KOTA BATU – malangpagi.com
Kedatangan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan tiba di Kota Batu pada Minggu (25/4/2021) kemarin, untuk meninjau lokasi kereta gantung yang bakal dibangun mendapat sorotan Malang Corruption Watch (MCW).
Selain meninjau, Luhut juga menandatangani prasasti Jatim Park 3, berdialog dengan para pengusaha sektor wisata di Museum Angkut, serta menemui Walikota Batu untuk membahas urgensi pembangunan kereta gantung.
Menurut Raymond Tobing selaku Tim Advokasi MCW, wahana wisata yang sedang dalam proses itu diproyeksi membutuhkan dana besar, ditaksir mencapai triliunan rupiah.
“Yang kami pertanyakan adalah apa urgensinya? Karena besarnya dana yang dibutuhkan untuk membangun kereta gantung, tentunya menjadi problem. Dana APBD Kota Batu maupun APBD Provinsi Jawa Timur, jelas tidak cukup untuk membiayai proyek tersebut,” kata Raymond dalam Press Release yang diterima Malang Pagi, Senin (26/4/2021).
Lebih lanjut Ia menjelaskan, kedatangan Luhut ke Kota Batu menjawab semua spekulasi yang beredar. MCW menilai proyek tersebut sudah bisa ditebak dari mana sumber pendanaannya.
“Lagi-lagi dari investor. Entah investor lokal maupun investor asing, hanya tinggal menunggu waktu untuk mendapatkan jawabannya. Berbicara tentang skema investasi dalam proyek ini, jelas keberadaan kereta gantung hanya untuk kepentingan bisnis semata,” tukasnya.
Jikapun memang sanggup menghimpun dana sebesar itu, MCW memandang Pemerintah Kota Batu seharusnya mempertimbangkan urgensi pembangunan kereta gantung.
“Sebab masih banyak sektor lain yang lebih mendesak. Misalnya sektor pelayanan publik dasar. Di tengah pandemi seperti saat ini, pemerintah seharusnya mengalokasikan dana APBD yang ada untuk penanganan Covid,” tuturnya.
MCW kembali mengingatkan, banyaknya catatan merah Pemkot Batu terkait pembangunan sektor pariwisata yang merusak lingkungan.
“Praktik ‘bangun dulu, izin belakangan’ salah satunya. Kota Batu yang katanya memiliki potensi agro wisata, ternyata gagal dan kerap mengabaikan kelestarian lingkungan hidup. Selain itu, minimnya perhatian kepada masalah penyusutan lahan pertanian, kini juga tengah menjadi ancaman serius,” tegas Raymond.
Dirinya juga memaparkan, bahwa masih banyak lahan luas di Kota Batu yang berubah fungsi. Mega proyek kereta gantung tidak hanya menghabiskan dana besar, tetapi juga akan melintasi wilayah yang luas.
“Proyek kereta gantung dibagi dua jalur, yakni Kidul Brantas dan Lor Brantas. Kidul Brantas meliputi Sengkaling, Jatim Park 3, Gangsiran Puthuk, Jatim Park 2, Kusuma Agrowisata, Gunung Seruk, Pos Pendakian Gunung Panderman, dan Gunung Punuk Sapi. Sedangkan untuk rute lor meliputi Selecta, Putuk Gendero, Puncak Kalindra, Coban Talun dan Bukit Jengkoang,” paparnya.
Raymond menganalisa, proyek pembangunan akan menggunakan alat-alat berat, dan pastinya membutuhkan ruang gerak yang luas dan mencakup semua lini.
“Guna memenuhi kebutuhan ruang itu, hal yang biasanya dilakukan adalah membuka lahan. Tak terkecuali proyek pembangunan kereta gantung Kota di Batu ini. Dari luasnya wilayah yang dilintasi untuk membangun proyek tersebut, tentu potensi kerusakan lingkungannya juga sangat besar,” kata Raymond.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka MCW menilai:
- Kereta Gantung hanyalah kepentingan bisnis belaka.
- Pembangunan Kereta Gantung di Kota Batu bukanlah kebutuhan mendesak.
- Pembangunan Kereta Gantung berpotensi merusak lingkungan hidup.
- Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Jawa Timur, dan Pemerintah Kota Batu harus mempertimbangkan urgensi pembangunan Kereta Gantung di Kota Batu.
Sekadar diketahui, pembangunan kereta gantung di Kota Batu merupakan proyek yang tergolong program utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Kota
Batu tahun 2017 – 2022.
Reporter : Dodik
Editor : MA Setiawan