KOTA MALANG – malangpagi.com
Kuasa hukum tenant Malang Plaza menyayangkan pernyataan adanya faktor ketidaksengajaan atau force majeure dalam kebakaran Malang Plaza yang terjadi Selasa dini hari (2/5/2023) lalu.
Gunadi Handoko, selaku ketua tim kuasa hukum menyampaikan bahwa Kebakaran Malang Plaza merupakan fakta hukum yang akan menimbulkan dampak ekonomi dan aspek hukum.
“Kami akan menyoroti apa akibat hukum dari kebakaran ini. Aspek hukum dari sisi kebakaran. Jika kita bicara masalah hukum maka ada dua unsur, yaitu kelalaian dan kesengajaan. Tentunya kami menyayangkan adanya statemen-statemen yang beredar di masyarakat, bahwa kebakaran Malang Plaza ini tidak ada unsur kesengajaan atau force majeure,” beber Gunadi Handoko, saat menggelar konferensi pers pada Sabtu (6/5/2023).
“Perlu diketahui, jika kita menilai suatu tindakan, apalagi menyangkut kebakaran, pasti melibatkan instansi terkait yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia. Instansi inilah yang berhak mengeluarkan pernyataan, terutama Labfor (Laboratorium Forensik),” sebutnya.
“Kalau tim Labfor baru turun, dan dua hari kemudian ada pernyataan tidak ada unsur kesengajaan, maka itu adalah statemen yang prematur, terlalu dini dan mendahului apa yang disampaikan oleh Labfor Polda Jatim,” tegas Gunadi.
“Saya kira jika ada pernyataan penyebabnya karena ketidaksengajaan, saya kira terlalu dini. Bagaimana instansi belum menyatakan, kok sudah force majeure. Jika ketidaksengajaan berarti kan tidak ada pihak yang dimintai tanggungjawab,” lanjut pengacara senior Kota Malang itu.
Pihaknya pun mengatakan, dampak dari kebakaran tidaklah sesederhana yang dikira. Menurutnya, persoalan pasca kebakaran Malang Plaza belum diselesaikan dengan baik-baik. “Dua tim hukum akan berkolaborasi untuk memperjuangkan hak-hak tenant agar dipenuhi. Saya berharap pemilik dapat bertanggungjawab terhadap segala kerugian yang terjadi,” ujar Gunadi.
Dirinya juga menyinggung dugaan manajemen Malang Plaza tidak mengantongi izin SLF (Sertifikat Laik Fungsi). Gunadi menyampaikan bahwa hal tersebut sudah diatur dalam peraturan yang berlaku. “Bahwa di Undang-Undang tentang Bangunan Gedung, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 pasal 44, dikatakan bahwa setiap pemilik dan atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan atau persyaratan dan atau penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi administrasi dan sanksi pidana,” beber Gunadi.
Selain itu, SLF itu diatur dalam Peraturan Menteri PUPR RI Nomor 27/PRT/M/2018, Peraturan Menteri PUPR RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri PUPR Nomor 27/PRT/M/2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung.
Kemudian ada Peraturan Menteri PUPR Nomor 24/PRT/2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung. “Apabila mengacu pada ketentuan ini, bahwa jika Malang Plaza terbukti tidak ada SLF, maka ini adalah pelanggaran peraturan yang berlaku. Dan inilah yang disebut secara pidana itu adalah kelalaian,” ungkapnya.
“Jika ini memang benar, dan Malang Plaza terbukti tidak memiliki SLF, maka kami sangat menyayangkan. Kebakaran ini tidak dapat dicegah secara maksimal. Jika prosedurnya saja tidak dipenuhi, apalagi penanggulangannya,” pungkas Gunadi. (Har/MAS)