MALANG,Malangpagi.com
Kita tahu semua saat proses tahapan pilkada kota Malang berlangsung tiba – tiba muncul tsunami politik melanda kota pendidikan ini dengan tertangkapnya koruptor berjamaah yang dilakukan eksekutif dan legislatif, 42 orang terpaksa harus berurusan dengan lembaga KPK, di antaranya ada dua orang yang tertangkap tersebut merupakan kandidat walikota dalam pilkada 2018 yang lalu. Sehingga proses pilkada berjalan pincang yang memberi panggung keberuntungan bagi pasangan Sutiaji-Edy sampai akhirnya memenangkan pilkada kota Malang untuk masa jabatan 2018-2023.
Setahun pemerintahan kota Malang di bawah kepemimpinan Sutiaji-Edy memang memunculkan beragam sengkarut persepsi pada publik, hal yang harus disadari kita bersama kemunculan kepemimpinan yang baru ini berada dalam situasi yang tidak normal akibat tsunami politik yang melanda pemerintahan kota Malang saat itu, sehingga sangat berpengaruh pada perjalanan pemerintahan Sutiaji-Edy baik secara politik, psychologis maupun birokratis. Untuk itu perjalanan setahun ini lebih banyak fokus pada proses penyembuhan luka pada publik yang memunculkan kehati-hatian yg sangat ekstra dalam melahirkan kebijakan sehingga berpengaruh langsung pada tertatihnya proses pembangunan di kota Malang
Saya ingin melihat dari sisi yang lain agar bangkitnya kepercayaan publik bisa terpulihkan. Dalam situasi luka publik begini maka mendorong keterlibatan publik dalam proses pembangunan tak bisa ditawar lagi untuk itu pemerintah harus bergagas nyata memberi ruang peran publik yang terukur dan apresiasi yang elegan pada pemeranan publik saat terbukti telah andil menguatkan rasa percaya tersebut, baik yang dilakukan personal maupun komunitas. Dengan memberikan penghargaan pada siapapun yang telah bergagas dan berkarya nyata untuk Malang akan memartabatkan mereka dalam etalase publik sehingga bisa memberikan inspirasi dan stimulasi pada penguatan keterlibatan publik.
Di ruang yang lain DPRD kota Malang pun jangan gegabah menumpangi teriak ketidakpuasan publik karena DPRD kota Malang sebagai sebuah lembaga juga mengalami kemerosotan trust publik akibat tsunami politik tersebut maka DPRD kota Malang seharusnya jangan memamerkan kontrovesialnya pada publik sebab akan berdampak pada sekat pembelahan publik. DPRD kota Malang harus tetap kritis dalam posisinya tetapi harus ada dalam ruang kelembagaan bukan lagi membiarkan ekspresi personal tampil di ruang publik. DPRD kota Malang harus mampu membuktikan diri sebagai mitra eksekutif yang kritis dan aspiratif. Jangan obral orasi yang cenderung melakukan delegitimasi eksekutif.
Kritik bahkan hujatan publik pada pemerintah haruslah ditangkap sebagai setumpuk harapan publik pada kota Malang. Ekspresi publik dengan segala variannya membuktikan kalau rasa memiliki kota Malang pada publik cukup tinggi. Mereka tidak ingin kota Malang mengalami cidera lagi, tidak ingin sebagai rakyat yang bangga pada kota Malang dipermalukan lagi karena ulah korup pemimpinnya. Untuk itu berharap terwujudnya suasana dialogis, egaliter, terbuka dan aspiratif menjadi keinginan bersama. Akhirnya berpulang kembali pada pasangan Sutiaji-Edy yang saat ini mengemban tugas untuk mampu menterjemahkan sekaligus mewadahi arus keinginan publik secara bijak menjadi keharusan yang tak bisa diabaikan. Hentikan kebiasaan melontarkan janji yang tak mampu terbukti, jangan membuat agenda-agenda besar bila hanya melahirkan jarak peran publik.
Dengan tetap meneguhkan daya kritis mari kita kawal dan awasi kinerja pemerintah kota Malang.
Salam satu jiwa
Malang, 19 Nopember 2019
Bambang GW
Presidium Dewan Kampung Nuswantara