KOTA MALANG – malangpagi.com
Kampung Budaya Polowijen selalu memberikan warna berbeda dalam setiap event yang digelar. Meskipun sedikit lebih sederhana dari sebelumya, Festival Panawijen Djaman Mbiyen #4 Kampung Budaya Polowijen (KBP) pada Minggu (14/11/2021) masih terasa kental dengan suasana sakral.
Festival ini memperingati 1.077 tahun keberadaan Polowijen, yang dulunya bernama Panawidyan. Hal ini sesuai yang termaktub dalam prasasti Warundungan Kanjuruhan B.
Menurut Ki Demang selaku pengagagas KBP, peringatan hari jadi ini berdasarkan perhitungan yang dilakukan arkelog asal Malang, Dwi Cahyono. Tahun ini, penyelenggaraan hari jadi tersebut dilaksanakan untuk yang keempat kalinya.
Acara wilujengan dipimpin langsung oleh Ki Demang, dengan memanjatkan doa Jawa. Didampingi oleh Ki Surjono yang sebelumnya mengawali acara dengan nembang atau ngidung dari terjemahan surat Al-Fatihah.
“Wilujengan dilengkapi dengan tumpeng, cok bakal, ubo rampe, kembang setaman, jenang palang, jenang ponco warno, serta suguhan pisang sandingan minuman. Semua ditafsirkan dalam bahasa jawa sebagai perlambang doa dan permintaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Harapan tahun ini semoga makin dijauhkan dari bencana, termasuk segera dipulihkan dari pandemi Covid-19 yang tengah melanda,” paparnya.
Pria bernama asli Isa Wahyudi itu selanjutnya menjabarkan rangkaian acara Festival Panawijen Djaman Biyen, yang dibuka dengan Tari Topeng Bapang dan Sabrang dengan iringan gamelan dari Kampung Satrio Turonggo Jati.
Di kesempatan yang sama, Titik Nur Fajriah selaku Wakil Ketua KBP mengucapkan syukur, karena kampung wisata tersebut sudah kembali dibuka untuk kunjungan wisata. Melalui event yang dilaksanakan secara hybrid ini, dirinya berharap tayangan yang disiarkan langsung dapat mengundang animo wisatawan untuk berkunjung ke KBP.
Festival Panawijen Djaman Mbiyen di KBP ini dihadiri oleh Artis Swastini, Kasi Pengembangan Industri Pariwisata Disporapar Kota Malang, yang melakukan monitoring event dari awal hingga akhir, guna memastikan bahwa penyelenggaraan event ini telah menerapkan protokol kesehatan dan pemanfaatan layanan QR Code.
Berbeda dari sebelumnya, festival kali ini dihadiri sejumlah Kakang Mbakyu Kota Malang, yaitu Mbakyu Sara, Kang Putra, Kang Ferdi, Mbakyu Masayu, dengan Mbakyu Rachel.
Selain berkeliling mengunjungi stan, Kakang Mbakyu Kota Malang juga diajak melihat perpustakaan budaya, pameran foto, dan kutipan budaya.
Tak hanya itu, mereka juga mengikuti wisata edukasi di Galeri Topeng dan Wayang, serta melihat ragam macam mainan anak-anak tempo dulu. Selanjutnya juga berkesempatan membatik, mencicipi sajian kuliner tradisional, menonton gelaran wayang, hingga menari Topeng Bapang bersama.
“Ini kesempatan berharga bagi kami sebagai generasi milenial. Terutama kesempatan belajar membatik, menari, menikmati jajanan jadul, dan banyak lagi,” ungkap Mbakyu Sara Inka Putri.
Sara berharap, festival serupa dapat lebih sering dilangsungkan. Agar lebih banyak masyarakat yang menyaksikan, terlibat, dan merasakannya.
“Malang ternyata menyimpan banyak sekali seni budaya yang tidak diketahui kebanyakan orang. Semisal tempat belajar macapat, Topeng Malangan, dan Tari Ragil Kuning yang menggambarkan kesetiaan seorang wanita. Semuanya justru saya temukan di Kampung Budaya Polowijen ini,” ungkapnya.
Menurut Sara, seni budaya perlu diekplorasi dan diperkuat secara publikasi, agar dapat menjadi tempat wisata budaya yang sesungguhnya. Pihaknya pun menegaskan siap promosikan Topeng Malang sebagai tarian khas wisata budaya di Kota Malang. (DK99/MAS)