
KOTA MALANG – malangpagi.com
Tidak mudah bagi warga kampung untuk bangkit dari terpuruknya usaha dan ekonomi akibat pandemi Covid 19, terlebih di bidang pariwisata.
Seperti halnya dialami Kampung Budaya Polowijen (KBP), yang merupakan salah satu kampung tematik Kota Malang dan andalan wisata budaya. Dampak pandemi membuat nasib kampung tematik ini hampir berada di titik nadir. Absennya kegiatan seni budaya yang selalu di tonton oleh wisatawan, tak ayak membawa dampak pada ekonomi warga KBP yang kini lumpuh.
Untuk kembali bangkit dari keterpurukan, sejumlah dosen Fakutas Ekonomi melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) Universitas Negeri Malang (UM) melakukan kegiatan pendampingan, sekaligus pengembangan jaringan usaha dan kemitraan dengan Kampung Budaya Polowijen, pada Minggu (3/10/2021).
Tim LP3M UM yang hadir terdiri dari Sriyani Mentari, Dr. Puji Handayati, Aulia Azzardina, dan Inanda Shinta Anugrahani. Masing-masing personel mendampingi sekitar 50 warga KBP dalam kegiatan pendaftaran perizinan NIB berbasis Online Single Submission (OSS).

Acara dibuka dengan tari Beskalan dan tari Topeng Malang, dilanjutnkan sambutan Ki Demang selaku Penggagas Kampung Budaya Polowijen.
“Kami ingin melalui digitalisasi produk-produk KBP, seperti batik, topeng, seni rupa, kerajinan, serta usaha kuliner warga mudah diakses oleh calon pengunjung KBP,” buka pria bernama asli Isa Wahyudi itu.
Sementara itu, Puji Handayati selaku Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi UM menyampaikan, perguruan tinggi turut bertanggungjawab terhadap warga sekitar kampus, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi terlebih terhadap kampung wisata yang menjadi andalan Pemeritah Kota Malang.
Dalam kesempatan ini, Sri Andriani, yang merupakan Ketua Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia dengan membawakan materi bertajuk ‘Memaksimalkan Potensi Bisnis dengan Pengembangan Jaringan Usaha dan Kemitraan’.
Dosen UIN Maliki Malang membantu mengidentifikasi dan mengklasifikasi jenis usaha warga KBP, mulai usaha kerajinan, kuliner, fashion, salon dan usaha lainnya yang mendukung aktivitas seni budaya di KBP.
Peserta yang mayoritas mengenakan baju kebaya dan pakaian tradisional tampak antusias. Selain mendengar pemaparan narasumber, mereka juga langsung praktik memanfaatkan teknologi berbasis digital guna memaksimalkan potensi bisnis.

Narasumber juga memberikan wawasan terkait permohonan perizinan berusaha berbasis risiko yang mengacu pada UU Cipta Kerja.
“Kegiatan pendampingan ini memberikan pemahaman lebih pada peserta terkait merek dan hak cipta. Sehingga peserta mendapatkan pendampingan untuk pendaftaran perizinan seperti NIB, IUMK, SIUP, dan sebagainya,” ujar Sri Adriyani.
Pemilik Rumah Kreatif Dinara (Dinara Wooden Heel) sekaligus Master Mentor SIGAP UMKM Kementerian Koperasi tersebut menambahkan, dalam acara ini peserta juga mendapatkan pendampingan untuk mendaftar program Transfumi di Micromentor Indonesia.
Pada sesi lain, Arif Bawono Surya menyampaikan materi literasi kewirausahaan berbasis digital. Founder Letsplay.id itu membagi tips strategi labeling, packaging, dan marketing guna memberi nilai tambah produk.
Meski usianya tergolong muda, Arif yang telah menjadi pengusaha sukses itu memberikan penjelasan terkait pentingnya Go-Digital dalam berbisnis. Terutama tentang pentingnya menandai suatu bisnis melalui platform Google Business.
“Dengan menandai bisnis di Google Business, maka akan memudahkan pelanggan untuk mencari bisnis kita. Tak lupa gunakan marketplace yang sudah tersedia untuk berjualan hingga pemasaran ke seluruh Indonesia,” jelas mantan mahasiswa UM tersebut.
“Gunakan database dari tamu yang berkunjung. Karena experience orang yang pernah berkunjung akan memudahkan kita menjual sesuatu, dibanding calon pembeli yang belum pernah mengenal tempat ini,” lanjutnya.
Arif juga menyarankan peserta untuk membuat film, baik film pendek maupun film panjang, untuk menarik minat pengunjung. Film dapat berupa informasi tentang produk, spot lokasi, maupun permainan tradisional yang ada di Kampung Budaya Polowijen.
“Experience sebuah gambar bergerak lebih menarik minat calon pengunjung. Film panjang juga bisa dikirimkan untuk festival film yang hadiahnya lumayan. Film dapat dibuat dengan biaya murah jika dikerjakan secara gotong royong,” tutup pemilik Ghost Kitchen yang berada di Surabaya dan Kota Malang itu. (DK99–TnT/MAS)