
malangpagi.com
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah memberikan izin pakai darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 produksi Sinovac.
Menurut Kepala BPOM, Penny Lukito dalam siaran pers virtual pada Senin (11/1/2020) lalu menjelaskan, bahwa hasil analisis terhadap efikasi vaksin CoronaVac dari uji klinis di Bandung menunjukkan 65,3 persen.
Associate Professor dan Peneliti Kimia Farmasi Universitas Putra Malaysia, Bimo Ario Tejo, Ph.D, Pg.D mencoba menjelaskan makna efikasi 65,3 persen dan mengapa vaksin Sinovac aman digunakan untuk vaksinasi massal.
“Banyak yang meributkan vaksin Sinovac hanya memiliki efikasi 65,3 persen. Lebih rendah dari vaksin Pfizer dan Moderna yang memiliki efikasi 95%,” tulis Bimo dalam unggahan di Instagramnya @ba.tejo, Kamis (14/1/2021).
Bimo kemudian menyajikan data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (US CDC), yang menunjukkan efektivitas vaksin flu di negeri Paman Sam itu yang hanya berkisar 19 hingga 60 persen dalam 1 tahun terakhir.
“Tetapi vaksin flu sangat direkomendasikan oleh pemerintah AS walaupun efektivitasnya rendah. Mengapa?” tanya pria yang memperoleh gelar Postgraduate Diploma (Pg.D) dari UCSI, Kuala Lumpur, Malaysia itu.
Sebelumnya, Bimo menjelaskan secara singkat perbedaan efektivitas dan efikasi. Menurutnya, efektivitas adalah tingkat kemanjuran vaksin dalam kondisi riil. Sedangkan efikasi adalah tingkat kemanjuran vaksin dalam uji klinis.
Bilo lantas menyajikan sebuah fakta, pada musim flu yang terjadi di AS pada rentang 2018-2019, vaksin flu mampu mencegah terjadinya 4,4 juta kasus flu. Selain itu juga mencegah 58 ribu kasus flu berat yang membuat penderitanya harus diopname, serta 3.500 kematian.
“Padahal efektivitas vaksin di tahun tersebut hanya 29 persen, dan hanya separuh populasi penduduk AS yang divaksin,” ucap pria kelahiran Jogja yang besar di Palembang itu.
Pada 2020, penelitan Bartsch SM menghitung dampak efikasi vaksin Covid-19 jika digunakan di Amerika Serikat.
Efikasi vaksin hanya 40 persen dan diberikan kepada separuh jumlah penduduk AS, ternyata mampu mencegah 60 juta kasus Covid-18 di negara tersebut, berikut 9 juta pasien yang harus opname dan 742 ribu kematian.
“Efikasi vaksin ideal adalah 80 persen jika ingin kembali ke kehidupan normal,” ungkap Bimo.
Dari paparan tersebut, Bimo membuat tiga kesimpulan. Pertama, Efikasi vaksin 65 persen adalah di atas efikasi minimum yang ditetapkan WHO untuk kasus Covid-19.
Kedua, berapapun efikasi vaksin, tetap berguna untuk menekan jumlah orang yang sakit dan meninggal. “Satu nyawa pun jika bisa diselamatkan, why not?” tukasnya.
Terakhir, jika efikasi vaksin rendah, maka jumlah orang yang divaksin harus lebih banyak dibanding mengunakan vaksin dengan tingkat efikasi lebih tinggi. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai herd immunity.
Bimo juga menjelaskan, efikasi 65,3 persen artinya misalkan dari 100 orang yang divaksin akan ada 35 orang yang masih bisa terinfeksi Covid-19. Oleh karena itu, protokol kesehatan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) masih harus diterapkan.
Mantan Dekan di Surya University Tangerang itu juga mengungkapkan, meskipun memiliki efikasi lebih rendah, namun keunggulan vaksin Sinovac terletak pada aspek keamanannya. Melalui uji klinis yang telah dilakukan, diketahui hanya 0,1 hingga 1 persen relawan yang mengalami efek samping berat.
“Efek samping berat 0,1 hingga 1 persen ini setara dengan vaksin influenza yang rutin digunakan selama ini,” tutur Bimo.
“Lebih baik vaksin dengan efikasi 65 persen tetapi lebih aman. Sehingga bisa digunakan untuk memvaksinasi sebanyak mungkin orang. Daripada vaksin dengan efikasi tinggi, tetapi efek sampingnya berat. Sehingga hanya bisa digunakan oleh kalangan terbatas,” pungkasnya.
Reporter : MA Setiawan
Editor : Redaksi