KABUPATEN MALANG – malangpagi.com
Akses pekerja migran Indonesia (PMI), khususnya asal Kabupaten Malang, masih mengalami sejumlah kendala. Salah satunya adalah akses negara tujuan yang ditutup lantaran menerapkan lockdown.
Penerapan lockdown oleh sejumlah negara tujuan PMI dikhawatirkan akan memicu aktivitas perjalanan ke negara tujuan secara ilegal. Untuk itu, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Malang melakukan antisipasi mencegah distribusi pekerja migran ilegal melalui calo.
“Untuk sementara kebijakan lockdown dilakukan beberapa negara, sebagai dampak penyebaran varian baru Covid-19. Tentu saja ini menjadi kendala dalam pemberangkatan PMI kita,” jelas Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Malang, Yoyok Wardoyo, Minggu (3/10/2021).
“Di samping pemberangkatan, juga terdapat kendala dalam pemulangan PMI dengan beragam faktor yang melatarbelakangi. Seperti habisnya kontrak kerja, cuti, dan pemberhentian. Sehingga kepulangan mereka pun masih tertahan,” imbuhnya
Namun, pada Oktober ini sejumlah negara dikabarkan akan kembali membuka akses mereka untuk PMI. “Saat ini belum dibuka. Mungkin baru pertengahan Oktober, dan SOP-nya [Standard Operating Procedure] akan kami lakukan karantina terlebih dulu di Asrama Haji Sukolilo selama tiga hari, dan di rusunawa Hotel Mirabel sekitar empat hari,” papar Yoyok.
Terkait terjadinya lonjakan penularan varian baru Covid-19, sejumlah negara masih menutup penerbangan ke Indonesia, begitupula sebaliknya.
“Untuk saat ini yang masih dibuka hanya Hong Kong. Sedangkan negara lainnya masih belum dibuka. Salah satunya Singapura, sedang terjadi penyebaran varian baru MU [B1.621]. Sementara untuk pendaftar tujuan Hong Kong sudah mulai diproses,” terangnya.
Dalam sehari, terdapat 5–10 pendaftar PMI yang mengurus berkas persyaratan pekerja migran, salah satunya persyaratan surat rekomendasi dari desa.
Untuk saat ini, pendaftar PMI di Kabupaten Malang merupakan yang tertinggi ketiga di Indonesia. Didominasi oleh warga asal Malang Selatan.
“Penyumbang terbesar PMI dari Malang Selatan di antaranya Kalipare, Donomulyo, Gedangan, dan Pagelaran. Namun jumlahnya masih fluktuatif, meskipun animonya rata-rata cukup tinggi,” tambah Yoyok.
Diakuinya, dalam kondisi seperti saat ini ada kekhawatiran maraknya PMI yang diberangkatkan melalui jalur ilegal oleh penyalur yang tidak bertanggungjawab. Untuk mencegah hal tersebut, maka perlu dilakukan upaya penanganan, seperti sosialisasi menggandeng tokoh masyarakat.
“Jangan sampai terjadi distribusi PMI ilegal. Ini yang harus kita perangi bersama. Kami akan lakukan sosialisasi melalui perangkat desa dan tokoh masyarakat, jangan sampai warganya tergiur rayuan calo, dan menunjukkan perusahaan mana yang legal,” tandas Yoyok.
Pehaknya mengakui, berhadapan dengan propaganda calo menjadi pekerjaan yang berat, di samping memenuhi kebutuhan para pendaftar PMI yang ingin secepatnya dapat bekerja di negara tujuan mereka, mayoritas memilih ke negara-negara timur tengah. (Giar/MAS)