kebudayaan dan kesenian,” paparnya.
Komunitas Jaranan Malang Raya sendiri dibentuk pada 29 April 2018. Seiring dengan itu, komunitas ini juga membantu grup-grup jaranan se-Malang Raya untuk mengurus Nomor Induk Kesenian (NIK), baik yang baru maupun yang telah kedaluarsa.
Dalam rangka memperkuat terbentuknya Jaranan Malang Raya, Ratmoko mengaku pihaknya telah mengurus legalitas, hingga terbit SK dari Kemenkumham RI pada 24 Agustus 2022.
“Selain untuk menyatukan Malang Raya, Gelar Jaranan Agung ini juga sebagai wujud syukur atas terbitnya SK dari Kemenkumham RI. Di sisi lain, perhelatan ini diadakan sebagai ajang untuk memfasilitasi silaturahmi antarkomunitas Jaran Kepang se-Malang Raya,” papar Ratmoko.
Jaranan yang tampil pagi itu meliputi berbagai genre. Mulai Reog Ponorogo, Jaranan Pegon, Jaranan Dor, Rampak Barong, Bantengan, dan Jaran Dor Kidalan.
“Dari sejumlah kesenian tersebut, yang asli Malang adalah Jaranan Dor Kidalan dengan ciri khas tidak memakai pecut (cemeti). Gerakannya sederhana, dengan sikap dasar seperti seorang ksatria militer,” ujarnya
Jaranan Dor Kidalan sendiri, menurut Ratmoko, eksis sejak ratusan tahun lalu. “Jaranan Dor Kidalan berawal dari niatan pasukan Kutharaja yang akan menyerang Kediri. Kesenian ini ada kaitannya dengan Kerajaan Singhasari, tepatnya Desa Kidal Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. Desa Kidal sendiri sudah ada sejak 1.200-an tahun lalu, dan masih ada hingga sekarang,” terang Ratmoko.
Dirinya juga mengungkapkan, istilah Jaranan merupakan akronim dari Ajaran Kebenaran, konon digambarkan sebagai kendaraan Raja Anusapati yang sedang singgah di Desa Kidal. “Di sisi lain, jaranan juga merupakan media dakwah. Koreografi dari jaranan, terutama di genre Pegon, adalah simbolisasi prosesi wudu sampai akhir salat,” bebernya.
Ratmoko juga mengungkapkan adanya wacana untuk menggelar acara jaranan di tingkat kecamatan setiap tiga atau empat bulan sekali. “Puncaknya akan kami adakan setiap tahun di tingkat Kabupaten atau Kota. Untuk 2023, Gelaran Agung Jaranan akan kami selenggarakan di Kota Batu,” tuturnya.
Sementara itu, Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Budi Hermanto berharap kesenian jaranan terus dilestarikan. “Gelaran Jaranan Agung ini dapat terus diselenggarakan. Dapat dilihat, banyak anak-anak antusias menonton pertunjukan ini. Itu harus kita arahkan,” tutur Buher, sapaan karib Kapolresta.
Hal senada disampaikan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, Suwarjana. Dirinya bertekad menjadikan kesenian jaranan sebagai kurikulum pembelajaran SD dan SMP. “Nantinya, kesenian jaranan akan menjadi kurikulum dan ada instruktur di masing-masing sekolah. Kemudian kami rencanakan untuk ditampilkan oleh siswa-siswi saat peringatan Hari Guru atau Hari Pendidikan Nasional,” sebut Suwarjana. (Har/MAS)