
KOTA MALANG – malangpagi.com
Setelah dua bulan lebih harus tutup lantaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), kini Museum Gelar Indonesia Budaya (Ganesya) dibuka kembali.
Museum yang berlokasi di Jalan Graha Kencana Raya, Karanglo, Kota Malang mengusung tema sejarah, mulai zaman pra sejarah, peradaban Hindu Budha, hingga penyebaran agama Islam di tanah air.
Museum Ganesya terpilih dalam uji coba pembukaan tempat wisata di PPKM level 3. Pasalnya museum ini dianggap telah siap dalam penerapan protokol kesehatan, dan mampu menggunakan aplikasi PeduliLindungi.
Menurut Corporate Communication Hawai Group Malang, Andi Prasetya, dalam masa uji coba ini pihaknya menetapkan aturan pengunjung harus sudah vaksin minimal dosis pertama. Anak usia di bawah 12 tahun dan lansia di atas 70 tahun tidak diperkenankan masuk.
“Selama uji coba, Museum Ganesya buka mulai jam 4 sore hingga 9 malam, dengan harga tiket sebesar 25 ribu rupiah,” terang Andi kepada Malang Pagi, Minggu (12/9/2021).

Andi mengungkapkan, manajemen Hawai Group yang menaungi Museum Ganesya melakukan program terobosan yang sangat cocok di masa pandemi.
“Seminggu sekali, tepatnya pada Jumat pukul satu siang, kami melakukan siaran langsung melalui Instagram, berupa program edukasi untuk mengenalkan kebudayaan nusantara, sekaligus menampilkan koleksi-koleksi Museum Ganesya,” tuturnya
Museum Ganesya didirikan pada 5 Juni 2019. Penamaan Ganesya memiliki makna dalam mitologi, yaitu dewa ilmu pengetahuan. “Hal tersebut sesuai misi menebar pengetahuan budaya dan sejarah yang diemban museum ini,” jelas guide Museum Ganesya, Ampri Bayu.
Museum budaya terbesar di Malang Raya ini terletak di lantai 2 dan 3 pintu masuk Haway Waterpark. Lantai dua menyajikan artefak-artefak, manik-manik, keris, dan alat tukar yang merupakan manifestasi kekayaan budaya dan sosial bangsa Indonesia di masa lampau dan masa kini.

Amri menunjukkan koleksi uang logam beraksara Cina, yang merupakan alat tukar di zaman keemasan Majapahit. “Hal ini membuktikan bahwa Nusantara telah maju dan dapat melakukan ekspansi ke negeri Cina” jelasnya.
Tak kalah menarik keberadaan Batu Bertulis di museum ini, yang merupakan peninggalan sejarah antara abad X hingga XV, dan merupakan temuan purbakala di wilayah Jawa Timur.
“Tidak semua prasasti berisikan hal yang penting, dan tak semua pula dapat dibaca oleh pakarnya. Termasuk Batu Bertulis di Museum Ganesya ini, yang masih menjadi teka-teki,” ujar Amri.

Menuju lantai 3, kita menemukan pajangan topeng beraneka rupa. Mulai dari Topeng Purwa, Topeng Majapahit, hingga Topeng Panji. Termasuk aneka kesenian lain, seperti berbagai Wayang Beber, Wayang Kulit, Wayang Golek, Wayang Potehi, hingga Wayang Krucil Malangan yang merupakan khas asli Dusun Wiloso Desa Gondangwangi, Kecamatan Wagir Kabupaten Malang.
Di tempat ini juga menampilkan khasanah Panji yang cukup komplet. Bahkan pernah dibuat sebagai bahan disertasi oleh salah satu mahasiswa pascasarcana Universitas Surabaya (UBAYA).
“Khasanah Panji merupakan karya sastra nusantara yang berkembang hingga Asia Tenggara. Kisah ini memiliki setting empat negara besar, yakni Jenggala, Kadiri, Urawan, dan Singhasari,” urai Ampri.

Museum Ganesya didesain secara modern dan menyajikan tata ruang dengan pencahayaan yang elegan, sehingga menghilangkan stereotipe museum pada umumnya yang kuno dan membosankan.
“Museum Ganesya cocok untuk segala kalangan, karena dirancang khusus untuk menghindari kesan angker. Tak kalah penting, Ganesya sudah mempresentasikan kebudayaan Indonesia secara utuh dan mewakili peradaban Hindu Budha di Jawa Timur, yaitu Majapahit dan Singhasari,” papar Amri.
“Selain itu juga menceritakan peryebaran agama Islam melalui kesenian dan khasanah lain yang disyiarkan oleh Wali Songo,” pungkasnya. (Har/MAS)