
KOTA BATU – malangpagi.com
Sapi merupakan salah satu hewan ruminansia (pemamah biak) yang banyak dibudidayakan petani. Selain menghasilkan susu, bibit dan daging, sapi juga menghasilkan produk sampingan berupa kotoran ternak.
Untuk yang terakhir ini bisa menjadi masalah jika tidak diolah dengan baik. Karena menimbulkan bau tidak sedap dan dapat menganggu kesehatan ternak.
Pada umumnya peternak sapi tidak mengelola limbah ternaknya dengan baik. Padahal limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi usaha tani, berupa sistem integrasi ternak dan tanaman.
Limbah kotoran sapi jika diolah juga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik (kimiawi) dalam usaha tani. Cara ini mampu menjadi solusi permasalahan mahalnya harga pupuk kimia, serta dampak negatif yang timbul dari penggunaannya secara terus menerus.
Selain itu, faktor sumber daya manusia (SDM) berperan penting sebagai agent-of-change dan merupakan kunci keberhasilan pengelolaan peternakan terintegrasi, khususnya dalam hal pemanfaatan limbah peternakan.
Limbah peternakan yang dimanfaatkan dengan benar akan mendatangkan nilai ekonomis, sehingga berkontribusi bagi perekonomian perdesaan.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menekankan bahwa pertanian adalah sektor yang sangat penting, terutama dalam menopang kemajuan ekonomi nasional.
Untuk itu, pertanian harus didorong menjadi subsektor ekonomi yang maju, mandiri dan modern didukung oleh kapasitas SDM pertanian yang profesional, mandiri dan berdaya saing.
Berkaitan dengan kapasitas SDM, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Prof. Dedi Nursyamsi mengatakan, guna mendukung pembangunan pertanian maju, mandiri dan modern, perlu dilakukan penyiapan, pencetakan SDM pertanian unggulan.
SDM yang kompetitif sebagai tenaga kerja pertanian serta pengusaha pertanian milenial yang andal, kreatif, inovatif, profesional, serta mampu menyerap lapangan pekerjaan sektor pertanian sebanyak mungkin.
“Pengusaha pertanian milenial diharapkan mampu menjadi resonansi, penggebuk tenaga muda di sekitarnya untuk menjadi SDM pertanian unggulan yang mampu menggenjot pembangunan pertanian menjadi pertanian maju, mandiri dan modern,” tutur Dedi Nursyamsi, Jumat (22/1/2021).
Kenyataan ini mendorong penerapan peternakan terintegrasi yang dapat dikelola untuk menyuplai kebutuhan pangan dalam negeri dan sekaligus ramah lingkungan dengan dikelolanya limbah peternakan dengan baik dan memiliki nilai ekonomis.
Sementara itu, menurut Kepala Balai Besar Pelatihan dan Peternakan (BBPP) Batu, Dr. Wasis Sarjono, S.Pt M.Si, diperlukan adanya revitalisasi pengelolaan limbah peternakan dan hasil ikutannya yang ramah lingkungan dan berorientasi ekonomi, dengan prinsip mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang.
Selain itu, pemeliharaan dan penanganan limbah peternakan harus mengacu dan berorientasi bisnis yang menguntungkan, dengan memanfaatkan limbah dan produk samping atau hasil ikutan dari aktivitas peternakan. Sehingga limbah dan hasil ikutan ternak dapat diminimalkan (zero waste).
“BBPP Batu dalam kiprahnya sebagai institusi pelatihan tentu saja mendorong para petani, kelompok tani, gapoktan, KWT, P4S maupun generasi milenial, untuk terus meningkatkan kompetensi SDM unggul dan model penguatan kelembagaan dengan membuka ruang belajar dalam bentuk pelatihan,” tutur Wasis.
Harapan diikuti peningkatan kompetensi kewirausahaan menjadi poin penting, untuk mewujudkan peternakan terintegrasi sebagai lokomotif ekonomi lokal perdesaan. “Caranya, dengan mewujudkan produk-produk dari limbah peternakan menjadi bernilai tambah ekonomi yang berdaya saing,” imbuhnya.
Wasis mengatakan, terkait dengan peningkatan kualitas SDM peternak melalui pelatihan teknologi tepat guna dan pengelolaan agrobisnis, tentunya melibatkan peran profesional Widyaiswara, penyuluh dan pendamping.
“Teknologi yang kami suguhkan dari limbah ternak dikategorikan menjadi pupuk organik padat dan cair. Pupuk padat yaitu kotoran ternak berupa padatan yang dikomposkan sebagai sumber hara, terutama N bagi tanaman dan dapat memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah,” paparnya.
Sedangkan pupuk cair yang dikenal dengan Biourine, menurut Wasis dibuat menggunakan limbah cair yaitu urin sapi. Biourine merupakan hasil fermentasi anaerobik dari urin, dengan nutrisi tambahan berupa mikroba pengikat nitrogen dan mikroba dekomposer lainnya.
Proses ini menyebabkan kandungan unsur nitrogen dalam Biourine akan lebih tinggi dibandingkan pada urin biasa. Gas metana dalam biogas dapat dibakar dan menghasilkan energi panas untuk bahan bakar dan energi listrik.
“Teknologi kompos dan Biourine merupakan teknologi sederhana. Sangat sesuai dengan konsep pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan. Namun teknologi ini belum menyebar secara luas di masyarakat. Di sinilah salah satu peran BBPP Batu untuk memberi pemahaman masyarakat akan besarnya manfaat pupuk organik,” tutup Wasis.
Reporter : Doni Kurniawan
Editor : MA Setiawan