KOTA MALANG – malangpagi.com
Pemerintah Kota Malang melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang UPT Pengelolaan Sampah menyambut positif kedatangan Tim Kerja Program LSDP (Local Service Delivery Improvement Program) ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Supiturang. Selasa (28/8/2023).
Kepala UPT Pengelolaan Sampah, Mirza Ronald Adisaputra menyatakan kesiapan Pemerintah Kota Malang dalam mengikuti program LSDP sebagai upaya untuk meningkatkan manajemen pengelolaan sampah di wilayah perkotaan dari sisi tata kelola pemerintahan, kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat, pemberdayaan masyarakat serta pemanfaatan teknologi yang mampu mengolah sampah menjadi produk Refuse Derive Fuel (RDF)
“Kami siap untuk menjalankan program LSDP ini. Apalagi TPA Supiturang sudah ada sejak tahun 1991. Lalu, di tahun 2018-2020 dilakukan penambahan luasan serta dibangunlah sel pembuangan baru dengan metode sanitary landfill melalui program Emission Reduction in Cities (ERiC), dimana Kota Malang adalah salah satu dari 4 kota di Indonesia yg menerima program tersebut. Kerjasama antara Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum Penataan Ruang), KfW Jerman dan SECO Swiss ,” ujarnya.
Dikatakan Mirza, jumlah timbulan sampah di Kota Malang sebanyak 750 ton per hari, namun yang masuk ke TPA Supiturang sebesar 505 ton per hari.
“Jadi selisih sampah tersebut telah terpilah dan terpilih di tingkat Hulu dan Antara ,(TPS, TPS3R dan PKD). Kami hanya melayani sampah dari Kota Malang. Untuk Kabupaten Malang dan Kota Batu sudah punya TPA sendiri. Luas TPA Supiturang itu sekitar 34 hektar. Untuk luas sanitary landfill 5,34 hektar. Sampah organik yang masuk mampu menghasilkan kompos sebanyak 1-2 ton sehari dan total ketersediaan kompos kami sampai saat ini sebanyak 90 ton, untuk produksi lindi yang kami hasilkan sejumlah 300 m² per hari. Selain itu, kami juga mengoperasikan jembatan timbang,” beber Mirza.
Ia menambahkan sampah akan masuk ke fasilitas pemilihan sampah anorganik atau sorting plant dan composting plant (sampah organik) ,sedangkan residu akan dibuang ke sanitary landfill yang luasnya 5,34 ha.
“Lindi yang berasal dari sanitary landfill diolah ke bak penampungan lindi. Selanjutnya, proses sesuai SOP. Semua alat masih berfungsi dengan baik. Komposting ini adalah olahan organik menjadi komposting. Total kompos kami ada 90 ton dan tidak kami jual. Kami berikan secara gratis. 1 KTP 1 pack kompos baik yang kemasan 3 kg atau 5 kg. kami juga memberikan kepada instansi, perusahaan, hotel, kelurahan, sekolah dan OPD (Organisasi Perangkat Daerah),” jelas Mirza.
Ditempat yang sama, Budi Heriyanto selaku Penyuluh Lingkungan Hidup Muda sebagai Subkoordinator Sub-subtansi Penanganan Sampah Bidang Persampahan dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang mengatakan bahwa program LSDP ini akan membangun TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) dengan teknologi RDF yg mampu mengolah sampah 120 ton/hari.
“Lokasinya berada di TPA Supiturang (diluar area program ERiC) dengan sertifikat tanah nomor 12.06.03.10.4.00020 dan nama pemegang hak Pemerintah Kota Malang,” jelasnya.
Sehingga, apabila program ERiC yang telah membangun TPA metode Sanitary Landfill yang ramah lingkungan, juga dilengkapi dengan Sorting Plant , Composting Plant, Leachate Treatment Plant (LTP), maka harapannya teknologi yg ada di TPST ini akan mampu mengolah residu dari Sorting dan Composting plant serta dari TPS 3R dan Rumah PKD yang sampahnya sudah terpilah sebelumnya (low value). Nilai TPS nya tidak ada, dengan teknologi RDF kapasitas 120 ton per hari ini paling tidak bisa mengurangi sampah yg dibuang sekaligus mampu memperpanjang usia TPA Supiturang.
Dijelaskannya, Kota Malang sudah ada sorting dan komposting kemudian TPS sudah dilengkapi oleh Rumah PKD (Rumah Kompos Daur Ulang). “Selain itu, kita punya 4 buah TPS 3R. Itu sudah sudah cukup untuk pengurungan sampah. Sampah yang ada di Kota Malang 750 ton per hari dan masuk TPA 550 ton per hari. Estimasi kami 2026 atau 2027 TPA sudah full. Ketika TPA full ini menjadi masalah besar. Dan mencari lahan di Kota untuk TPA itu tidak semudah membalikkan telapak tangan meskipun kita punya uang. Sehingga kami memang memerlukan teknologi-teknologi terbarukan yang memang mampu mengurangi atau mengolah sampah sehingga usia TPA dapat panjang. Syukur-syukur TPA itu dapat lestari,” ujarnya.
Baginya, masalah sampah adalah masalah krusial yang memang harus diperhatikan. “Saya pikir jika tidak ada teknologi yang terbarukan suatu saat nanti pasti akan menjadi hal yang menakutkan. Untuk itu kami menyambut baik adanya program LSDP ini,” terang Budi.
Kemudian, ia menyampaikan bahwa 48, 6 persen sampah kita adalah makanan. “Sampah paling banyak adalah organik yakni makanan dan untuk an organik adalah sampah plastik. Kami tidak hanya membangun TPST, tapi di tingkat antara juga kami kembangkan yaitu pengadaan armada truk, kontainer untuk ke mobile TPS dan di tingkat hulu yaitu sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, karena kita berpikir bahwa pengelolaan sampah ada 3 tahapan yaitu ada di hulu, ada di antara dan hilir,” urainya.
Dikatakannya, program tidak hanya pembangunan infrastruktur TPST di hilir. Program LSDP juga akan berkonsentrasi pada pengelolaan sampah di tingkat Hulu dan Antara berupa sosialisasi atau edukasi pengelolaan sampah pada masyarakat polluter (Hulu), penambahan TPS3R dan Moda angkutan armada sampah (Antara) serta aspek regulasi dan penguatan kelembagaan.
“Kami di sini tidak sendiri, ada Dinas Kesehatan yang senantiasa memeriksa kesehatan warga di sekitar TPA Supiturang. Untuk pemberdayaan UMKM di bawah naungan Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan. Ada Dinas PUPRKP yg membangun infrastruktur pendukung di kawasan, Bappeda selaku koordinator perencanaan. Dan tentunya OPD lain yg juga mendukung program karena TPA Supiturang ini merupakan obyek vital yang dimiliki Pemerintah Kota Malang, sehingga kolaborasi antar lembaga sangat diperlukan utk menjaga keberadaannya,” pungkas Budi. (Har/YD)