
KOTA MALANG – malangpagi.com
Kejadian semalam (Senin dini hari, 12/7/2021) mungkin adalah sebagian cerita yang menggambarkan betapa dahsyatnya gelombang pandemi ini.
Seorang ibu bernama Otto terkonfirmasi Covid-19 dengan kondisi cukup parah, dan membutuhkan penanganan medis sesegera mungkin. “Ibu Otto positif Covid. Alamat Jalan Mergan Raya No. 12 RT 008 RW 011 Tanjung Rejo Sukun. Info semakin parah. Mohon kawan-kawan tolong membantunya,” begitu pesan yang dikirim George da Silva ke grup Whatsapp Media Online Indonesia (MOI), Minggu malam (11/7/2021) pukul 23.06 WIB.
Sontak pesan ini mengundang empati warga MOI. Salah satu wartawan Roni Agustinus bergerak sigap dengan mendatangi kediaman Bu Otto malam itu juga. Dengan menaiki sepeda motor miliknya, Roni mencari alamat yang dituju.
Di tempat terpisah, anggota MOI lainnya menghubungi Public Safety Center (PSC) untuk meminta bantuan ambulans. “Saat ini tim kami masih pelayanan pasien. Mungkin bisa diteruskan ke Palang Merah Indonesia,” begitu bunyi pesan dalam layanan PSC.
“Maaf mobil kami masih maintenance. Masih perbaikan. Jadi Ibu bisa menghubungi call center 112,” jawaban pihak PMI saat dihubungi.
Sedikit asa terbersit dari call center 112. “Untuk ambulans ada. Namun dipastikan dulu keadaan pasien. Jika memang parah nanti petugas akan ke sana untuk menjemput,” ucap petugas jaga call center 112.
Sembari menunggu kabar ambulans. Roni harus putar-putar mencari lokasi, karena setiap mulut gang terhalang portal.
Sesampai di lokasi, Ia memastikan kondisi Bu Otto memang parah dan harus segera dirujuk ke rumah sakit.
Ia pun mencari rumah sakit terdekat yang sanggup menerima pasien kritis. Mulai Rumah Sakit Tentara Soepraoen, RSI Aisyiyah, hingga Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan.
“Di sini ada ambulans. Namun untuk pasien terpapar kita sudah tidak ada bed,” ungkap petugas jaga di salah satu rumah sakit yang dituju.
Sementara itu, anggota MOI yang lain masih sibuk mencari ambulans melalui sambungan telepon. Sekali lagi mencoba menghubungi call center 112.
“Mohon maaf, setelah kami konfirmasi dengan pihak rumah Sakit Saiful Anwar ternyata Instalasi Gawat Darurat sudah ada 45 pasien dan 30 pasien masih menunggu di parkiran. Jadi kami tidak bisa menyediakan ambulans” jawab petugas.
Senada dengan call center 112, PSC pun memberi jawaban senada. “Saat ini di IGD RSSA ada 45 pasien. Antrean di parkiran 30 unit kendaraan. Unit kami pun masih tertahan di antrean RSSA,” demikian respons dari PSC.
Sesampainya Roni di RSSA, pihak rumah sakit menegaskan mereka tidak menolak pasien asal mau mengantre. Opsi ini pun disetujui. Tetapi yang menjadi masalah adalah tidak ada armada ambulans.
Tak kurang akal, George da Silva pun memesan taksi online untuk membawa Bu Otto. “Prosedur selanjutnya adalah antre dulu. Mengikuti antrean. Yang penting sudah ditangani dan masuk rumah sakit,” ucap Roni melalui pesan suara, Senin (12/7/2021) pukul 01.35 WIB dini hari.
Manusia telah berusaha, namun sayang takdir harus berkehendak lain. Dua puluh lima menit kemudian, Goerge mengabarkan bahwa Bu Otto telah meninggal dalam antrean masuk IGD.
“Kawan-kawan, Ibu Otto yang dibawa ke IGD RSSA jam 2 pagi telah meninggal dunia saat dalam antrean,” kabar George.
“Tidak menyalahkan dokter atau tenaga kesehatan. Karena memang keadaan semua pasien antre di IGD dan zal penuh. Bukan penambahan bed, tetapi fasilitas dan tenaga medis harus dipikirkan. Saran saya, rekrut tenaga medis dari sekolah-sekolah keperawatan di Malang Raya,” bebernya.
Pria yang sedang menempuh studi pasca sarjana Konsentrasi Sosial Politik itu menekankan, bahwa kasus ini sebagai pembelajaran kita semua termasuk pejabat pemerintah. “Jangan banyak bicara untuk pencitraan. Tetapi bekerja nyata di lapangan,” tegasnya.
Roni juga menuturkan bahwa kejadian semalam begitu dramatis, yang pada akhirnya pasien Covid-19 meninggal karena harus kebingungan mencari ambulans.
“Jangan menunggu ambulans jika ada pihak keluarga yang sakit parah karena terpapar. Gunakan mobil pribadi. Terpenting pasien datang dulu ke rumah sakit. Pihak rumah sakit tidak akan menolak pasien, karena itu adalah kode etik mereka,” pungkas Roni. (Har/MAS)