KABUPATEN MALANG – malangpagi.com
Belasan anak perempuan dengan kompak dan luwes melakukan tari Sintren, sebuah tarian khas dari pesisir utara Jawa. Aba-aba instruktur membuat gerakan yang dilakukan para siswi Sanggar Tari Denendar di aula gedung LVRI Lawang tersebut terlihat serasi dengan irama musik.
Di tengah pandemi Covid-19 ini, instruktur dan pemilik Sanggar Tari Denendar, Endra Zulaifah, warga Dusun Tumpang Rejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso tetap bersemangat mengajar di sanggar tari miliknya.
Perempuan 44 tahun yang menjadikan profesi guru tari sebagai pekerjaan utamanya itu mengaku, pandemi sangat berdampak pada dirinya. “Saya banyak mengajar ekstra kurikuler seni tari di sekolah-sekolah. Karena pandemi, otomatis kegiatan ekstra kurikuler juga diliburkan. Entah sampai kapan,” ucapnya kepada Malang Pagi, Senin (8/2/2021).
Endar, sapaan akrabnya, menuturkan bahwa sanggar tari yang dikelolanya juga tak luput dari hantaman pandemi. “Sanggar sempat tutup cukup lama. Sejak Maret hingga awal Agustus tahun lalu. Kemudian sempat beberapa kali buka tutup. Hingga kemudian, di bulan November 2021 aktivitas menari dibuka kembali,” terangnya. Ia juga menuturkan sempat mencoba melakukan beberapa kali latihan secara daring, tapi tak berjalan optimal.
Untuk memastikan kondisi perekonomiannya tetap berjalan, Endar rela bekerja sambilan dengan berjualan roti di pasar. Ia menegaskan, kendati harus melakukan pekerjaan lain, hal tersebut tidak menggangu jadwal latihan sanggarnya.
Awal perkenalan Endar dengan seni tari bermula ketika Ia duduk di kelas 4 SD, saat orangtuanya memasukannya ke Sanggar Tari Senaputra Malang.
Saat SMA, perempuan yang mengagumi sosok almarhum Pak Chattam, seniman tari asal Malang itu mulai mengajar tari di kampung. Rentang tahun 2004-2006, Endar mulai mengajar ekstra kurikuler seni tari di sekolah-sekolah. Sejak itu, mengajar tari menjadi pekerjaan utamanya.
Kecintaannya kepada seni tari membuat Endar mendirikan Sanggar Tari Denendar pada 2018 lalu, yang saat ini beraktivitas di Gedung Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), Jalan Sumber Waras No. 5B Kalirejo, Lawang, Kabupaten Malang. Selain itu, Endar juga membuka kelas lainnya di Pendopo Karangploso setahun kemudian.
Sanggar Tari Denendar memiliki keutamaan mengajarkan tarian-tarian tradisional, khususnya tarian Jawa Timuran. Di samping itu, siswa sanggar juga kerap berlatih tarian modern dan kontemporer.
“Selain karena suka menari, tujuan saya mendirikan sanggar adalah untuk mengenalkan dan melestarikan seni tari tradisional. Saya ingin menularkan kemampuan yang saya miliki kepada anak didik,” tuturnya.
Anak didik Sanggar Tari Denendar saat ini berjumlah 25 orang. Jumlah ini lebih sedikit dibanding sebelum pandemi, yang mencapai 47 siswa. Sanggar ini menerima siswa mulai usia tiga tahun hingga dewasa. Peserta didik sendiri dikenakan iuran sebesar Rp40 ribu setiap bulannya. Namun, Endar juga memiliki program iuran bulanan gratis bagi anak yatim.
“Saat bulan Ramadan, Sanggar Tari Denandar kerap mengadakan program bagi takjil kepada pengguna jalan raya. Sebagaian dana berasal dari sanggar, dan selebihnya merupakan sumbangan orang tua dan wali siswa,” tuturnya.
“Saat perayaan ulang tahun sanggar juga begitu, dan pastinya ada santunan kepada anak yatim,” imbuh Sarjana Bahasa dan Sastra IKIP Budi Utomo Malang itu.
Sebelum pandemi, Endar sering mengikutkan anak didiknya ke berbagai lomba tari dan bahkan setiap tiga bulan menari di pasar, untuk menguji mental mereka.
Reporter : Doni Kurniawan, MA Setiawan
Editor : MA Setiawan