KOTA MALANG – malangpagi.com
Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur menjadi kesepakatan bersama Ulama dan Umaro Kota Malang dalam Panjatan Doa HUT RI ke-73 Tahun 2018.
Malam 17 Agustus merupakan malam yang sakral bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal ini nasib bangsa Indonesia ditentukan oleh para pendiri bangsa. Komitmen kebangsaan dan keagamaan yang selaras merupakan kunci dari berdirinya negara Indonesia.
Plt. WaliKota Malang, H. Sutiaji bersama Forum Pimpinan Daerah (FORPIMDA), kepala OPD, tokoh pemuka agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu menggelar acara doa bersama jelang HUT Kemerdekaan ke-73 Republik Indonesia, 17 Agustus 2018.
“Kami seluruh jajaran, sekda, kepala perangkat daerah sampai kelurahan tidak akan bisa berjalan ketika masyarakat tidak memberikan dukungan. Doa dari para kyai untuk memberkahi semuanya. Mudahan-mudahan ini akan terus berlanjut dengan baik. Selanjutnya kami mudah-mudahan bisa bagi tugas para ulama amar punya maruf kami nahi mungkar,” ujar Plt. Walikota Malang, Sutiaji saat sambutan, Kamis (16/8/2018) malam.
Selanjutnya, Sutiaji menjelaskan bahwa semua pengajuan ijin minol (minuman alkohol) di Kota Malang sementara dimoratorium terlebih dahulu.
“Saya jawab sementara moratorium ijin minuman beralkohol, moratorium itu dihentikan dengan batas waktu yang belum jelas. Karena jelas akan memberikan banyak pekerjaan Kapolres . Asal usul muara dari semua masalah adalah dari minuman keras,” terang dia.
Ketua MUI, KH. Baidlowi Muslich yang hadir dan memimpin panjatan doa mengajak warga Kota Malang, terutama para pemuda untuk mengingat kembali peristiwa sejarah yang ada hubungan dengan kemerdekaan 17 agustus 1945.
“Merupakan suatu kebanggan, kita sebagai warga kota Malang bahwa pernah terjadi pada saat Kota Malang di kuasai Belanda. Pada tahun 1949 akhirnya dibebaskan dengan perjuangan para ulama. Pondok pesantren Gading yang disebut Pondok Miftahul Huda merupakan markas perjuangan,” ungkap KH. Baidlowi Muslich.
Dari pondok inilah para pejuang mengatur taktik perang seperti jenderal Sumitro bersama-sama Kiai Yahya dan juga Kiai-kiai lain. Pada Serangan terakhir 17 jam, Belanda menyerahkan Kota Malang.
Reporter : Tikno
Editor : Putut