KOTA MALANG – malangpagi.com
Masih tingginya belanja pegawai yang diproyeksikan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kota Malang pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2023 menjadi sorotan dari beberapa fraksi. Hal ini disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD Kota Malang beragendakan Pandangan Umum Fraksi-fraksi terhadap Ranperda Kota Malang tentang APBD 2023.
Dalam Paripurna tersebut fraksi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang diwakili oleh Akhdiyat Syabril Ulum mengatakan belanja pegawai yang diproyeksikan sebesar 1,06 triliun atau sebesar 41 persen dari APBD masih lebih tinggi dari yang diamanatkan dalam pasal 146 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tentang Hubungan Keuangan antara Pemeritah Pusat dan Daerah (HKPD) yang mengatur maksimal belanja pegawai sebesar 30 persen. “Tingginya anggaran belanja ini tidak sebanding dengan penyerapannya, sehingga menimbulkan SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran),” ungkap Syabril Ulum.
Disebutkannya, pada tahun 2020 belanja pegawai telah menyumbangkan SILPA sebesar 266 miliar. Padahal di tahun tersebut belanja pegawai dianggarkan sebesar 912,49 miliar. Untuk itu, pihaknya meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Malang dapat menyesuaikan belanja pegawai sesuai kebutuhannya. “Kami menilai jika administrasinya tertib dan perhitungannya akurat, sisa belanja ini tidak akan melebihi 2,5 persen,” tutur politisi dari dapil Kedungkandang ini
Hal senada disampaikan Lelly Thresiyawati dari fraksi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Pihaknya mencatat sesuai nota keuangan RAPBD 2023 untuk belanja pegawai dialokasikan sebesar 41 persen. “Padahal sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2021 belanja pegawai maksimal sebesar 30 persen. Maka, kami mohon penjelasan,” pinta Lelly
Lebih lanjut, dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan yang diwakili Iwan Mahendra menyampaikan belanja pegawai yang mencapai 1 triliun 61 miliar 710 juta 658 ribu 442 rupiah dengan nilai belanja daerah sebesar 2 triliun 578 miliar 616 juta 351 ribu 778 rupiah dinilai belum masuk kategori efisien. “Untuk itu, PDI Perjuangan mendorong peningkatan kinerja, keaktifan penyelesaian program dengan berbagai inovasi serta menghadirkan keteladanan,” seru Iwan Mahendra.
Pihaknya pun mengajak para pegawai untuk menjadi spirit membangun Kota Malang yang maju, berkebudayaan dan beradab
Pandangan serupa datang dari Fraksi Damai Demokrasi Indonesia yang merupakan koalisi dari Partai Demokrat, PAN, Perindo, NasDem dan PSI menilai porsi belanja pegawai pada R-APBD Tahun 2023 masih cukup tinggi yakni sebesar 41 persen dari total belanja. “Maka, Fraksi Damai Demokrasi mendesak Pemkot Malang untuk melakukan efisiensi belanja pegawai,” ucap Indah Nurdian
Pihaknya juga mempertanyakan bagaimana perencanaan anggaran belanja pada tahun 2023 mengingat berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya SILPA dari belanja pegawai cukup besar.
Fraksi dari Partai Golongan Karya (Golkar) pun yang diwakili Retno Sumarah menilai pengalokasian belanja pegawai terlalu besar bila dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD yang mengamanatkan belanja pegawai secara bertahap ditetapkan sebesar 30 persen. Maka, pihaknya mendorong Pemkot Malang untuk melakukan efisiensi
Sementara itu, dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyoroti target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang direncanakan naik cukup signifikan yaitu sebesar 1 triliun 6 juta rupiah. Pihaknya khawatir jika target yang direncanakan hanya dikaitkan dengan target pada lelang kinerja yang dilakukan oleh calon perangkat daerah dalam hal ini Kepala Badan Pendapatan Daerah. “Untuk itu, kami mohon penjelasan dari sektor apa saja kenaikan perolehan pajak tersebut dan strategi apa saja yang akan ditempuh Pemkot Malang,” tanyanya
Menanggapi hal ini, Walikota Malang mengatakan jika pendapatan daerah dimaksimalkan dari pajak sebesar 1 miliar 6 juta adalah upaya Pemkot Malang agar ada penyeimbang dan tidak hanya tergantung dana dari pusat.
Sedangkan terkait dengan belanja pegawai yang melebihi ketentuan. Sutiaji menyampaikan jika hal tersebut adalah asumsi adanya gaji 14. “Belanja pegawai kami asumsikan ada gaji 14, ternyata SE (Surat Edaran) tidak ada. Jadi kelebihan ada di situ,” terang Sutiaji.
Kemudian, mengenai jawaban dari pandangan umum fraksi-fraksi, pihaknya akan menjawab pada Rapat Paripurna berikutnya.
Di sisi lain, Ketua DPRD Kota Malang I Made Rian Diana Kartika mengakui belanja pegawai masih belum ideal. “Seharusnya aturan dari Menteri Keuangan antara belanja modal dan belanja pegawai idealnya 70 30 tapi kita sekarang di angka 55 45 sudah mulai mendekati. Tapi tetap itu belum ideal. Nah, agar ideal di satu sisi kita harus mengurangi TPOK (Tenaga Pendukung Operasi Kegiatan),” tutur Made
“Padahal TPOK sangat dibutuhkan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) karena tidak mungkin ASN tersedia bisa melakukan kegiatan. Di satu sisi jika mengurangi TPOK akan menciptakan pengangguran baru lagi,” imbuhnya
Untuk itu saat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) tidak boleh mengurangi TPOK. Bahkan, jika bisa TPOK didaftarkan semua menjadi PPPK supaya tidak ada masalah baru muncul PHK dan pengangguran baru muncul. “Untuk mencapai belanja pegawai sebesar 30 sesuai aturan, maka pendapatannya harus dinaikkan. Kalau APBD bisa 3 triliun dapat tercapai belanja pegawai yang ideal daripada harus mengurangi TPOK,” pungkas Made. (Har/YD)