KOTA MALANG – malangpagi.com
Dalam upaya pelestarian dan pemajuan kebudayaan di Jawa Timur, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur melalui UPT Laboratorium Pelatihan dan Pengembangan Kesenian menggelar kegiatan Penguatan Kesenian Topeng, berupa rangkaian pertunjukan dan seminar topeng yang diselenggarakan di Taman Krida Budaya Kota Malang, pada Rabu hingga Jumat lalu (16–18/3/2022).
Kepala UPT Laboratorium dan Pengembangan Kesenian Jawa Timur, Evi Wijayanti memaparkan, visi misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur adalah untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Jadi sebelum pertunjukan kesenian topeng ini diselenggarakan, kami telah melakukan workshop untuk mengedukasi para pelaku seni dan sutradara, guna menampilkan kesenian topeng dan mengupas bagaimana kesenian tersebut dapat diimplementasikan secara kekinian. Ini adalah ruang apresiasinya,” terang Evi kepada Malang Pagi, Jumat (18/3/2022).
Perempuan berhijab itu menyebut, ada enam kabupaten yang turut tampil dalam pergelaran kali ini. Yaitu Padepokan Seni Topeng Asmoro Bangun Kabupaten Malang, Sinar Sumekar Kabupaten Sumenep, Tri Purwo Budoyo Kabupaten Jombang, Wahana Puspa Budaya Kabupaten Situbondo, Yayasan Sanggar Budaya Pak Dhe Kabupaten Lumajang, dan Seni Gema Budaya Kabupaten Bondowoso.
Evi mengungkapkan, penampilan dari setiap daerah memiliki karakter dan ciri khas berbeda. “Penampilan dari Sumenep misalnya, ada pendalangan, sastra, dan tradisi lisan dengan warna yang berani. Sedangkan Kabupaten Malang lebih mengaktualisasi cerita Panji. Untuk penampilan dari Lumajang mudah ditiru dan dikembangkan,” bebernya.
Melalui seni pertunjukan ini, pihaknya berharap generasi muda dapat mengenal seni topeng, yang kemudian diperkuat dengan workshop ataupun seminar. Menurut Evi, kesemuanya harus didukung oleh kabupaten dan kota masing-masing.
Lebih lanjut, Evi mengatakan, kesenian topeng tidak sebatas seni rupa atau seni pertunjukan semata. Namun sudah menjadi bagian dari Dekranas (Dewan Kerajinan Nasional), sehingga sudah termasuk UMKM.
Dalam kesempatan yang sama, perupa dan penulis seni rupa Agus Sukamto mengapresiasikan pergelaran kesenian topeng tersebut. Dalam kacamata seni rupa, dirinya menyebut proses pembuatan topeng itu menarik.
“Dari pemilihan kayu dan observasi terhadap lingkungan itu menarik. Bagaimana para pengrajin seni harus melakukan penghormatan terhadap alam, dengan memilih pohon yang sudah tua, lalu menanamnya kembali. Jadi ada hidup, mati, kemudian hidup lagi,” urainya.
Agus menegaskan, dari proses-proses pembuatan topeng terdapat konsep ekologis, dengan menjaga keseimbangan alam.
Pria berkacamata itu mengemukakan, dalam kesenian topeng yang diangkat adalah cerita Panji, Mahabharata, atau Ramayana. tetapi dirinya menyebut tidak ada pakem khusus. Sehingga dalam penguatan dan pengembangan topeng ada unsur klasik dan modern.
“Sesuai perkembangan zaman, topeng dapat dikreasikan dan dipelajari. Karena ide-ide dalam pengembangan topeng dapat menjadi inspirasi. Bagaimana benda yang mati ini dapat dikembangkan dengan ilmu pengetahuan,” tandas Agus.
Sementara itu, pegiat budaya Ampri Bayu Saputra menyampaikan bahwa topeng awalnya adalah benda ritual ketika era Megalitikum, dan menjadi ritual kubur seperti manik-manik.
“Kala itu masyarakat menganut kepercayaan animisme dan dinamisme, sehingga topeng ditempatkan di tempat yang luhur. Ada topeng ditemukan di Sarkofagus. Itu artinya topeng sebagai alat ritual. Dan ketika zaman Majapahit topeng sebagai alat perlindungan,” jelasnya.
Ampri menyebut, kesenian topeng telah mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. “Topeng menjadi khasanah khusus dalam perjalanan sejarah kebudayaan Indonesia. Topeng juga sebagai patron politik. Buktinya Hayam Wuruk berkenan untuk menari topeng,” paparnya.
“Ketika Islam datang, topeng juga digunakan sebagai media dakwah melalui kisah-kisah Panji. Keraton Solo Mangkunegaran melakukan dakwah juga, melalui topeng yang merujuk pada dakwahnya sunan-sunan. Topeng tidak menyerupai manusia namun sudah distorsi lebih artistik,” imbuhnya.
Ampri menegaskan, topeng adalah bagian konteks kebudayaan nusantara, yang dikenal dengan berbagai istilah. Ada raket, toping, tampuk, dan kedok. (Har/MAS)