KOTA MALANG – malangpagi.com
Tingginya SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) menjadi sorotan dan catatan penting dari fraksi DPRD Kota Malang. Hal ini diutarakan oleh anggota legislatif dalam Rapat Paripurna beragendakan Penyampaian Pendapat Akhir Fraksi terhadap Pembahasan Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2023.
Seperti yang dikemukakan Amithya Ratnanggani Sirraduhita, perwakilan dari Fraksi PDI Perjuangan. Ia mengatakan bahwa proporsi APBD sekitar 35 persen dari keseluruhan anggaran membuat Kota Malang dalam empat tahun sulit mencapai daerah otonom dengan segala potensi yang seharusnya bisa terus di upgrade dan dimanfaatkan.
“Belanja Daerah dari Pemerintah Kota Malang Tahun Anggaran 2022 sama sekali jauh dari optimal dan hanya mencapai 85,96 persen. Artinya banyak anggaran tidak terserap, sehingga ini sangat merugikan masyarakat Kota Malang sebagai penikmat pelayanan pembangunan,” terang Amithya.
“Hal itu, terkonfirmasi dengan besaran SILPA APBD yang sangat tinggi yakni mencapai Rp 460 miliar, yang tentunya itu mengecewakan kita semua,” tegasnya.
Hal senada disampaikan, perwakilan dari Fraksi Parti Gerindra Djoko Hirtono yang mengatakan masalah belanja terealisasi sebesar Rp 805 miliar lebih dari yang dianggarkan sebesar Rp 900 miliar lebih atau 89,43 persen.
“Untuk itu, agar dijelaskan faktor-faktor apa saja sampai tidak terjadi penyerapan anggaran secara maksimal. Kemudian untuk belanja lain-lain, belanja barang dan jasa hanya terserap 89,48 persen, belanja hibah hanya sebesar 98,78 persen, belanja bantuan sosial terserap 97,52 persen, belanja modal hanya terserap 72,83 persen dan Belanja Tidak Terduga (BTT) hanya terserap 16,3 persen,” papar Djoko Hirtono.
Maka, pihaknya mendesak Pemerintah Kota Malang untuk menjelaskan faktor-faktor apa saja, sehingga masing-masing belanja tidak bisa terserap secara maksimal. “Sehingga dari segi pembiayaan secara keseluruhan menyebabkan SILPA sebesar Rp 460 miliar lebih,” tuturnya.
Selaras dengan itu, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang diwakili oleh Arief Wahyudi juga memberikan catatan terhadap tingginya SILPA Tahun Anggaran 2022. “SILPA pada tahun 2022 sebesar Rp. 460.453.652.250,09. Banyak masyarakat menilai hanya karena lemahnya perencanaan. “Dan kami tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pandangan tersebut. Namun, jika kita mencermati dengan seksama justru masalah penyerapan anggaran pada beberapa Perangkat Daerah yang kurang maksimal yang juga menyebabkan terjadinya SILPA yang cukup besar,” ujarnya.
Untuk itu Fraksi PKB menyarankan ketika APBD sudah terbahas dan disepakati bersama antara Perangkat Daerah dengan DPRD, semua Perangkat Daerah sudah harus melakukan proses pengadaan barang dan jasa serta tidak menunggu proses teknis.
“Sudah bukan rahasia lagi saat penyusunan perencanaan anggaran terutama pada Perubahan APBD. Perangkat Daerah seolah-olah berlomba mengajukan program dan anggaran tambahan. Namun, sering kali terjadi ketika anggaran ditambah justru terjadi SILPA,” bebernya.
“Bahkan, terjadi antara tambahan anggaran yang diminta dengan SILPA lebih banyak SILPA. Untuk itu, kami minta kepada seluruh Perangkat Daerah agar lebih jeli dan telaten di dalam melakukan penyusunan program anggaran maupun belanja,” sarannya.
