
KOTA MALANG – malangpagi.com
Koeboeran Londo, yang juga dikenal sebagai Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sukun Nasrani, merupakan unit kerja yang berada di bawah naungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang. Tempat ini adalah komplek pemakaman yang dibangun pada 1920, tepatnya pada masa Bouwplan III.
Saat ini, Koeboeran Londo sebagai salah satu destinasi wisata sejarah kembali dilirik setelah vakum selama tiga tahun akibat pandemi Covid-19. Hal ini dibuktikan dengan kunjungan 51 wisatawan dari komunitas Indonesia Colonial Heritage (ICH) pada Minggu (9/7/2023).
Irawan Paulus, salah satu koordinator ICH, mengatakan bahwa pihaknya sengaja berkunjung ke TPU ini karena merupakan sebuah komplek peninggalan masa kolonial. “Kunjungan ini dapat memberikan manfaat pengenalan sejarah Kota Malang dari tokoh-tokoh yang dimakamkan. Selain itu juga memberi pengetahuan arsitektural, bagaimana orang Belanda membangun suatu komplek pemakaman seperti halnya membangun kompleks perumahan,” terangnya.
Dikatakannya, ICH merupakan komunitas penggemar heritage, khususnya era Kolonial Belanda. “Kegiatan reguler ICH adalah melakukan kunjungan ke obyek heritage, untuk mengenal sejarah dan arsitektural bangunan lama era kolonial,” jelas Irawan.

“Di TPU Sukun Nasrani ini, kita juga dapat mengenal tokoh-tokoh berpengaruh di Kota Malang. Seperti Pendiri Klinik Lavalette G. Chr. Renardel de Lavalette, Apoteker Dr. Ayken, pekabar Injil Johanes Emde, teologi BM Schuurman, pendiri Hua-Ind Joseph Wang CDD, pencipta Lagu Malang Kota Subur R Dirman Sasmokoadi, dan masih banyak tokoh-tokoh penting lainnya,” bebernya.
Dalam kunjungannya, Irawan berharap agar makam-makam tokoh yang terkait sejarah dapat lebih dirawat. “Sebenarnya makam-makam Belanda yang tersisa saat ini dapat menjadi salah satu tujuan wisata heritage,” tutur Irawan.
Sementara itu, Kepala UPT Pengelolaan Pemakaman Umum DLH Kota Malang, Abdi Cukup Santoso, mengapresiasi kunjungan ICH ke Koeboeran Londo. “Kami dari UPT Pengelolaan Pemakaman Umum tentunya sangat mendukung kegiatan ini. Semoga dapat menjadi agenda tetap dan rutin,” ujarnya.
Kepada Malang Pagi, dirinya mencetuskan ide untuk membuka peluang baru agar kegiatan Jelajah Koeboeran Londo terus berkibar. “Kita bisa bekerjasama dengan pihak sekolah atau akademisi untuk mengenalkan sejarah, arsitektur, tokoh, maupun potensi lainnya. Sehingga dapat memberikan edukasi kepada masyarakat. Dengan begitu, insyaallah, intensitas kunjungan ke Koeboeran Londo akan bertambah,” jelas Abdi.

Pihaknya juga berencana membuka kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengeksplorasi potensi Koeboeran Londo. Baik potensi wisata religi, wisata cagar budaya, wisata edukasi, hingga wisata kuliner.
Anggota Forum Komunikasi Tata Kelola Lingkungan Heritage Koeboeran Londo (FKTKLH) yang merupakan mitra dari UPT PPU DLH Kota Malang, Andri Agus Jatmiko, mengungkapkan bahwa kegiatan Jelajah Koeboeran Londo baru pertama kali dilakukan di siang hari. “Biasanya kegiatan edukasi dilaksanakan pada malam hari. Luar biasanya, meskipun digelar siang hari ternyata antusiasme peserta sangat tinggi,” jelas Andri.
Di samping itu, pihaknya berharap dinas terkait dan stakeholder di sekitar wilayah Koeboeran Londo dapat memberikan perhatian, pendampingan, dan kontribusi maksimal, guna mendukung pengembangan potensi pariwisata yang ada. (Har/MAS)