
KOTA MALANG – malangpagi.com
Rencana pembangunan Pembangkit Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) di Kota Malang masih menghadapi sejumlah tantangan. Plh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Gamaliel Raymond Hatigoran Matondang, menyebutkan bahwa ketentuan baru dari pemerintah pusat terkait kapasitas minimal pengolahan sampah menjadi salah satu kendala utama.
“Awalnya Kota Malang diminta menyuplai 1.000 ton sampah per hari. Untuk memenuhi itu, kita sudah bekerja sama dengan Kota Batu dan Kabupaten Malang. Karena kalau Kota Malang sendiri, sampahnya sekitar 720 ton per hari, dan yang masuk ke TPA hanya 514 ton. Sisanya sudah terkelola di TPST dan TPS3R,” jelas Raymond.
Namun, berdasarkan surat terbaru yang diterima, syarat minimal untuk PSEL kini dinaikkan menjadi 2.000 ton sampah per hari. Hal ini, menurut Raymond, cukup memberatkan karena meski menggabungkan sampah dari tiga daerah, jumlah tersebut tetap sulit tercapai.
“Kami masih menyampaikan telaah ke pimpinan, karena kalau 2.000 ton ini kayaknya tidak sampai, walaupun sudah mencakup Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Malang,” ujarnya.
Meski begitu, hasil rapat terakhir bersama Kementerian Lingkungan Hidup serta tiga kepala daerah di Malang Raya telah menyepakati lokasi pembangunan PSEL berada di TPS Supit Urang, dengan lahan seluas 5 hektare di dalam TPA. Namun, ia mengatakan bahwa keputusan finalnya masih menunggu pembahasan lanjutan.
“Karena ada surat penambahan baru yang menjadi 2.000 ton sampah, kami masih intensif berkoordinasi. Jadi keputusannya masih belum 100 persen,” terangnya.
Raymond menjelaskan, teknologi yang akan digunakan pada PSEL masih dalam tahap penyusunan ulang.
“Apakah nanti menggunakan metode insinerasi atau yang menghasilkan LSDP (Landfill Gas to Energy), itu masih dibahas,” tutupnya. (YD)