Lalu, Fraksi Damai Demokrasi Indonesia yang terdiri dari Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Nasdem, Perindo dan Partai Solidaritas Indonesia memandang, meskipun terjadi penurunan SILPA tahun 2022. Tetapi nilai SILPA sebesar Rp 460 miliar lebih masih relatif tinggi. “Sehingga, ke depan perlu ada progres yang signifikan dan penurunan SILPA hingga 10 persen dari realisasi belanja,” harapnya.
Dikatakannya, Fraksi Damai Demokrasi Indonesia menekankan agar perencanaan anggaran dilakukan dengan baik, konsisten dan terintegrasi. “Termasuk pula melaksanakan program kegiatan tepat waktu, tepat sasaran dan juga terus meningkatkan pengawasan,” imbaunya.
Kemudian, dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang diwakili okeh Rokmad menyampaikan jika Realisasi Pendapatan sebesar Rp. 2.171.753.457.135,85 dan Realisasi Belanja sebanyak Rp. 2.188.318.745.870,33 dengan Defisit Anggaran sebesar Rp. 16.565.288.734,48. Penerimaan Pembiayaan sebesar Rp. 484.293.940.984,57 dan Pengeluaran Pembiayaan sebesar Rp. 7.275.000.000 dengan Pembiayaan Netto sebanyak Rp. 477.018.940.984,57. “Sehingga, dari realisasi pembiayaan daerah terdapat SILPA sebesar Rp. 460.453.652.250,09. Dari data tersebut, Fraksi PKS menilai bahwa Kota Malang belum berhasil dalam mengelola pelaksanaan anggaran APBD Tahun Anggaran 2022 secara optimal.
“Untuk itu, kami mendorong Pemerintah Kota Malang untuk melakukan evaluasi terkait perencanaan pembangunan dan kebijakan anggaran secara matang, terukur dan sistematis, sehingga di tahun-tahun selanjutnya yang termaktub dalam IKU (Indikator Kinerja Utama) dan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) dapat tercapai,” urai Rokhmad.
Sementara itu, Fraksi Partai Golkar menyebut bahwa realisasi belanja pada Perangkat Daerah Kecamatan/Kelurahan rata-rata sebesar 96,37 persen. “Hal ini mengindikasikan bahwa penyerapannya cukup tinggi. Sebagaimana ketentuan Permendagri bahwa pengalokasian untuk Perangkat Daerah Kecamatan/Kelurahan ditetapkan minimal 5 persen dari DAU (Dana Alokasi Umum) setelah dikurangi DAK (Dana Alokasi Khusus). Sehubungan dengan hal tersebut, Fraksi Partai Golkar meminta kepada Pemerintah Kota Malang menambah pengalokasian anggaran Kecamatan/Kelurahan meningkat lebih dari 5 persen sehingga pelaksanaan program pembangunan sarana dan prasarana Kelurahan dan Pemberdayaan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan lebih maksimal,” paparnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Malang I Made Rian Diana Kartika mengungkapkan bahwa Rapat Paripurna memang digelar secara maraton. “Paripurna kita ini ada tiga. Pertama adalah Pembahasan KUPA (Kebijakan Umum Perubahan Anggaran) karena kita belajar kemarin saat pembahasan Badan Anggaran (Banggar) dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) membahas SILPA kita masih luar biasa, 460 miliar sekian,” ujar Made.
Dibeberkannya, ternyata banyak OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang kekurangan waktu dalam penyerapan sehingga diminta untuk mengubah sistem. “Tidak KUA (Kebijakan Umum Anggaran) yang kita bahas, tetapi KUPA persiapan PAK (Perubahan Anggaran Keuangan) supaya awal September kita harapkan APBD Perubahan sudah kita setujui sehingga ada waktu September – Desember. 3,5 bulan atau 4 bulan kotor masih banyak waktu sehingga SILPA akan turun,” terang Made.
Pihaknya memberikan catatan terkait dengan apa yang dilakukan di Tahun Anggaran 2022 yang masih terulang di Tahun Anggaran 2023 ini. “Contoh adalah bagaimana penyerapan APBD kita 2023 masih sangat minim. Masih banyak program besar yang tidak dikerjakan sehingga kita rombak total di KUPA. Tadi sudah dilempar dan ada penurunan,” pungkas Made. (Har/YD)