
KOTA MALANG – malangpagi.com
Bullying atau perundungan kerap terjadi dan memberikan dampak negatif bagi korbannya. Untuk meminimalisir kasus perundungan, Polresta Malang Kota mengadakan Forum Group Discussion (FGD) terkait Penanganan Perundungan bertajuk Stop Bullying di Ballroom Sanika Satyawada, Rabu (29/3/2023). Dalam kegiatan ini juga dilakukan penandatanganan kerjasama dengan BNN (Badan Narkotika Nasional) Kota Malang, IPPATI, KoPI (Komunitas Peduli Perempuan Indonesia) Kota Malang, serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang
Menurut Wakasat Reskrim Polresta Malang Kota AKP Wasis, bullying kerap terjadi pada anak berusia kurang dari 18 tahun. “Jika terjadi pada usia lebih dari 18 tahun, itu namanya penganiayaan,” jelasnya.
Bullying diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang tertuang dalam pasal 76A dan pasal 76C. “Dalam pasal 76A disebutkan bahwa setiap orang dilarang memperlakukan anak secara diskriminatif, yang mengakibatkan anak mengalami kerugian baik materiil maupun moril, sehingga menghambat fungsi sosialnya. Atau dilarang memperlakukan anak penyandang disabilitas secara diskriminatif,” papar Wasis, memandang bullying dalam perspektif hukum.
Sedangkan dalam pasal 76C tertulis bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.

“Memang bullying ini rata-rata terjadi di kumpulan atau tempat-tempat tertentu yang sebenarnya aman. Contoh di sekolah. Ini beberapa kali kami menangani terkait bullying. Ada yang sudah proses, adapula yang masih proses pelaporan. Namun pelaporan ini masih sebagian kecil yang masuk atau yang diketahui umum,” ungkapnya.
“Saya kira tindakan bullying ini banyak terjadi di sekolah, yang kemudian diselesaikan di sekolah. Yang tidak selesai di sekolah kemudian masuk ke media. Baru masuk ke pihak kepolisian,” imbuh Wasis.
Karakter bullying, lanjut Wasis, dilakukan oleh anak yang lebih kuat, atau kelompok yang lebih besar. Bentuknya pun bergam. Mulai mengejek atau memalak, yang bertujuan untuk menyakiti, dan melakukan kekerasan secara fisik dengan cara memukul, mencubit, atau tindakan usil yang membuat susah orang lain, dan itu dilakukan secara terus-menerus.
“Hal ini akan berdampak negatif pada korban. Anak akan takut pergi ke sekolah, menjadi pemurung, depresi, merasa sedih dan kesepian. Perubahan pola tidur dan makan serta berkurangnya ketertarikan untuk melakukan hobi atau aktivitas yang disenangi,” terangnya.
Di samping itu juga akan terjadi masalah kesehatan dan menurunnya performa akademis. “Untuk itu, mari stop bullying melalui peran semua pihak, untuk menangani secara serius laporan adanya bullying,” ajak Wasis.

Pihaknya juga menyebutkan sanksi pidana yang mengatur dan tertuang pada pasal 80 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, dengan pidana penjara paling lama tiga setengah tahun, dan atau denda paling banyak Rp72 juta.
“Sedangkan, dalam pasal 351 KUHP penganiayaan diancam dengan penjara paling lama dua tahun 8 bulan, atau denda paling banyak Rp4.500,” ujar Wasis.
Di tempat yang sama, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kota Malang dan Kota Batu, Ema Sumiarti, menyebut bahwa untuk mencegah adanya bullying, pihak sekolah harus meningkatkan pembelajaran karakter. Sehingga anak memiliki mental yang baik untuk menghormati orang lain. “Perlu adanya sinergi antara siswa, orangtua, dan sekolah, agar perundungan ini dapat diminimalisir,” tuturnya.
Untuk menangani bullying, pihaknya tekah menyediakan Rumah Restorative Justice (Rumah RJ). “Di tempat tersebut permasalahan bullying kita selesaikan secara musyawarah. Sebenarnya pendidikan bukan tanggungjawab pihak sekolah saja, tetapi pendidikan ini juga ada lingkungan dan orangtua,” sebut Ema.
Dalam perspektif psikologi, Kompol Ahmad Fandi Rakhim selaku Kasatlantas Polresta Malang Kota menyampaikan bahwa bullying membuat korbannya merasa tertekan, trauma dan tak berdaya. “Langkah yang harus diambil yakni konseling. Itu adalah langkah pertama yang dapat ditempuh oleh orangtua. Konseling dengan psikolog atau psikiater akan cepat membantu anak terbuka tentang pengalamannya,” jelas Ahmad.
Hal lain yang dapat ditempuh yaitu psikoterapi, yang dapat membantu anak lebih mengenal, mengutarakan, dan mengelola perasaan yang dialami. Sehingga diharapkan dapat membangun kembali semangat dan rasa percaya dirinya.
“Bisa pula melakukan Cognitive Behavioral Therapy (CBT), yang merupakan terapi kognitif dan dapat membantu menata masalah dengan mengubah cara berpikir. Sehingga dapat membantu individu lebih memahami pikiran dan perasaannya,” terangnya.
Adapun cara terakhir adalah dengan pengobatan. Menurut Ahmad, obat-obatan dapat membantu anak lebih rileks. “Pada anak dengan pemikiran ingin mengakhiri hidupnya, atau sudah berbuat ke arah sana, maka perawatan psikiatri rawat inap diperlukan,” pungkasnya. (Har/MAS)