
KOTA BATU – malangpagi.com
Kerumunan pengunjung Alun-Alun Batu pada Sabtu malam (27/2/2022) tampak di beberapa titik. Berdasarkan pantauan Malang Pagi, area parkir pusat kota wisata itu dipenuhi ribuan kendaraan, yang tak pelak menyumbang kemacetan di sekitarnya. Kendaraan yang melintas pun padat merayap dan berjalan lamban. Begitu pun di Pasar Laron, yang letaknya tepat di depan Alun-Alun Batu, ribuan pelancong asyik bergerombol sembari menikmati sajian wisata kuliner.
Di dalam area Alun-Alun, pandangan kami langsung tertuju pada antrean panjang di depan loket wahana kereta kincir Bianglala. Sekilas menoleh, tak sedikit ditemukan pasangan muda-mudi tengah asyik masyuk bermesraan di bangku taman.
Ironisnya, banyaknya pengunjung tidak sebanding dengan jumlah pengguna aplikasi PeduliLindungi. Poster QR code program besutan pemerintah yang terletak di dekat pintu masuk pun tampak nganggur tidak difungsikan.
Padahal, berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Imendagri) nomor 12 tahun 2022, wilayah Malang Raya telah masuk PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Level 3.
“Meskipun di sini PPKM level 3, tapi kami tidak merasa ada penerapan sesuai level tersebut. Walikota Batu sudah mengimbau jika pengunjung harus 50 persen dari kapasitas. Namun pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batu yang menaungi Alun-Alun Batu ini seolah tidak peduli,” ungkap salah satu petugas keamanan Alun-Alun Batu yang enggan disebutkan namanya.
Dirinya mengaku merasa kebingungan, lantaran banyaknya pengunjung dari luar kota yang memaksa masuk meskipun pintu pagar ditutup, dengan cara melompati pagar.
“Bagai buah simalakama. Jadi pekerja-pekerja kadang dilema. Jika pagar kami tutup, mereka lompat. Jadi ya acap kali terjadi perang mulut dengan pengunjung,” keluhnya.
Pria bertubuh gempal itu pun menceritakan, setiap kejadian selalu Ia laporkan kepada pimpinan. terlebih area Alun-Alun Batu telah dipasang CCTV yang langsung dipantau di Block Office Kota Batu.
“Keadaan di Alun-Alun ini sudah pernah kami foto dan kirimkan ke pihak DLH Kota Batu. Namun kondisinya ya tetap seperti ini. Padahal, imbauan Ibu Walikota yang memantau dari layar CCTV selalu menekankan untuk mematuhi aturan-aturan Imendagri,” jelasnya.

Ia pun berharap, sinergi antara Satpol PP, Dinas Perhubungan (Dishub), dan Satgas Covid-19 lebih dioptimalkan guna mengatasi permasalahan ini. “Kerumunannya memang parah. Maka dari itu, kami berharap ada kolaborasi agar kondisi semacam ini dapat diminimalisir,” tuturnya.
“Perlu arahan dan petunjuk. Jika ada pembatasan, ya harus dibatasi. Termasuk pembatasan di pintu masuk maupun tiket wahana juga harus dibatasi,” imbuh pria yang merupakan Tenaga Harian Lepas (THL) itu.
Menurutnya, lemahnya pengawasan di Alun-Alun Batu terjadi lantaran jumlah petugas yang minim. Sehingga penumpukan massa pun tidak terhindarkan.
Di tempat yang sama, Agus (45) seorang pengunjung asal Kota Malang, mengaku awalnya tidak memiliki rencana untuk berwisata di Alun-Alun Batu. “Tadi nggak ada rencana ya ke sini [Alun-Alun Batu]. Tapi ternyata kok ramai, ya udah saya ajak anak istri sekalian cuci mata dan bermalam minggu,” ujarnya.

Dirinya mengatakan bahwa tidak ada upaya pengetatan pengunjung, termasuk kewajiban untuk memindai QR code aplikasi PeduliLindungi maupun cek suhu badan.
“Agak longgar ya. Kami tadi tidak harus antre untuk scan barcode PeduliLindungi atau menunjukkan bukti vaksin, juga tidak di cek suhu. Langsung masuk aja. Tapi kami tetap mengenakan masker,” terang Agus.
Menanggapi membeludaknya pengunjung Alun-Alun Batu, Kasi Pertamanan DLH Kota Batum Reny Asih Wardhani mengatakan bahwa pihaknya tidak menyangka hal tersebut terjadi.
“Kami kekurangan personel, serta tidak dapat membatasi jumlah wisatawan yang datang. Tetapi untuk masuk area Alun-Alun, yang di dalam pagar, kami batasi dengan protokol kesehatan ketat,” ungkap Reny, saat dihubungi Malang Pagi via WhatsApp, Minggu (28/2/2022).
Reny menegaskan, pengunjung yang berada di luar pagar bukan menjadi kewenangan DLH Kota Batu. Sehingga pihaknya tidak dapat mengontrol ataupun mengendalikan jumlah pengunjung.
“Di dalam kawasan Alun-Alun, kami menggunakan aplikasi PeduliLindungi dengan jumlah maksimal 250 orang. Kami juga menerapkan sistem buka tutup. Setelah jumlah maksimal terpenuhi, maka akan kami tutup. Kami tunggu sampai ada pengunjung yang keluar, baru dapat memasukkan kembali lainnya,” bebernya.
Menanggapi informasi adanya sejumlah pengunjung yang memaksa maseuk dengan cara melompati pagar, Reny menyatakan bahwa kejadian tersebut akan menjadi bahan evaluasi.
“Karena jumlah personel kami juga terbatas, maka ke depan kami akan melakukan penjagaan lebih intensif, dengan melibatkan petugas lebih banyak. Sebenarnya, taman publik seharusnya tidak memiliki pagar, karena secara estetika dan psikologis kurang bagus, terutama jika pagarnya tinggi,” tutur Reny.
Sedangkan mengenai aplikasi PeduliLindungi yang tidak digunakan pada malam hari, dirinya tidak menampik. “Siang dan sore hari kami gunakan aplikasi PeduliLindung. Mungkin pada malam hari, mereka [petugas pintu masuk] sudah capai, sehingga lalai terkait prosedurnya. Mereka sudah kami tegur, dan akan kami perbaiki,” pungkas Reny. (Har/YD)