KOTA MALANG – malangpagi.com
Sampah menjadi masalah krusial yang harus ditangani dengan baik. Banyak hal yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam mengatasi permasalahan sampah ini. Diantaranya melalui Peluncuran Gerakan Nasional Pilah Sampah dari Rumah dengan memilah sampah organik dan anorganik.
Untuk melakukan pengolahan sampah dengan baik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang melalui Bidang Persampahan dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun mengadakan kegiatan Pengelolaan Sampah selama 2 hari yaitu Selasa (29/8/2023) hingga Rabu (30/8/2023), bertempat di Savana Hotel and Convention, Jalan Letjend Sutoyo No 30-34, Kota Malang.
Hari pertama adalah pengelolaan sampah melalui komposting, sedangkan hari kedua adalah pemilahan dan pengangkutan sampah. Kegiatan ini dilaksanakan atas dasar pengusulan Pokir (Pokok Pikiran) anggota DPRD dan atas pelaksanaan usulan masyarakat melalui Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang, Noer Rahman Wijaya menyampaikan perlunya sinergitas dalam pengelolaan sampah. “Pemerintah tidak mungkin dapat menyelesaikan pengelolaan sampah dengan baik jika tidak didukung oleh masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat kita undang untuk bersama-sama mengolah sampahnya sendiri dengan cara memilah dan mengompos di masing-masing wilayah” tutur Rahman.
Di tempat yang sama, Plt. Kepala Bidang Persampahan dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Tri Santoso menyampaikan bahwa sampah merupakan salah satu sumber pencemaran yang harus dikendalikan. Dibutuhkan peran dari masyarakat agar dapat mencegah pencemaran oleh sampah tersebut untuk menciptakan kondisi lingkungan yang bersih, rapi, asri dan sehat.
“Berdasarkan data tahun 2022-2023, timbulan sampah Kota Malang yaitu sekitar 700 ton lebih setiap hari, dan jumlahnya akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Dengan tingginya jumlah timbulan sampah tersebut, maka diperlukan serangkaian pengelolaan yang terus menerus, yaitu terdiri dari pengurangan, pemilahan, hingga pengangkutan sampah, sebagaimana yang dilaksanakan dalam kegiatan pada 2 hari ini,” ungkap Trisan.
Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang telah melaporkan pengelolaan sampah Kota Malang dalam SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional) menyebutkan bahwa sebanyak 67 persen sampah yang masuk ke TPA adalah sampah organik.
“Untuk itu, diperlukan back up dari masyarakat untuk mengelola sampah organik. Upaya yang tepat dalam mengelola sampah organik agar memiliki nilai guna yang lebih tinggi dapat berupa pembuatan kompos dan eco enzyme sebagai pengganti pupuk organik atau kimia,” tutur Trisant.
Dijelaskannya, kompos adalah bahan-bahan organik yang sudah mengalami proses pelapukan karena terjadi interaksi antara mikroorganisme atau bakteri pembusuk yang bekerja di dalam bahan organik tersebut.
“Di sisi lain, sampah organik dapat digunakan sebagai eco enzyme yang merupakan hasil dari fermentasi limbah dapur organik, gula dan air dengan perbandingan 3 : 1 : 10. Memiliki warna coklat gelap dan memiliki aroma fermentasi asam manis yang kuat,” urai Trisant.
Beberapa pupuk organik yang dapat diubah menjadi pupuk kompos yakni sampah sisa makanan, dedaunan, kertas bekas, potongan kayu, bumbu dapur kadaluarsa hingga kotoran hewan peliharaan.
“Kota Malang memiliki tempat untuk kegiatan pilah dan olah sampah yakni di Rumah PKD (Pilah Kompos Daur Ulang), PDU (Pusat Daur Ulang) dan TPS 3R (Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle) yang tersebar di kecamatan,” ujarnya.
Kemudian, untuk zonasi pengelolaan sampah meliputi partisipasi masyarakat terdapat beberapa alur yakni aktivitas masyarakat dan proses usaha sebagai penghasil sampah, lalu berada pada titik pengumpulan di tempat sampah, selanjutnya diangkut oleh penggerobak untuk ditampung di penampungan sementara berupa TPS, TPS 3R, SPA (Stasiun Peralihan Antara), PDU, Rumah PKD dan Bank Sampah. Hasil dari sisa sampah tersebut diteruskan ke penampungan terpadu di TPA Supiturang yang menggunakan teknologi sanitary landfill.
Menurut Trisant, timbulan sampah yang masih tinggi volumenya saat diangkut ke TPA Supiturang disebabkan beberapa faktor diantaranya masyarakat masih enggan memilah sampah, pelaku kegiatan belum mengelola sampah, masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah di tempat yang tidak semestinya serta TPS masih rawan menjadi tempat pembuangan sampah liar dari luar kota, terutama TPS yang berada di perbatasan.
“Untuk mengatasi permasalahan sampah di Kota Malang. Pemerintah Kota Malang mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Sampah dimana diamanatkan mengenai tugas dan wewenang Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sampah, subjek yang terlibat, hak dan kewajiban masyarakat dan pelaku usaha serta penyelenggaraan pengelolaan sampah,” papar Trisant.
Lebih lanjut, dikatakannya bahaya sampah organik jika tidak diolah dengan baik akan terjadi pembusukan an aerobik dan bisa menghasilkan gas metan serta berpengaruh mempercepat pembentukan lapisan gas rumah kaca, juga rentan sebagai sumber api seperti yang pernah terjadi ledakan di TPA Leuwigajah Jawa Barat pada 21 Februari 2005.
“Untuk itu, hal yang perlu kita lakukan dalam pengurangan sampah organik yaitu mengubah perilaku dengan melakukan pemilahan sampah dari rumah dan mengajak masyarakat sekitar untuk dapat mengelola sampah organik menjadi kompos maupun eco enzyme,” saran Trisant.
Di sisi lain, juga perlu dilakukan upaya pengurangan sampah an organik dengan melakukan upaya pengelolaan sampah an organik melalui pembatasan, pemanfaatan kembali dan melakukan pendaurulangan baik secara perorangan maupun komunitas dengan melakukan gerakan reduce, reuse dan recycle.
“Reduce adalah mengurangi produk yang berpotensi menjadi sampah, reuse ialah menggunakan kembali produk yang sudah terpakai dan recycle adalah mendaur ulang produk-produk yang tidak terpakai dan menyulap menjadi barang yang memiliki fungsi serta bernilai ekonomis,” ujarnya.
Trisant menambahkan salah satu program yang digagas oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang adalah Kampung Bersinar (Bersih, Sehat, Indah, Asri dan Rapi) dan Kampung Proklim.
“Kampung Bersinar diadakan sebagai upaya edukasi, pembinaan dan sosialisasi berkelanjutan kepada masyarakat atau komunitas yang bertujuan untuk menciptakan kawasan permukiman yang berkelestarian lingkungan hidup sekaligus bisa memberdayakan sosial ekonomi. Sementara untuk parameter kampung Proklim lebih lengkap lagi yaitu meliputi konservasi air, penyediaan pangan lestari, pengelolaan sampah, pengendalian pencemaran hingga kelembagaan pengelola lingkungan hidup,” tandasnya.
Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan dari 5 Kecamatan di Kota Malang, komunitas dan masyarakat. (Har/YD)