KOTA MALANG – malangpagi.com
Pada perayaan tahun baru Imlek 2574 Kongzili, ratusan umat Tridharma (Konghuchu, Budha, dan Taoisme) berdoa di Klenteng Eng An Kiong, yang terletak di Jalan RE Martadinata No. 1 Kota Malang, Minggu (22/1/2023).
Menurut Ketua Pengelola Yayasan Klenteng Eng An Kiong, Rudi Phan, perayaan Imlek sebenarnya sudah dilaksanakan sejak 15 Januari 2023 lalu. “Jadi sebelum kita merayakan Imlek hari ini (Minggu, 22/1/2023), sebelumnya di tanggal 15 Januari kami menggelar upacara Sung Sien atau Mengantar Roh Suci,” ungkapnya kepada Malang Pagi.
“Dalam kepercayaan kami, para dewa naik ke kayangan dan melapor apa yang terjadi di dunia ini. Dan kemarin juga ada kegiatan menyalakan lilin sebagai lambang penerangan bagi mereka. Puncaknya saat ini, yakni pada perayaan Imlek,” lanjut Rudi.
“Sedangkan pada 25 Januari 2023 mendatang, para dewa kita terima kembali. Dan sebagai penutup akan ada perayaan Cap Gomeh pada 5 Februari, sebagai bentuk silaturahmi. Sebenarnya tidak ada tradisi Cap Gomeh di Tionghoa, hanya ada di Indonesia,” paparnya.
Rudi memaparkan, Klenteng Eng An Kiong yang berdiri sejak 1825 memiliki visi misi mulia. Yakni mempersilakan umat berdoa dan bersembahyang setiap saat. “Kami buka untuk melayani umat mulai pukul 08.00 hingga pukul 20.00 WIB. Kami berusaha mengembangkan tiga agama yakni Budha, Taoisme, dan Khonghucu serta tetap melestarikan kebudayaan,” sebutnya.
Sementara itu, seorang warga Tri Dharma, Frans Handoko menyampaikan harapannya agar dalam perayaan Imlek ini tercipta perdamaian. “Terutama untuk bangsa ini supaya tercipta kedamaian dan toleransi bagi seluruh warga yang beraneka ragam,” harapnya.
Frans mengaku bersyukur karena beribadah kali ini lebih leluasa daripada tahun-tahun sebelumnya. “Saat ada pandemi, perayaan Imlek lebih sederhana. Harus jaga jarak dan istilahnya benar-benar tirakat. Kalau sekarang kan benar-benar merayakan, apalagi sudah tidak ada lagi PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Jadi terasa lebih bermakna dengan bersilaturahmi bersama keluarga,” ungkap pria asal Probolinggo itu.
Di tempat yang sama, salah satu pengunjung bernama Ronald mengatakan dirinya baru pertama kali datang ke Klenteng Eng An Kiong. Ia mengaku banyak belajar dari Klenteng yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya ini. “Saya datang bersama putri saya yang masih SD. Sebenarnya saya bukan beragama Konghuchu, namun saya keturunan Tionghoa. Untuk menghormati leluhur saya turut berdoa,” ungkap Ronald kepada Malang Pagi.
Meskipun mengaku tidak mengetahui secara pasti tata cara beribadah di Klenteng, namun Ronald turut berdoa dan menyalakan dupa. “Tadi saya berdoa di hadapan dewa. Ada 25 dewa yang masing-masing ada nomornya. Saya berterimakasih karena para pengelola di sini sangat ramah dan pelayanan yang diberikan sangat baik,” pujinya. (Har/MAS)