SURABAYA – malangpagi.com
Kehadiran Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti beserta puluhan senator dari berbagai provinsi, menjadi berkah tersendiri bagi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) peserta INAPRO Expo 2020 yang digelar KADIN Jawa Timur.
Pasalnya, mereka tidak hanya datang berkunjung saja tetapi memborong sejumlah produk yang dijual di sana.
Saat berkunjung ke stan Batik Sampang, La Nyalla terlihat mengajak para senator untuk membeli koleksi batik yang dijual. Dengan bersemangat, Ia menuturkan bahwa Jawa Timur memiliki banyak ragam batik yang sangat bagus.
“Sini, ayo beli batik Madura. Ini bagus, coraknya juga bagus,” ujar La Nyalla kepada salah satu anggota DPD RI yang ikut berkeliling di ruang INAPRO Expo 2020 di Grand City Surabaya, Minggu (22/11/2020).
Anggota DPD RI asal Sumatra Utara, Badikenita Sitepu juga tertarik dan membeli sejumlah batik dari berbagai daerah. Menurut pengakuannya, batik asal Jatim sangat variatif dan bagus. “Ini saya beli batik Lumajang, bagus banget,” ujarnya.
Menurutnya, batik di Jatim memang cukup unik dan variatif. Hampir setiap daerah memiliki ciri khas masing-masing, seperti batik Lumajang, batik Madura dan batik Tuban. Selain itu, Jatim juga memiliki makanan yang enak yang menggugah selera, misal Soto Lamongan.
“Banyak hal yang menarik. Tapi saat ini yang harus menjadi perhatian adalah UMKM. Termasuk kerajinan yang dibuat oleh anak-anak penyandang disabilitas tadi, ini juga perlu diapresiasi. Makanya tadi anggota DPD ambil tindakan untuk membeli,” katanya.
Salah satu pengrajin batik asal Sampang, Dewi Yudha Puspitasari yang produknya sempat diborong, mengaku sangat senang dengan kedatangan rombongan dari DPD RI tersebut.
“Senang sekali. Mereka beli 15 lembar batik. Mereka habiskan uang Rp4,5 juta belanja di sini,” ujarnya dengan mata berbinar.
Dewi mengatakan bahwa batik tulis yang ia produksi adalah batik motif kontemporer Madura. Ia sudah hampir 10 tahun menekuni usaha batik. Sebelum pandemi, Ia bisa memproduksi sekitar 100 lembar batik dengan jumlah karyawan sekitar 10 orang.
Tetapi karena pandemi Covid-19, produksinya turun. Ia hanya bisa memproduksi sekitar 10 hingga 20 lembar saja dalam sebulan, sehingga ia hanya mampu mempekerjakan 3 orang karyawan.
“Selain karena tidak ada yang membeli, bahan baku juga mengalami banyak kenaikan. Harga pewarna misalnya. Kalau biasanya sekitar Rp150 ribu per botol, sekarang menjadi Rp300 ribu per botol. Sementara penjualan sangat minim, paling banter kita bisa jual 3 sampai 5 lembar saja,” akunya.
Dengan ikut di pameran kali ini, Dewi mengaku sangat terbantu. Namun karena selama pandemi produksinya menurun, maka koleksi yang dibawa saat pameran juga terbatas.
“Selama pameran ini penjualan saya mencapai Rp6,675 juta. Untuk onlinenya, saya dapat order tiga lembar batik seharga Rp500 ribu. Ini adalah pameran pertama saya setelah pandemi Covid-19 melanda Indonesia,” katanya.
Dewi berharap peran pemerintah lebih ditingkatkan untuk melakukan pendampingan baik dari sisi produksi, penjualan dan pendanaan. Karena saat ini UMKM memang sedang memerlukan bantuan untuk bisa kembali bangkit.
Editor : Redaksi