Oleh : Dyah Arum Sari S.S, M.Pd
Setiap tahun pada tanggal 10 November, Indonesia selalu memperingati Hari Pahlawan. Peringatan ini bertujuan untuk mengenang berbagai macam jasa para pahlawan.
Hal ini dibuktikan dengan pengibaran bendera merah putih setengah tiang oleh seluruh warga masyarakat baik dirumah, di gedung-gedung perkantoran lembaga pendidikan maupun pusat keramaian.
Pengibaran bendera setengah tiang ini sudah diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan Pasal 12 ayat 4 sampai ayat 11 yang menjelaskan bahwa pengibaran bendera setengah tiang itu diperbolehkan sebagai pertanda berkabung.
Tak hanya itu, upacara bendera pun dilaksanakan diberbagai instansi tidak lupa dalam upacara tersebut diamanatkan untuk mengheningkan cipta mendoakan arwah para pahlawan.
Menurut Ketua Departemen Perempuan dan Anak Dewan Pimpinan Pusat Partai PERINDO, Hari Pahlawan adalah momentum penting yang dimiliki seluruh anak bangsa untuk bersama-sama bersatu dan menyegarkan ingatan akan kegigihan para pahlawan, terutama Bung Tomo dan arek–arek Suroboyo ketika membentengi Indonesia dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda dan sekutunya serta ultimatum pada kubu rekolonialis.
“Tanpa meremehkan peran para pahlawan nasionalis yang gugur pada peristiwa historis itu, tapi mari kita juga mengingat Tan Malaka yang bergelar pahlawan sedangkan Presiden RI kedua HM Soeharto, Presiden RI keempat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah diusulkan agar mendapatkan gelar pahlawan nasional namun belum diberikan? Lalu mantan Komandan Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) Sarwo Edhie Wibowo yang batal dinobatkan sebagai pahlawan nasional pada 2014? Apakah Sakera tidak berjuang seperti Hasanuddin? Apakah Teuku Umar adalah pahlawan bagi orang Kalimantan? Apakah Wiji Thukul sepahlawan Munir?”
Kita sendiri masih dalam kebimbangan dalam menentukan siapa yang pantas diberikan gelar pahlawan dan kriterianya apa saja. Apakah gelar pahlawan itu hanya diberikan pada mereka yang identik dengan peperangan melawan penjajah (sejarah) atau mempunyai palka perjuangan yang partikular (politis) misal etape karir militer, presiden atau yang lainnya.
“Inilah mengapa, pada momentum hari pahlawan ini, penting bagi kita untuk memaknai dengan hikmad tidak sekedar memperingati”
Perempuan yang lahir tepat di Hari Pahlawan ini mengingatkan, hari-hari besar nasional yang telah diabsahkan negara haruslah dijaga untuk terus memelihara dan membangkitkan komitmen demi majunya peradaban bangsa dan negara.
Tugas semua pihak saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman.
10 November 2018
Editor : Putut