
KOTA MALANG – malangpagi.com
Silvia Saartje, sosok lady rocker pertama di Indonesia, memilih karier bemusiknya di jalur rock yang sukses melambungkan namanya. “Hidup adalah pilihan, dan musik rock ini adalah pilihan hidup saya, sebagai satu sikap untuk terus berkarya hingga kini,” ujarnya kepada Malang Pagi, usai siaran di Pro 2 RRI Malang, Senin (15/11/2021).
Jippi, sapaan karib Sylvia Saartje, mengatakan bahwa hidup ini adalah keras dan hidupnya juga keras. Maka melalui musik rock inilah dirinya mengaku dapat mengaplikasikan kehidupannya melalui lirik lagu yang ditulisnya.
“Aku fokus di situ terus [musik rock]. Meskipun ada tawaran untuk pindah ke musik lain, aku tetap kukuh dengan pendirian ini. Sekali lagi, hidup adalah pilihan. Jangan plin-plan dengan diri sendiri,” tegas perempuan yang pernah tampil dalam konser Aktuil Vacancy Rock, di Gedung Olahraga Pulosari Malang, 27 Desember 1976 silam.
Jippy mengatakan, memang tidak mudah harus memilih musik rock di era seperti ini. Dirinya mengaku pernah tidak bernyanyi selama dua tahun. “Pernah mengalami tidak ada income sama sekali. Kehabisan uang di Jakarta saat natal. Sehingga tidak bisa pulang ke Malang. Jadi memang memilih musik di jalur rock ini harus berani bertanggungjawab dan menerima konsekuensinya,” bebernya.

Nama Sylvia Saartje besar sebelum industri musik rock berkembang di Indonesia. Kariernya di dunia musik dimulai sebagai penyanyi gereja. Di medio 1965, putri dari pasangan Nedju Tuankotta berdarah Ambon dan ibunya Christina Tujem asal Gunung Kawi Kabupaten Malang itu berhasil menyabet juara Bintang Radio RRI Malang. Setelah itu, karier bernyanyinya pun berlanjut dari panggung ke panggung.
Jippy mantab memilih musik rock sebagai panggilan hidup sepanjang hayatnya. Ia pun akhirnya dinobatkan senagai pioner lady rocker Indonesia. Kiprah bermusiknya sudah lebih dari 50 tahun. Hal inilah yang mendasari Yayasan Terakota memandang perjalanan karier Jippy layak untuk didokumentasikan.
“Kami memandang kiprah Sylvia Saartje harus didokumentasikan. Sebagai maestro musik rock nasional, yang merintis karier di Malang,” ujar Pimpinan Terakota, Eko Widhianto.
Eko memandang, Silvia Sartje pantas menjadi sosok inspirasif bagi arek-arek Malang. Bahkan Wakil Walikota Malang pun mengapresiasi musik yang dibawakan sang lady rocker, sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), karena telah berkiprah selama lebih dari 50 tahun.
“Keteguhan Silvia Saartje inilah yang mendorong kami, Yayasan Terakota bersama Karavan Cendekia yang berisi para akademisi muda yang peduli terhadap sejarah dan WBTB, untuk membuat film dokumenter tentang Silvia Sartje,” urai Eko.
Ia menambahkan, film dokumenter besutan Subiyanto ini didanai dengan dukungan program Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) 2021 bidang dokumentasi karya-pengetahuan maestro Kemendikbud Ristek Republik Indonesia.
Eko berharap, diputarnya film dokumenter Silvia Saartje mampu mengenalkan Malang sebagai barometer musik Indonesia. “Selain itu, untuk menumbuhkan regenerasi musik rock bagi generasi muda di Kota Malang,” pungkasnya. (Har/MAS)