KOTA MALANG – malangpagi.com
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang buka suara terkait keresahan masyarakat, terkait naiknya NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) di tahun 2023.
Kepala Bapenda Kota Malang, Handi Priyanto menjelaskan, kenaikan tersebut merupakan upaya penyesuaian yang dilakukan di 2023, atas hasil koordinasi dengan BPK dan juga Korsupgah KPK.
Hasil koordinasi tersebut, seharusnya setiap tiga tahun sekali NJOP disesuaikan. Hal itu berdasar Undang-undang Nomor 28 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dalam Pasal 79 Ayat 2 UU di atas, berbunyi bahwa besarnya NJOP setiap tiga tahun (kecuali untuk obyek pajak tertentu) dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. “Sementara di Kota Malang, penyesuaian NJOP terakhir dilakukan pada 2017 lalu. Ini yang perlu kami sesuaikan,” tutur Handi kepada Malang Pagi, Senin (6/2/2023).
Penyesuaian tersebut dilakukan dengan mencocokkan harga pasaran dengan database Bapenda Kota Malang, yang didapatkan dari Nilai Bidang Tanah (NBT) serta konfirmasi wilayah. “Konfirmasi wilayah itu dilakukan dengan datang ke lokasi. Mengonfirmasi ke lurah dan warga sekitar,” ujarnya.
Penyesuaian juga dilakukan untuk menyamakan harga pasaran tanah di Kota Malang. Diketahui, sebagian tanah di Kota Malang memiliki NJOP di bawah harga pasar. “Karena ada yang harganya Rp50 ribu. Padahal pasarannnya Rp1 juta. Makanya kami naikkan menjadi Rp500 ribu. Meski naiknya banyak sekali, tetapi masih di bawah pasar,” terang Handi.
Adanya penyesuaian NJOP tak ayal menuai protes dari sebagian masyarakat, yang menggelar audiensi dengan Komisi B DPRD Kota Malang dan Bapenda Kota Malang.
Dalam audiensi tersebut, Handi menjelaskan bahwa manfaat dari penyesuaian NJOP sejatinya akan kembali ke masyarakat. Menurutnya, hal itu disebabkan adanya pembebasan lahan atau penggusuran, dan nantinya bukti NJOP itu digunakan sebagai dasar besaran ganti rugi.
“Kalau seperti ada pembebasan lahan. Salah satu dasar resminya itu NJOP. Kalau NJOP-nya Rp50 ribu, kan apa mau masyarakat dibayar Rp50 ribu? Maka dari itu kami sesuaikan,” tegas Handi.
Pihaknya menambahkan, atas penyesuaian itu, tidak semua harga NJOP naik di seluruh Kota Malang. Diketahui ada beberapa daerah yang NJOP-nya malah turun. “Contohnya itu daerah Mayjen Sungkono, ada yang turun karena kami sesuaikan dengan harga pasaran tanah. Makanya itu disebut penyesuaian, bukan naik,” jelasnya.
Di sisi lain, Handi memahami bahwa adanya keluhan terkait meroketnya NJOP di sejumlah daerah terjadi karena penyesuaian tersebut. “Salah satu contohnya di Jalan LA Sucipto Kota Malang. NJOP di sana awalnya sekitar Rp64 ribu per meter. Namun di 2023 menjadi jutaan rupiah. Ataupun di kawasan Jalan Papa di Kecamatan Lowokwaru, yang naik hingga Rp10 juta,” sebutnya. “Saya berterimakasih dengan adanya audiensi kemarin. Jadi kami paham permasalahannya dan akan kami temukan solusinya,” lanjut Handi.
Menurutnya, hal tersebut dikarenakan beberapa daerah itu termasuk satu zona. Meskipun lahannya berada di dalam gang maupun di pinggir jalan, ketika satu zona, maka NJOP-nya bakal sama.
Contohnya di Jalan Ki Ageng Gribig, Handi menjelaskan, NJOP lahan satu dan lahan lainnya dapat berbeda. Ada yang di dalam gang NJOP-nya mencapai Rp5 juta. Tapi NJOP tanah yang di pinggir jalan sebesar Rp3 juta.
“Nah ini yang sedang kami updating, istilahnya. Tujuannya supaya NJOP di dalam gang dan pinggir jalan berbeda. Dan akan kami sesuaikan. Yang di dalam gang nanti lebih murah, dan sebaliknya yang di pinggir jalan juga disesuaikan,” terangnya.
Pihaknya mengaku saat ini telah mengerahkan petugas Bapenda Kota Malang untuk melakukan updating. Dan ditargetkan akan selesai dalam waktu singkat. “Karena proses updating ini menyebabkan pembayaran kami tutup hingga selesai,” ujar Handi.
Atas penyesuaian ini, dirinya memastikan tidak berimbas atas naiknya PBB di 2023. “Karena sudah ada Perwali terkait pengurangan nilai PBB. Jadi ketika tahun ini ada yang bayar Rp100 ribu, dan naik menjadi Rp500 ribu atau Rp400 ribu. Ya bayarnya tetap Rp100 ribu,” tutupnya. (YD/MAS)