KOTA MALANG – malang pagi.com
Tamtama Anoraga, seorang perupa asli Kota Malang menawarkan suguhan seni rupa yang tak biasa. Ragam pola konvensional dan non konvensional Ia hidangkan dalam pameran tunggalnya “X-it Solo Run” yang berakhir Sabtu (18/12/2021) lalu.
“Tema yang saya angkat dalam pameran tunggal ini bertajuk X-it ,yang berarti bawalah pikiranmu dari kebiasaan, rutinitas yang stagnan. Mungkin kita dapat melakukan kegiatan di luar kebiasaan, sehingga akan menemukan hal-hal baru, memperoleh pengayaan, menemukan solusi atas masalah, karena selama ini belum mencoba hal baru,” ungkap Tomi, sapaan akrabnya, kepada Malang Pagi di Dewan Kesenian Malang (DKM) tempat ia menggelar pameran tunggal tersebut, Sabtu (18/12/2021).
Tomi menungkapkan, karya seni rupa ciptaannya melibatkan banyak elemen non konvensional. “Karena saya tertarik jika menemukan benda entah di jalan, di loakan, atau di rumah teman. Melalui benda-benda tersebut, saya mampu berekspresi dan mengeksplor gagasan. Selain itu juga menawarkan nilai baru, sehingga tidak terbatas pada genre tertentu,” ucap pria jebolan Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) angkatan 1983 itu.
Perupa berambut gondrong yang juga kerap disapa Imot itu lantas menceritakan, gagasan atas karyanya bermula dari kebosanannya akan aturan-aturan atau batasan-batasan yang memasung kreativitasnya.
“Saya dulu pernah diatur oleh batasan-batasan akademik dan batasan-batasan konvensional. Saat itu saya rasakan bahwa hal-hal normal mulai membosankan. Padahal bertemu momen-momen spesifik atau sentimental, entah yang teknikal maupun feeling, itu asoy banget. Maka sekitar 10 tahun terakhir, ‘serong kiri’ ini saya jalani,” beber Tomi.
Sejak saat itu, Tomi mengaku mulai menjalani sebuah fase yang ia sebut ‘Perjalanan X’. “Sambil memunguti apa saja sebagai bangunan cerita baru. Bisa naif, saru, bahkan bar-bar. Saya mengawinkan pola-pola konvensional dan non konvensional. Apapun namanya,” jelasnya.
Apa yang dikatakan Tomi tersirat dalam setiap karyanya. Seni rupa yang sarat makna dengan bahan ‘apa adanya’, namun memberikan nilai seni yang terlukis dalam karya dua maupun tiga dimensi.
“Ini menggambarkan seseorang yang berperang dalam imajinasi. Kekalutan dalam pikirannya, sehingga dirinya terjerembab dalam pikirannya,” jelasnya, saat menunjukkan karyanya berupa sebuah manekin perempuan.
Tidak hanya itu, karya seni rupa dengan tampilan mainan anak dan coretan dalam sebidang kanvas menjadi koleksi berharga baginya. “Ini koleksi yang tidak akan saya jual. Ini adalah coretan anak saya yang tertuang dalam kanvas, dan saya menambahi dengan mainannya. Saya tata sedemikian rupa,” jelas pemilik studio seni Kandang Bubrah itu.
Meskipun Tomi mengaku baru pertama kalinya menggelar pameran tunggal, namun sebelumnya Ia cukup kenyang mengikuti sejumlah gelaran pameran bersama.
“Bersama teman-teman saya pernah menggelar pameran seni di sejumlah tempat. Antara lain di Karta Pustaka Yogyakarta, Purna Budaya Yogyakarta, Sasana Ajiyasa Yogyakarta, XT Art Galeri Yogyakarta, Omah Petroek Yogyakarta, Dewan Kesenian Malang, Restoran Amsterdam Malang, Joger Bali, Benta Budaya Jakarta, Kemang Galeri Jakarta, Arte Sono Jerman, dan banyak lainnya,” beber lagi.
Saat ini, Tomi masih ingin mewujudkan satu cita-citaya, yaitu mengadakan pameran tunggal di Yogyakarta. “Tapi belum tahu kapan,. Mungkin baru bisa tahun 2023. Karena di 2022 sepertinya galeri-galeri di Yogyakarta sudah full booking,” terangnya.
Di tempat berbeda, Ketua Dewan Kesenian Malang, Bobby Nugroho mengapresiasi karya-karya besutan tangan dingin Tomi. “Tomi adalah seorang perupa gaek dari Kota Malang. Ia memungut apa saja untuk menyajikan sebentuk bangunan cerita baru, yang membawa momen-momen sentimentil dalam perjalanan hidupnya,” tutur lulusan jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Negeri Malang itu.
Lebih lanjut Ia membeberkan, Toni adalah sosok seniman yang jujur dan gamblang dalam berkarya. “Cerminan naif, saru, bahkan bar-bar seringkali kita sembunyikan. Namun di tangan Tomi, kisah-kisah tersebut menjadi tawaran sajian yang layak kita nikmati, sebagai refleksi keabsurdan kehidupan,” tutup Bobby. (Har/MAS)