KOTA MALANG – malangpagi.com
Mendorong pentingnya mendukung progam pemberdayaan disabilitas, FeminisThemis berkolaborasi dengan Komisi Nasional Disabilitas (KND) RI, dan Unilever Indonesia menggelar acara puncak FeminisThemis Academy 2024 yang diselenggarakan di Malang Creative Center (Ruang Amphitheater 2 Lt. 5), Kota Malang, Sabtu (21/09/2024).
Progam ini telah berlangsung selama 3 bulan (Juli-September) secara hybird, terdiri dari Training of Trainers untuk fasilitator Tuli, workshop offline di tiga kota besar, serta rangkaian webinar.
Kota Malang menjadi kota terakhir setelah Bandung dan Jogja sebagai kota penyelenggaraan rangkaian workshop offline program “FeminisThemis Academy 2024”. Puncak acara yang digelar di Kota Malang pada 20-22 September 2024 ini sekaligus menyambut Hari Bahasa Isyarat Internasional.
Workshop bertema Penguatan Hak Kesehatan Seksual Reproduksi Komunitas Tuli menghadirkan narasumber Dr. Rachmita Maun Harahap, S.T., M.Sn (Komisioner Komisi Nasional Disabilitas RI), Nissi Taruli Felicia (Co-Founder FeminisThemis), serta Adisty Nilasari (Senior External dan Digital Communications Manager Unilever Indonesia).
Program “FeminisThemis Academy 2024” merupakan forum edukasi tentang kekerasan seksual, kesetaraan gender, dan dunia Tuli yang bertujuan meningkatkan literasi kesadaran diri dan keadilan gender untuk mencegah kekerasan seksual yang kerap menimpa perempuan Tuli.
Di kutip dari berbagai sumber, sepanjang tahun 2022, terdapat 81 kekerasan berbasis gender dan disabilitas, Perempuan penyandang disabilitas termasuk Tuli, masih kerap mengalami diskriminasi gender. Di mana perempuan Tuli adalah penyintas terbanyak, yaitu 39% (31 kasus).
Komisioner Komisi Nasional Disabilitas RI, Dr. Rachmita Maun Harahap, S.T., M.Sn menilai bahwa penanganan kasus kekerasan terhadap Perempuan Tuli belum maksimal.
“Contohnya di daerah-daerah terutama di daerah 3T untuk kasus-kasus yang terjadi yang dialami oleh komunitas Tuli, banyak sekali kami dari KND mendapatkan laporan-laporan secara formal mereka itu tidak bisa ditangani pelakunya siapa,” ujarnya.
Ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh KND RI, dari data yang diperoleh, perempuan Tuli lebih rentan mengalami kekerasan antara lain karena tidak terpenuhinya hak Bahasa Isyarat, keterbatasan pengetahuan dan akses informasi tentang hak tubuh, hak kesehatan seksual dan reproduksi, serta kecenderungan victim blaming. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian semua pihak agar perempuan Tuli bisa hidup di lingkungan yang adil, aman dan inklusif.
“Terutama untuk komunitas Tuli, dimana untuk penggunaan bahasa isyarat yang masih minim sehingga mereka jadi tidak tahu apakah yang mereka alami termasuk kekerasan seksual. Terus terkait juga kesehatan reproduksi juga mereka tidak banyak yang mengetahui, karena tidak banyak juga di sekolah-sekolah yang mengajari hal tersebut,” jelasnya.
Sehingga dalam upaya mengurangi kekerasan terhadap komunitas Tuli, KND RI menyerukan penggunaan bahasa isyarat yang dipakai komunitas Tuli yaitu bahasa isyarat Indonesia.
“Seperti yang saat ini, program yang dilakukan FeminisThemis Academy yang juga berkolaborasi dengan Unilever juga salah satu hal yang penting yang bisa diadopsi di sekolah. Kemudian yang kedua KND juga mengadvokasikan ke setiap sekolah luar biasa (SLBB) terkait kebijakan penanganan di satuan pendidikan terutama untuk kelompok disabilitas gimana caranya untuk mencegah kasus-kasus yang terjadi ketika mengalami kekerasan seksual,” pungkasnya. (Red.)