
KOTA MALANG – malangpagi.com
Gedung Malang Creative Center (MCC) yang berdiri megah di Jalan Ahmad Yani No. 58 Kota Malang, digadang-gadang mampu menjadi wadah para pelaku ekonomi kreatif untuk berkreasi.
Namun sayangnya, keberadaan gedung berlantai delapan ini malah menuai polemik. Bahkan tak sedikit yang mencemooh desain fasadnya, dan menyebut gedung ini lebih mirip sebuah Rumah Makan Padang. Olokan ini pun dibantah Abdul Malik (54), salah satu penulis dalam buku Spektrum Kota Malang 2018–2023.
Dalam tulisannya yang berjudul ‘Tak Ada Nasi Padang di MCC’, Abdul Malik menarasikan bahwa desain fasad gedung MCC terinspirasi dari Candi Badut. “Saat membuat desain arsitektur Gedung Malang Creative Center, arsitek Haris Wibisono melakukan riset yang bertumpu pada tiga referensi,” tuturnya, dalam acara bedah buku Spektrum Kota Malang 2018–2023, di Gedung MCC, Sabtu (20/5/2023).
“Pertama, Candi Badut dijadikan inspirasi desain, sebagai bangunan bersejarah yang dieksplorasi. Kedua, adalah seni Tari Topeng Malang dengan busana dan mahkota yang menjadi ciri khas. Mahkota busana Tari Topeng itu berbentuk lancip menjulang ke atas.”

“Ketiga, budaya perilaku manusia yaitu aktivitas yang menjadi kebiasaan Arek Malang dalam menjalin relasi sosial dan interaksi antarkomunitas, yaitu budaya cangkrukan,” beber Abdul Malik.
“Begitu saya masuk, ternyata spirit dari Gedung MCC adalah Candi Badut. Bagaimana bentuk Candi Badut dapat diimplementasikan dalam gedung ini. Saya berjalan mulai dari rel kereta api di Jalan LA Sucipto. Dari rel sepur itu tampak bahwa Gedung MCC ini seperti Candi Badut,” sebutnya.
Abdul Malik juga menjelaskan mengapa bagian atas gedung terlihat seperti ‘menengok’. Menurutnya bagian tersebut adalah representasi dari topeng Malang. “Spirit dari Gedung MCC ini luar biasa. Tapi kenapa jatuhnya jadi bahan bully?,” keluhnya.
Dirinya merasa bersyukur dapat menjadi bagian dari buku Spektrum Kota Malang 2018–2023, dan berharap gagasan yang dimuat di dalamnya dapat diimplementasikan di masa depan.
“Pada 2045, saat Indonesia berusia 100 tahun, buku Spektrum Kota Malang 2018–2023 adalah satu buku yang akan menjadi buku wajib bagi para peneliti yang ingin menelaah perkembangan Kota Malang,” kata penulis buku ‘Dari Mat Pelor, Sakerah, hingga Hamid Rusdi’ tersebut.
“Sekali lagi, jika kita mau menelisik lebih dalam terhadap ide desain arsitektur gedung Malang Creative Center, maka kita harus mempertimbangkan ulang saat menyebut MCC sebagai warung Nasi Padang,” pungkas Abdul Malik. (Har/MAS)