KOTA MALANG – malangpagi.com
Ada pemandangan tak lazim di area pemakaman Nasrani, Tempat Pemakaman Umum (TPU) yang berada di Jalan Sudanco Supriadi No. 38 Kota Malang, Senin (7/6/2021) lalu. Pasalnya di perkuburan dilakukan kegiatan memanen kopi.
Kopi jenis Robusta ditanam di kompleks pemakaman seluas 12 hektare, sebagai wujud penyumbang Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik, sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Disebutkan pada pasal 29 ayat 3 dalam UU tersebut, bahwa proporsi RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota itu. TPU adalah termasuk Ruang Terbuka Hijau, sehingga harus dapat menyediakan ketersediaan persentase dari kebutuhan RTH yang diperlukan. Penanaman kopi merupakan salah satu bentuk inovasi, sehingga kebutuhan RTH publik yang ditargetkan dapat terealisasi.
Kota Malang yang notabene adalah kota besar belum bisa memenuhi target kebutuhan RTH. Sejauh ini persentase yang dicapai baru sekitar 8 persen, masih sangat jauh dari target yang ditentukan.
“Kopi ini memang sengaja kita tanam di sela-sela lahan makam untuk menyumbang kebutuhan RTH di Kota Malang. Selain itu, penanaman kopi merupakan implementasi dari Grave Go Green Plus melalui diversifikasi lahan kritis Kota Malang” jelas Kepala UPT Pengelolaan Pemakaman Umum, Taqruni Akbar, ditemui di sela-sela panen kopi.
Awalnya, kopi uang ditanam sekitar 100 bibit pada awal Maret 2017 lalu. Idenya berasal dari inisiatif para penjual jasa di areal TPU Nasrani. Pada 2018 terdapat penambahan 5.000 bibit tanaman kopi dari Dinas Perumahan dan Permukiman, saat itu menaungi UPT Pemakaman Umum.
Sejauh ini panen sudah dilakukan sebanyak tiga kali dan menghasilkan kopi, yang kemudian dipasarkan dengan label Kopi Tulang, yang dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Koeboeran Londo.
“Sengaja kami namakan Kopi Cap Tulang, karena ditanam di antara tulang-belulang,” seloroh Roni panggilan akrab Taqruni Akbar sambil tertawa kecil. “Namun, nama Kopi Cap Tulang ini sejatinya hanya untuk meningkatkan branding, agar mudah dikenal dan memberi sensasi berbeda,” jelasnya.
Kopi Cap Tulang yang dikemas dalam bungkus kertas kedap udara dan bergambar tengkorak ini cukup laris dan memiliki penggemar sendiri. Karena penjualannya masih dalam skala kecil, saat ini hanya melayani pesanan yang jumlahnya tergantung dari ketersediaan kopi.
“Kami menargetkan sekitar 1 ton kopi bisa dipanen tahun ini. Mumpung ini lagi istirahat dan pemakaman Covid tidak terlalu banyak, sehingga kami bisa membantu Pokdarwis untuk panen kopi,” imbuh Roni.
Ia pun berharap, Kopi Cap Tulang dapat membantu masyarakat sekitar untuk mewujudkan sebuah ekonomi kreatif dan menjadi salah satu produk khas Kota Malang.
Ditemui secara terpisah, Ketua Pokdarwis Koeboeran Londo, Djainul Arifin mengaku mendukung adanya penanaman kopi di TPU Nasrani Sukun. “Pokdarwis Koeboeran Londo sangat mendukung adanya penanaman kopi ini. Kopi yang dihasilkan merupakan bentuk ekonomi kreatif yang juga dapat menarik wisatawan,” ucapnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Kader Lingkungan ini mengaku selaku berkoordinasi dengan pihak UPT Pengelolaan Pemakaman Umum. “Kami selalu berkoordinasi dengan Kepala UPT PPU, terkait cara meningkatkan destinasi makam ini. Salah satunya mengelola Kopi Cap Tulang. terur terang, adanya pandemi membuat kegiatan pariwisata di Koeboran Londo sementara dihentikan,” tutur Djainul.
TPU Nasrani Sukun yang lebih populer disebut Koeboeran Londo bukan sekadar tempat pekuburan biasa. Tempay ini memiliki nilai historis, ekonomi, dan serta estetika.
Keberadaan tanaman kopi di TPU ini dinilai memiliki fungsi ekologis, yakni memberi jaminan pengadaan RTH sebagai bagian dari sirkulasi udara dan paru-paru kota serta pengatur iklim mikro. Sehingga sistem sirkulasi udara secara alami dapat berlangsung lancar.
Selain itu, keberadaan RTH juga berfungsi sebagai peneduh, produsen oksigen, menampung air hujan, penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin. Tak kalah pentingya, RTH juga dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan rupiah untuk memdukung perekonomian masyarakat.
Reporter : Hariani
Editor : MA Setiawan