KABUPATEN MALANG – malangpagi.com
Bertempat di lapangan rumput seluas 7 hektare, yang merupakan halaman depan Pondok Pesantren Modern (PPM) Darussalam, Jalan Anjasmoro, Turirejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang Puluhan anak terlihat memperagakan teknik pukulan dan tendangan Karate di pagi hari yang cukup cerah, Sabtu (28/11/2020).
Seperti yang umum diketahui, Karate merupakan salah satu seni bela diri asal Jepang, yang hanya menggunakan tangan kosong tanpa bantuan senjata.
Bela diri ini pertama kali masuk ke Jepang melalui Okinawa. Di awal perkembangannya disebut dengan “Tote” yang memiliki arti seperti “Tangan China”.
Setelah Tote masuk ke Jepang, maka tulisan kanji Okinawa diganti oleh sensei Gichin Funokashi ke dalam kanji Jepang, sehingga namanya berubah menjadi Karate.
Oleh pendirinya, Arendys Yuwana Pratama, seorang menyandang sabuk hitam Karate Dan 1 FKTI Dojo PPM Darussalam diberi nama Dojo Katsuge, dan memiliki jargon “Dojo Beratap Langit Beralas Bumi”.
Jargon ini muncul dikarenakan Dojo ini memiliki tempat latihan yang terbuka. Dalam keadaan hujan maupun panas, latihan tetap berjalan.
Dojo Katsuge berdiri sejak 2014 silam, dan berada di bawah bendera organisasi INKAI-FKTI (Institute Karate-Do Indonesia – Federasi Karate Tradisional Indonesia).
“Total anggotanya sekitar 110 siswa. Mayoritas dari kalangan pondok. Tapi ada sebagian yang berasal dari warga sekitar. Bahkan ada juga yang dari Pasuruan,” ujar pria yang biasa disapa Arens itu kepada Malang Pagi.
Arens menjelaskan, sebelum kehadiran Katsuge, PPM Darussalam telah memiliki beberapa jenis pelatihan beladiri, seperti Silat, Taekwondo dan juga Karate. Namun semuanya tidak mampu bertahan lama. Diduga karena perilaku siswanya yang nakal dan sulit diatur.
“Di hari pertama latihan, hampir semua siswa tidak mau mengikui pemerintah pelatih. Bahkan ada sebagian yang lari terus sembunyi ke masjid dan ke hutan yang terletak di belakang pondok,” ungkap Arens.
Arens pun akhirnya mengajak dua rekannya. Salah satunya seorang ustadz di pondok tersebut, dan satunya adalah senior Karate.
“Jadi mereka melatih, sedangkan saya sembunyi di hutan. Jika ada yang kepergok lari ke hutan, langsung saya kembalikan ke tempat latihan. Sejak saat itu saya dipanggil ‘Ninja‘ oleh para siswa,” ucapnya sambil tertawa.
Selain itu, sebelum kehadiran Dojo Katsuge sering terjadi pertengkaran bahkan berujung perkelahian antara santri ponpes dengan remaja desa sekitar. Arens mengaku salah satu niatnya membuka Dojo Karate di PPM Darussalam adalah untuk meredakan konflik tersebut.
“Awalnya hanya santri pondok yang dilatih Karate. Namun berikutnya, saya juga mempersilakan anak-anak desa setempat untuk ikut berlatih di sana,” tutur pria yang memiliki usaha jasa kurir itu.
Keputusan tersebut sempat dipertanyakan sejumlah kiai pengasuh pondok. Tetapi Arens meyakinkan, bahwa keputusannya itu akan berdampak positif
Hingga akhirnya, Dojo Katsuge mengikuti sebuah turnamen Kickboxing di Surabaya pada akhir tahun 2018 silam. Di event tersebut, Arens membesut sebuah tim yang berisi gabungan santri ponpes dan warga desa.
“Kami membawa 8 atlet, dan meraih 6 medali emas. Sejak saat itu terbangun kekompakan antarsiswa,” terangnya.
Sekarang ini, para siswa Dojo Katsuge di PPM Darussalam Lawang sudah jauh lebih disiplin dan menghormati pelatih. Prestasi demi prestasi berhasil diraih oleh para siswa. Baik itu di ajang Karate sendiri, maupun di event Kickboxing dan Tarung Bebas.
Dalam waktu dekat, Dojo Katsuge akan menurunkan dua atletnya untuk bertanding di Eksebisi Kickboxing yang akan digelar pada 6 Desember mendatang, di KONI Kota Batu.
Reporter : MA Setiawan
Editor : Redaksi