KOTA MALANG – malangpagi.com
Peristiwa penggembokan dan perantaian sepeda motor sepihak yang dilakukan salah satu perusahaan leasing di Kota Malang menyita perhatian berbagai kalangan.
Peristiwa tersebut dialami Sutikno (41), warga Jalan Laksda Sucipto Kota Malang, yang motornya digembok paksa oleh salah satu karyawan kantor leasing di Kota Malang, pada Sabtu, 9 Oktober lalu.
Melalui kuasa hukumnya dari LBH Malang, Sutikno mencoba menempuh untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara baik-baik. Alih-alih mendapatkan solusi, melainkan saling lempar kewenangan dari pihak leasing yang diterimanya.
“Kemarin [Selasa, 12/10/2021] saya didampingi rekan-rekan dari LBH Malang mencoba mendapatkan solusi terkait permasalahan ini, dengan mendatangi kantor leasing di Jalan Buring, tempat di mana motor saya dirantai dan digembok,” tutur Sutikno pada Malang Pagi, Rabu (13/10/2021).
“Akan tetapi pihak leasing seolah melempar kewenangan. Dengan berkilah bahwa wewenang berada pada kantor leasing yang berada di Singosari. Padahal saya kan nasabah leasing yang di kantor Jalan Buring. Lagipula motor saya dirantai dan digembok di situ,” imbuhnya.
Ditemui di kantornya, Andi Rachmanto bersama beberapa advokat publik dari LBH Malang selaku kuasa hukum Sutikno menyayangkan terjadinya peristiwa penggembokan dan perantaian motor oleh pihak leasing.
“Ini yang perlu kita pertanyakan. Kenapa sampai terjadi peristiwa penggembokan dan perantaian sepihak. Yang mana hal tersebut terjadi di kantor leasing. Lantas dari mana rantai dan gembok itu berasal? Apakah memang sudah disiapkan? Selain itu, seperti apa prosedurnya dari pihak leasing? Padahal ini klien kami ini berniat menyelesaikan. Makanya yang bersangkutan menghadap ke kantor. Bukannya solusi yang didapat, malah motornya digembok dan dirantai,” beber alumni Fakultas Hukum Unisma itu, Kamis (14/10/2021).
Andi, yang juga menjabat sebagai Ketua LBH Malang, menegaskan bahwa sudah seharusnya masyarakat memahami putusan MK nomor 18/PUU-XVII/2019. Yang menyatakan mengubah pasal ayat 2 dan 3 pasal 15 Undang Undang Jaminan Fidusia, karena dianggap bertentangan dengan UUD 45.
“Jelas akan makna putusan MK tersebut, yakni guna menciptakan suasana kondusif di masyarakat terkait eksekusi jaminan fidusia agar lebih berperikemanusiaan. Ini kok malah main ‘rantai Gembok’. Akhirnya kami lapor polisi atas peristiwa ini,” jelas Andi.
“Semoga saja permasalahan ini lekas selesai dengan baik. Karena saya rasa masyarakat risih atas terjadinya peristiwa ini, dan negara kita adalah negara hukum yang menjunjung tinggi etika sopan santun,” pungkasnya. (Dodik/MAS)