KOTA MALANG – malangpagi.com
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang mengadakan pelatihan cek fakta untuk mengedukasi para jurnalis malangraya di Hotel Alana, Minggu (21/4/2024).
Ketua AJI Malang, Benni Indo menuturkan pelatihan cek fakta dilakukan agar jurnalis di wilayah Malang Raya terhindar menulis berita hoaks. Melalui pelatihan cek fakta selama dua hari, 20 hingga 21 April 2024, para jurnalis belajar detail cara menyusun konsep, menggunakan alat pencarian hingga membuat berita cek fakta.
Ia menyebutkan, teknik pembuatan berita cek fakta berbeda dengan kerja jurnalisme pada umumnya. Oleh karena itu, sumber daya manusia yang memproduksi berita cek fakta harus memiliki kapasitas mumpuni.
“Berita cek fakta itu ada kesimpulannya. Jadi, penulis berita itu dapat menyimpulkan, termasuk menjelaskan bagaimana langkah-langkah yang ia lakukan hingga bisa menyimpulkan sebuah informasi. Jadi, harus orang-orang yang terlatih di dalamnya,” ujarnya.
Benni mengatakan, secara bertahap jurnalis yang memiliki ketertarikan terhadap cek fakta semakin banyak, termasuk di kawasan Malang Raya. Menurutnya, ketertarikan jurnalis belajar cek fakta karena berkaitan erat dengan pekerjaannya.
“Apalagi saat ini banyak media yang sering sekali mengambil sumber dari media sosial. Jika jurnalis di perusahaan media tersebut memiliki kemampuan cek fakta, maka ia bisa membuat berita yang informasinya akurat. Pasalnya, tidak sedikit informasi di media sosial tersebut hoaks,” terang jurnalis Harian surya itu.
Di era internet saat ini, informasi sangat mudah diterima dan dikeluarkan oleh siapapun. Menurut Benni, jurnalis memiliki tanggungjawab moral terhadap publik untuk memberikan informasi akurat dari berita-berita yang dibuat.
“Jika jurnalis tidak bekerja membuat berita yang akurat, masyarakat bisa terjebak di kubangan informasi hoaks. Hal itu sangat merugikan masyarakat karena bisa memengaruhi pola pikir mereka di masyarakat,” paparnya.
Di tempat yang sama, salah satu pelatih cek fakta, Aghnia Adzkia mengungkapkan jurnalis saat ini perlu memiliki pengetahuan mengenai cara menangkal informasi hoaks yang menyebar di media sosial. Katanya, jurnalis menjadi garda terdepan yang bisa melakukan itu, penangkalan informasi hoaks.
“Karena jurnalis jadi garda terdepan untuk menghalang penyebaran konten mis dan disinformasi. Jurnalis punya tanggungjawab kepada masyarakat,” kata jurnalis BBC Indonesia itu.
Berdasarkan pengalamannya, sudah mulai banyak jurnalis yang tertarik untuk mendalami ilmu cek fakta. Dibanding sekitar tujuh tahun lalu, jumlahnya terlihat meningkat pesat. Kata Aghnia, kondisi itu berpengaruh terhadap masyarakat.
“Sekarang mulai banyak yang tahu apa itu cek fakta. Dan itu sesuatu hal yang baik. Tidak boleh berhenti di situ. Ketika memberikan pelatihan kepada banyak orang, di saat itu juga banyak konten hoaks yang tersebar. Kita berlomba dengan orang-orang yang membuat konten hoaks.
Dalam pelatihan yang berlangsung di Hotel Alana Kota Malang, Aghnia membagikan materi mengenai perkembangan ragam hoaks berbasis kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
“Kami kasih bagaimana cara mendeteksi konten tersebut benar atau tidak. Apakah itu dibuat oleh kecerdasan buatan atau tidak. Lalu kami kasih pemahaman citra satelit yang sangat mendukung kerja cek fakta,” bebernya.
Materi lain yang menarik adalah cara menginvestigasi iklan politik di sejumlah platform media sosial. Aghnia memberitahu kepada para peserta alat-alat yang bisa digunakan untuk menelusuri pihak terkait di belakang iklan politik. Salah satu cara yang ditunjukan melalui penelusuran di situ well-known.dev.
“Kami juga belajar menelusuri Keterkaitan situs abal-abal, bahkan menguak pemiliknya,” serunya.
Selain itu, salah satu peserta, Rizal Adhi Pratama, menyebutkan seorang jurnalis media online mengungkapkan ketertarikannya untuk menguak keaslian informasi dari foto atau video yang viral.
Ia kerap menjumpai informasi viral yang beredar di media sosial. Informasi viral yang kerap ia lihat itu banyak berbentuk video dan foto.
“Ternyata ada alat-alat yang dikhususkan mencari informasi ini hoaks atau tidak. Katakanlah seperti penggunaan SunCalc, saya baru tahu Narasi TV menggunakan alat itu untuk membongkar kasus Sambo,” katanya.
Setelah mengikuti pelatihan yang didukung oleh AJI Indonesia dan Google News Initiative itu, Rizal menegaskan lebih percaya diri menelusuri informasi menggunakan berbagai macam aplikasi. Ia tertantang untuk mempelajari lebih jauh alat-alat penelusuran di internet demi memperoleh informasi yang akurat.
“Dari sini saya belajar agar tidak mudah gampang percaya. Saya harus memahami karakteristik informasi. Mana yang palsu dan asli,” pungkasnya. (MK/YD)