
KOTA MALANG – malangpagi.com
Ditemukannya aksi vandalisme terhadap bangunan cagar budaya (BCB) menuai sejumlah kritikan. Bahkan memunculkan aksi relawan yang melakukan pengecatan untuk menutupi coretan-coretan yang tidak elok. Salah satunya yang terjadi pada BCB eks Bank Commonwealth Kayutangan.
Terkait adanya aksi vandalisme yang menimpa BCB, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang periode 2020-2023, Isa Wahyudi mengaku tidak tahu.
“TACB tidak tahu kapan kejadian vandalisme di beberapa bangunan atau struktur Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) atau Cagar Budaya itu terjadi. Serta tidak tahu persis siapa pelakunya,” ucap Ketua TACB, Isa Wahyudi kepada Malang Pagi, Kamis (19/8/2021).
Dirinya menyampaikan, aksi vandalisme umumnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, yang sudah tentu hal tersebut melanggar hukum.
Isa mengimbau kepada warga atau siapa saja yang mengetahui, untuk melaporkan kepada pihak berwajib agar dapat diproses secara hukum. Di samping itu, Pemerintah Kota (Pemkot) bersama TACB Kota Malang juga akan melakukan sosialisasi.
“Menanggapi vandalisme yang terjadi, diperlukan sosialisasi yang dilakukan Pemkot Malang bersama TACB terkait Perda (Peraturan Daerah) Kota Malang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Cagar Budaya kepada seluruh lapisan masyarakat. Media yang digunakan bisa bermacam-macam, yang penting edukatif dan informatif,” jelas Ki Demang, sapaan Isa Wahyudi.
Penggagas Kampung Budaya Polowijen itu menambahkan, bahwa Pemkot Malang sudah mempunyai Rencana Induk Pelestarian Cagar Budaya, yang menjadi bagian dari penjabaran dari Perda tersebut.
“Perlu kiranya Pemerintah menyusun Rencana Aksi Daerah Pelestarian Cagar Budaya untuk menampung seluruh elemen stakeholder, baik pemerintah, TACB, pemilik, pengelola, akademisi, maupun pemerhati cagar budaya, serta komunitas cagar budaya untuk terlibat dalam pelestarian, sehingga aksi vandalisme tidak terjadi,” imbuhnya.
Selaras Isa Wahyudi, anggota komisi C DPRD Kota Malang, Ahmad Fuad Rahman juga menyayangkan kejadian yang merusak cagar budaya itu.
“Pertama, kami sangat menyayangkan dengan adanya aksi vandalisme. Kedua, kami mendorong agar Pemkot Malang menjaga kenyamanan dan keindahan area cagar budaya di wilayah Kayutangan. Dan ketiga, kami sangat mendukung komunitas peduli cagar budaya untuk berpartisipasi menjaga kawasan heritage Kayutangan,” paparnya.

Menanggapi gerakan Koin Satus Repes untuk Heritage Kota Malang yang digagas sejumlah relawan peduli cagar budaya, Fuad menegaskan pihaknya sangat mendukung.
“Konsep donasi satus repes (seratus rupiah) sangat menarik menurut saya. Semoga masyarakat, khususnya di kawasan heritage bisa saling peduli dan saling berbagi,” ujarnya.
Fuad berjanji akan berperan aktif untuk mengomunikasikan kepada masyarakat, khususnya yang memiliki usaha di kawasan heritage, agar dapat menjaga kelestarian bangunan-bangunan bersejarah.
Sementara itu, inisiator Gerakan Koin Satus Repes untuk Heritage Kota Malang, Iwan Tri, mengungkapkan bahwa gerakan ini merupakan kampanye kepedulian terhadap cagar budaya
Pecinta sejarah dan cagar budaya tersebut mengatakan bahwa Gerakan Koin Satus Repes adalah perlawanan atas segala bentuk vandalisme. Di samping itu juga mengajak individu maupun kelompok untuk ikut berpartisipasi menjaga dan merawat warisan budaya dan sejarah.
“Gerakan Koin Satus Repes ini berupa donasi sukarela. Di mana kotak-kotak donasi disebar di beberapa titik, yang hasilnya digunakan untuk pengecatan obyek-obyek yang menjadi sasaran vandalisme,” tutur Iwan.
Selaras dengan itu, Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Disdikbud Kota Malang, Dian Kuntari mengapresiasi kepedulian masyarakat yang ditunjukkan melalui Gerakan Koin Satus Repes untuk Heritage Kota Malang.
“Dalam Undang-Undang Cagar Budaya sendiri juga disebutkan, bahwa peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam mengelola cagar budaya. Tetapi selain itu juga diperlukan edukasi, agar jangan sampai ada stigma bahwa pemerintah dianggap tidak peduli dengan cagar budaya. Lha, ini bisa kebalik-balik persepsi masyarakat,” jelas Dian.
Ia menyampaikan, dengan dibentuknya TACB Kota Malang, menunjukkan bahwa Pemkot Malang peduli dengan cagar budaya.
“Maka di tataran kebijakan dilahirkan Perda tentang cagar budaya sebagai aturan, dan pelaksanaannya masih berproses mengenai Peraturan Walikota (Perwal) tentang Cagar Budaya,” terangnya.
Dian menjelaskan, bentuk partisipasi masyarakat bermacam-macam dalam menjaga cagar budaya, dan sudah ada rujukan akademisnya. “Nah, yang sedang dikerjakan teman-teman (menghapus vandalisme –red) merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini bisa berupa sumbangan baik uang, tenaga, maupun material,” tutupnya.
Sementara itu, pemerhati cagar budaya, Agung H Buana memandang bahwa gerakan satus repes adalah gerakan masyarakat yang peduli terhadap cagar budaya di Kota Malang.
“Biasanya kalau ada gerakan seperti ini, tentunya ada sesuatu yang kurang pas dipandang masyarakat yang peduli dalam upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan cagar budaya di Kota Malang,” ujarnya.
Agung menilai, apabila tujuan Gerakan Koin Satus Repes tersebut jelas golnya, dan sejalan dengan semangat warga kota yang mencintai kotanya, maka tentu perlu didukung.
“Gerakan semacam ini juga menggugah kepedulian terhadap cagar budaya yang perlu upaya-upaya ekstra, out of the box, dan nyata. Tidak sekadar langkah normatif dan argumentatif belaka,” pungkas Agung. (Har/MAS)