KOTA MALANG – malangpagi.com
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar acara bedah buku dengan judul “Tak Kenal Maka Taaruf”, bertempat di aula BAU Rabu (28/2/2024).
Ketua Panitia bedah buku, Faizin menuturkan buku ini merupakan karya dari seorang alumnus IPB (Institut Pertanian Bogor) yang memberikan wawasan dan pemahaman mendalam tentang pentingnya taaruf sebagai langkah preventif untuk mencegah pernikahan dini di Indonesia.
“Acara ini diinisiasi oleh UMM sebagai bentuk kontribusi perguruan tinggi dalam menanggulangi permasalahan sosial yang masih sering terjadi,” ucapnya saat ditemui seusai kegiatan.
“Acara ini juga untuk apresiasi terhadap karya-karya sastra saat ini yang memiliki nilai edukasi, selain itu buku tak kenal maka tak taaruf menjadi jawaban segmentasi positif cara berpacaran generasi muda dari segi histories serta mengambil sisi baik bagaimana cara menjalin hubungan tersebut secara positif dalam merangkai emosional,” sambungnya.
Faiz menjelaskan buku yang dibedah dalam acara ini selain mengangkat cara berpacaran yang positif juga mengangkat isu pernikahan dini, yang masih menjadi perhatian serius di Indonesia. Meskipun telah banyak kampanye dan upaya preventif yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga sosial, namun fenomena pernikahan dini masih menjadi tantangan yang perlu ditanggulangi.
“Kami menyadari bahwa pernikahan dini masih menjadi permasalahan serius di masyarakat. Dengan menggelar bedah buku ini, kami berharap dapat memberikan wawasan lebih dalam kepada masyarakat, terutama generasi muda, mengenai pentingnya taaruf sebagai langkah preventif sebelum memutuskan untuk menikah,” ujarnya.
“Taaruf bukan hanya sekadar saling mengenal fisik atau latar belakang pendidikan. Lebih dari itu, taaruf adalah proses saling memahami nilai-nilai, prinsip, dan harapan hidup masing-masing calon pasangan. Ini menjadi krusial untuk menghindari pernikahan dini yang seringkali dipicu oleh ketidaktahuan satu sama lain,” lanjutnya.
Dia menerangkan acara bedah buku ini dihadiri oleh kurang lebih 400 peserta yang berasal dari mahasiswa UMM. “Semoga dengan adanya bedah buku ini peserta dan generasi muda lainnya dapat berpacaran sesuai positif dan sesuai kaidah agamanya masing-masing,” harapnya.
Sementara itu, Penulis buku, Mim Yudiarto mengungkapkan acara bedah buku di UMM dinilai lebih meriah daripada di tempat lain. Dia menjelaskan, bedah buku ini melibatkan sejumlah kampus dan disebut sebagai goes to campus karena secara khusus menyasar mahasiswa.
“Novel ini dihasilkan sebagai respons terhadap tantangan dari sutradara Fajar Bustomi. Fajar Bustomi, yang dikenal sebagai sutradara film Dilan 1990 dan Hamka, mengajukan berbagai syarat seperti segarnya, romantisnya, dan kelucuannya sebagai tantangan untuk menulis novel. Saat ditantang, adrenalin saya langsung meningkat,” jelasnya.
Dalam waktu delapan hari, ia berhasil menyelesaikan novel tersebut dan mendapatkan sorakan antusias dari para peserta. Ini merupakan novel roman kedua yang ia hasilkan.
Meskipun Mim sebenarnya lebih suka menulis fiksi ilmiah dan horor, ia mengungkapkan bahwa film yang akan dibuat berdasarkan novel ini diprediksi akan mulai proses syuting setelah lebaran dan dirilis pada bulan Agustus atau September 2024.
“Novel tersebut memiliki dua tokoh utama, seorang pria dan seorang wanita, dengan latar belakang kampusnya di IPB. “Karena IPB adalah kampus saya, saya menggambarkan tempatnya sesuai dengan kenyataan. Namun, sebagian setting pesantren agak dibuat fiktif,” tambah penulis berpengalaman ini. Mim berharap nantinya film tersebut dapat mengadakan premier di kota Malang,” lugasnya.
Sementara itu, ditempat yang sama, Pembedah Buku, Prof Fauzan mengucapkan membaca judul bukunya, memiliki interpretasi yang sangat luas. “Pemilihan kata-kata ini menimbulkan rasa ingin tahu. Menegaskan bahwa orang yang berpisah, sebenarnya hanya mereka yang baru saja berkenalan,” beber dia.
Ia mengajak mahasiswa untuk tidak hanya sekadar mendengarkan, melainkan merenungkan pesan yang terkandung di dalamnya. Sementara itu, Profesor Setya menjelaskan bahwa penulis memiliki era atau periode tertentu.
“Jika kita berbicara tentang era saya, itu pada zaman Ashadi Siregar sekitar tahun 1976-1980-an,” katanya.
Ini adalah masa ketika novel-novel seperti Cintaku Di Kampus Biru, Kugapai Cintamu, Ali Topan Anak Jalanan, dan lainnya menjadi sangat populer. Seiring berjalannya waktu, penulis yang terkenal juga berubah. “Saat ini, kita berada di era Mas Mim. Era novel yang ditujukan untuk Generasi Z, seperti novel ini,” seru mantan rektor UMM itu.
Setelah membaca novel tersebut, diketahui bahwa sudah disiapkan untuk diadaptasi menjadi film. Pemeran utama prianya memiliki sikap nakal tetapi memiliki suara yang bagus.
“Bagi mahasiswa, penting untuk tidak hanya menilai sosok pria dari penampilannya. Sebab, seseorang bisa memiliki sisi religius meskipun terlihat lain,” tegasnya.
Sementara itu, salah seorang peserta, Dina Nur Cahyani, mengungkapkan kesan positifnya terkait acara ini. “Bedah buku seperti ini memberikan kita kesempatan untuk melihat isu-isu penting dari perspektif yang berbeda. Saya merasa lebih memahami konsep taaruf setelah mendengarkan diskusi dan pemikiran para akademisi,” pungkasnya. (MK/YD)